Liputan6.com, Jakarta - Putri Candrawathi di sidang pleidoi kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menceritakan kejadian pahit yang terjadi pada ulang tahun pernikahannya yang ke-22.
"Saya mengalami kekerasan seksual dan dianiaya orang yang kami percayakan yang kami anggap keluarga," ujar Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023).
"Kejadian pahit malah terjadi saat ulang tahun pernikahan yang ke-22 tahun. Jutaan hinaan bahkan telah dihujamkan kepada saya."
Advertisement
Putri juga menceritakan bahwa ia merasa terintimidasi atas kasus tersebut di sidang pleidoi.
"Bahkan, dalam perjalanan setelah penahanan, banyak spanduk bertuliskan makian dan paksaan agar majelis hakim menjatuhkan hukuman yang menakutkan. Hukuman yang tidak sanggup saya bayangkan," kata Putri Candrawathi.
"Tidak pernah sekalipun terpikirkan kejadian ini terjadi, merenggut secara paksa kebahagiaan kami."
"Seringkali saya merasa tidak sanggup melakukan ini lagi. Namun saya bersyukur, ingatan tentang pelukan, senyuman, bahkan air mata suami dan anak-anak, menolong saya ketika dunia tak lagi memberikan harapan akan keadilan."
Sementara itu, Ferdy Sambo kukuh pada keterangan bahwa sang istri, Putri Candrawathi, telah mengalami kekerasan seksual dari Nofriansyah Yosua Hutabarat. Hal itu kembali diungkapnya melalui nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan kemarin, Selasa, 24 Januari 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kejadian yang menimpa Putri Candrawathi itu pulalah yang menurut Sambo jadi awal mula perkara pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Insiden Pelecehan
Dalam nota pembelaan, Ferdy Sambo mengatakan, sang istri telah dinodai oleh Yosua pada 7 Juli 2022 di Magelang. Putri mengadukan hal tersebut pada Sambo, setibanya di Jakarta pada 8 Juli 2022.
Ferdy Sambo mengaku dunia serasa berhenti berputar mendengar penuturan Putri Candrawathi. Dia merasa harkat dan martabatnya sebagai laki-laki dihempas dan diinjak-injak.
"Tidak ada kata-kata yang dapat saya ungkapkan saat itu, dunia serasa berhenti berputar, darah saya mendidih, hati saya bergejolak, otak saya kusut membayangkan semua cerita itu," ucapnya.
"Membayangkan harkat dan martabat saya sebagai seorang laki-laki, seorang suami yang telah dihempaskan dan diinjak-injak," lanjut Ferdy Sambo.
Meski demikian, Putri Candrawathi meminta agar persoalan dengan Brigadir J itu diselesaikan dengan baik-baik. Dalam pleidoi Ferdy Sambo terungkap bahwa Putri telah menyampaikan langsung pada Yosua agar mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai Aide de Camp atau ajudan Ferdy Sambo.
Advertisement
Meminta Back-Up Ricky Rizal dan Richard Eliezer
Semula, Ferdy Sambo mengikuti permintaan sang istri untuk menyelesaikan masalah dengan Brigadir J secara baik-baik.
Usai berbicara dengan Putri, Ferdy Sambo meminta keterangan dari Ricky Rizal dan Richard Eliezer mengenai peristiwa yang menimpa istrinya. Ricky Rizal menyatakan tidak tahu.
Dalam kesempatan yang sama, Ferdy Sambo menanyakan kesediaan Ricky Rizal maupun Bharada E untuk mem-back-up-nya dan siap menembak jika Brigadir E melakukan perlawanan saat dikonfrontasi. Ricky Rizal menyatakan tidak siap mental. Sebaliknya, menurut keterangan Ferdy Sambo, Richard Eliezer bersedia memback-up.
Diakui Ferdy Sambo, tak ada rencana maupun niat untuk membunuh Yosua pada saat dirinya melakukan pembicaraan dengan Ricky Rizal maupun Richard Eliezer.
"Meskipun benar saya telah meminta back-up untuk mengantisipasi kemungkinan perlawanan dari Yosua, namun maksud yang saya sampaikan adalah semata-mata melakukan konfirmasi terhadap Yosua atas peristiwa yang telah dialami oleh istri saya, Putri Candrawathi," ujarnya.
Lindungi Richard Eliezer dan Putri Candrawathi
Peristiwa yang merenggut nyawa Yosua, diakui Ferdy Sambo, terjadi karena dia kehilangan kesabaran dan akal menghadapi sikap Brigadir J yang dinilainya lancang ketika dikonfirmasi mengenai pelecehan terhadap Putri Candrawathi.
Mantan Kadiv Propam Polri itu lantas mereka cerita dan tempat kejadian perkara agar berkesesuaian usai penembakan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat.
"Cerita tidak benar mengenai tembak-menembak tersebut saya susun setelah Richard Eliezer menembak Yosua, cerita tersebut bersandar pada pemahaman saya atas Peraturan Kapolri No.01 Tahun 2009," ungkap Ferdy Sambo.
Menurutnya, peraturan tersebut bisa dilakukan oleh anggota Polri jika terdapat ancaman pada diri sendiri maupun orang lain.
"Sehingga saat itu cerita tembak-menembak antara Richard dengan Yosua untuk melindungi istri saya yang dilecehkan di rumah Duren Tiga dapat menjadi alasan yang masuk akal untuk melindungi Richard dari pertanggungjawaban pidana."
Advertisement