Sukses

Bacakan Pleidoi, Putri Candrawathi: Saya Mungkin Pernah Gagal dalam Hidup, tapi Tak Mau Gagal Jadi Ibu

Terdakwa Putri Candrawathi memohon belas kasihan kepada hakim saat membacakan pleidoi terkait kasus Brigadir J pada Rabu, 25 Januari 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Istri dari mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi membacakan nota pembelaan atau pleidoi pada Rabu, (25/1/2023) atas kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Saat awal pembacaan pleidoi, Putri menuturkan pleidoi yang dibacakan ditulis sendiri dan merupakan curahan hatinya.  Ketika membacakan nota pembelaan, Putri berharap dapat segera mendampingi empat anaknyadi tengah kasus yang terjadi menyusul pemberitaan dan publikasi di media sosial menyudutkan dirinya dan sang suami Ferdy Sambo. "Banyak publikasi tak peduli disampaikan benar atau tidak dan tanpa memikirkan beban mental anak-anak kami akibat publikasi tersebut,” ujar dia saat pembacaan pleidoi di pengadilan.

Putri Candrawathi memohon kepada hakim untuk berbelas kasihan kepada dirinya dan empat anaknya setelah berbulan-bulan menghadapi publikasi yang kurang baik. "Anak-anak kami hadapi berbulan-bulan berita kurang baik terhadap orangtuanya tidak tahu bersandar kemana, karena kedua orangtua tak bisa damping di rumah,” kata dia.

Putri menyampaikan keinginannya kalau tak ingin gagal sebagai seorang ibu dan ingin kembali ke pelukan anak-anaknya. "Saya mungkin pernah gagal dalam hidup, tetapi saya tak mau gagal jadi ibu bagi empat anak kami. Izinkan diberi kesempatan untuk bertanggung jawab kehidupan masa depan anak-anak saya,” ujar dia.

Putri mengaku, selama ini menjalankan kehidupan bahagia dan harmonis dalam berumah tangga. Di mata anak-anak, Ferdy Sambo dinilai sebagai pahlawan keluarga yang dihormati dan dibanggakan.”Tak ada masalah rumah tangga, kami saling mencintai dan mendukung. Bapak Ferdy Sambo pahlawan di mata keluarga dihormati dan dibanggakan. Bapak Ferdy Sambo selalu bawa anak-anak melihat tugas sebagai seorang polisi, aparat negara, dengan bangga melihat bapaknya,” tutur dia.

Saat membacakan pleidoi, Putri menyampaikan empat anak-anaknya membutuhkan perhatian dari orangtua terutama dari sang ibu. Apalagi ia memiliki anak baru berusia satu tahun. “Anak bungsu 1 tahun 10 bulan, kakak-kakaknya masih sekolah tentu butuhkan seorang ibu di samping mereka. Apalagi dalam situasi berat,” ujar dia.

Ia menambahkan, kalau salah satu dari anaknya baru mengetahui masalah yang dihadapi pada Oktober 2022. "Saat ini anak-anak kami dititipkan ke ibu saya berusia 80 tahun. Sangat berat bagi anak-anak kami hadapi kenyataan situasi berubah, rumah jadi sepi, tak ada lagi tawa, bahagia, dunia bagaikan runtuh,” ujar dia.

2 dari 4 halaman

Dituntut 8 Tahun Penjara

Jaksa meminta majelis hakim menghukum istri eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, 8 tahun penjara.

Jaksa menilai terdakwa Putri Candrawathi terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sebagaimana diatur dalam dakwaan priemer Pasal 340 juncto 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa penjara 8 tahun dipotong masa tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta, Rabu (18/1/2023).

Menurut jaksa, seluruh unsur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, telah terpenuhi berdasar hukum. Oleh karena itu, dakwaan subsider tidak perlu dibuktikan.

Putri dinilai justru ikut dalam perencanaan pembunuhan Brigadir J. Dia tidak berusaha mengingatkan maupun menghentikan niat suaminya yang sudah didampingi puluhan tahun hingga menjadi pejabat Polri. 

3 dari 4 halaman

Pleidoi Tuntutan Seumur Hidup, Ferdy Sambo: Ini Pembelaan yang Sia-Sia

Terdakwa Ferdy Sambo mengaku pasrah atas perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Kepasrahannya itu sebagaimana tertuang dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan seumur hidup jaksa penuntut umum (JPU).

"Majelis Hakim Yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Yang Terhormat, Nota pembelaan ini awalnya hendak saya beri judul 'Pembelaan yang Sia-Sia'. Karena di tengah hinaan, caci-maki, olok-olok serta tekanan luar biasa dari semua pihak," kata Sambo saat sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa, 24 Januari 2023.

Sebab, Sambo merasa selama sidang perkara ini berlangsung baik dirinya serta keluarga telah mendapatkan berbagai cacian dan makian. Hingga membawa Mantan Kadiv Propam Polri ke dalam perasaan keputusasaan dan rasa frustasi.

"Berbagai tuduhan bahkan vonis telah dijatuhkan kepada saya sebelum adanya putusan dari Majelis Hakim, rasanya tidak ada ruang sedikitpun untuk menyampaikan pembelaan. Bahkan sepotong kata pun tidak pantas untuk didengar apalagi dipertimbangkan dari seorang terdakwa seperti saya," ucapnya.

Menurutnya, selama bertugas 28 tahun sebagai anggota Polri. Ia tidak pernah melihat adanya tekanan yang begitu besar terhadap seorang terdakwa sebagaimana perkara pembunuhan berencana Brigadir J yang diklaim telah merenggut haknya sebagai terdakwa.

"Saya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk mendapatkan pemeriksaan yang objektif, dianggap telah bersalah sejak awal pemeriksaan dan haruslah dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun dari saya sebagai terdakwa," kata Sambo.

4 dari 4 halaman

Ferdy Sambo Kutip Deklarasi HAM

Ditambah framing opini masyarakat dan tekanan dari publik di luar persidangan, lanjut Sambo, telah mempengaruhi persepsi publik. Bahkan mungkin memengaruhi arah pemeriksaan perkara ini mengikuti kemauan sebagian pihak.

"Termasuk juga mereka yang mencari popularitas dari perkara yang tengah saya hadapi. Saya tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi, sementara prinsip negara hukum yang memberikan hak atas jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum masih diletakkan dalam konstitusi negara kita," bebernya.

Alasan itu dikutip Sambo atas adanya prinsip asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent) yangseharusnya ditegakkan sebagaimana Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM), International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), huruf c KUHAP, dan pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

"Yang menegaskan bahwa setiap orang yang dituntut dan dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya," jelasnya.