Sukses

PKS Nilai Insiden di PT GNI Dampak Nyata UU Cipta Kerja

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai inisiden kerusuhan di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara (Morut) adalah dampak dari Perppu Cipta Kerja.

Liputan6.com, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai inisiden kerusuhan di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara (Morut) adalah dampak dari Perppu Cipta Kerja. Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP PKS Indra mengingatkan, insiden tersebut dapat menjadi alarm bagi pemerintah agar hal senada tidak terulang.

“Sejak awal PKS mendesak kepada Presiden Jokowi agar menerbitkan Perppu untuk mencabut UU Cipta Kerja. Sampai saat ini sikap PKS jelas dan konsisten, menolak UU Cipta Kerja,” kata Indra dalam diskusi daring di Kantor DPP PKS, Kamis (25/1/2023).

Indra merinci sejumlah alasan, mengapa insiden tersebut menjadi alarm. Menurut dia, semua didasari oleh penegakan hukum. Sebab, seandainya penegakan hukum berjalan sebagaimana mestinya, maka para pemangku kepentingan juga melakukan tugasnya sebagaimana mestinya.

“Jadi tentu kerusuhan yang terjadi di PT GNI Morowali Utara, tidak akan pernah terjadi,” tutur dia.

Senada dengan Indra, hadir dalam diskusi tersebut adalah Mohammad Jumhur Hidayat, Ketua Umum KSPSI, secara offline, Netty Prasetiyani, Anggota DPR RI Fraksi PKS, DJoko Heriyono, Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN), dan Yanto Baoli, Anggota DPRD Kab Morowali Utara Fraksi PKS secara online.

Dalam paparannya, Djoko Heriyono menyampaikan bahwa masalah di PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI) Morowali Utara ini bukan hanya masalahnya Serikat Pekerja, tetapi juga pada bangsa ini.

“Kaum pekerja yang butuh perlindungan dari negara. Dimana pekerja berhadapan dengan koorporasi. Kalau koorporasi kuat dilindungi negara, sedangkan pekerjanya yang orang-perorangan tidak dilindungi oleh negara sangat berbahaya sekali,” kritik dia.

Dia mendorong, hak-hak pekerja betul-betul diperhatikan, karena itu perintah konstitusi. Kalau tuntutan terkait hak-hak pekerja tidak dipenuhi, maka aksi setiap minggu akan dilakukan.

“Aksi sampai tuntutan kami dipenuhi,” tegas dia.

Sementara itu, Yanto Baoli menjelaskan, bahwa akar masalah dari kerusuhan yang terjadi di PT GNI adalah kurang patuhnya pihak manajemen perusahaan pada UU yang sudah ada. Utamanya, dalam implementasi aturan dan undang-undang yang terkait ketenagakerjaan.

“Misalnya terkait penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), PT GNI sangat tertutup oleh orang luar, apalagi wartawan, bahkan anggota dewan pun sangat susah untuk bisa masuk kedalam perusahaan,” tutur dia.

2 dari 2 halaman

Seperti Negara dalam Negara

Menjadi salah satu pembicara dalam diskusi, Mohammad Jumhur Hidayat, menyampaikan bahwa kerjasama dengan China saat ini memang mensyaratkan pelibatan mesin atau alat-alat berat lain dan tenaga kerja.

Lebih jauh, kerjasama dengan China ini seperti negara dalam negara, susah untuk di kontrol karena di back up dengan regulasi aturan-aturan negara yang kurang adab dalam berinvestasi. Oleh karena itu, kejadian di Morowali utara ini adalah kegagalan dari kebijakan dan pelaksanaan kebijakan dari negara ini.

Terakhir, Netty Prasetiyani yang juga menjadi narasumber diskusi, memaparkan terkait relasi pekerja dengan pemerintah saat ini yang begitu fluktuatif. Para pekerja dalam posisi subordinasi (lemah).

Kejadian di PT GNI Morowali Utara, tidak akan pernah terjadi kalau kita mampu memperkuat dititik hulunya, yaitu masalah di ruang regulasi (UU) yang seharusnya berpihak kepada kelompok pekerja.

“Saat ini posisi tawar para pekerja kita sangat lemah. Bahkan sebelum disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja,” tutur Netty.

Netty menegaskan, kembali terkait sikap PKS yang sejak awal Menolak UU Cipta Kerja dan Perppu No. 2 tahun 2023. Jadi apapun regulasi yang hadir ditengah rakyat harus memberikan pelindungan, kepastian dan jaminan, bukan malah mendegradasi kehidupan rakyat bahkan memiskinkan rakyat.

“Kajadian di PT GNI Morowali Utara hanya salah satu letupan dari di sahkannya UU Omnibus Law Ciptakerja,” dia menutup.