Sukses

KPK Belum Putuskan Permintaan Tahanan Kota Lukas Enembe

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menyebut pihaknya belum memutuskan permintaan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe yang ingin menjadi tahanan kota.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menyebut pihaknya belum memutuskan permintaan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe yang ingin menjadi tahanan kota. Johanis menyebut pihaknya belum membahas permintaan tersebut.

"Belum ada (keputusan)," ujar Johanis singkat dalam keterangannya, Rabu (25/1/2023).

Permintaan tahanan kota untuk Lukas Enembe muncul dari pernyataan tim kuasa hukum Petrus Bala Pattyona. Petrus meminta demikian agar pihak keluarga dan tim dokter bisa merawat langsung Lukas di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.

Namun jika permohonan menjadi tahanan kota tak dikabulkan, Petrus meminta agar Lukas tetep dirawat di RSPAD tanpa membatasi keluarga dan tim dokter yang ingin memantau langsung kondisi kesehatan Lukas.

Sebelumnya, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri memastikan pihak lembaga antirasuah akan memberikan hak kesehatan kepada Lukas. Namun menurut Ali, sejauh ini kondisi Lukas baik-baik saja.

"Kondisi tersangka sejauh ini stabil. Bahkan informasi yang kami terima, tersangka LE bisa berdiri dan jalan ketika dilakukan pemeriksaan dan pemantauan kesehatannya," kata Ali.

KPK menetapkan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar.

Selain itu, KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar. Bahkan, KPK menduga korupsi yang dilakukan Lukas Enembe mencapai Rp1 triliun.

Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.

2 dari 2 halaman

Kesepakatan Antara Rijatono dan Lukas Enembe

Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.

Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Â