Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai, keputusan tidak melakukan lockdown atau karantina wilayah saat pandemi Covid-19 adalah kebijakan yang tepat. Dia memprediksi akan ada kerusuhan dalam 2-3 minggu ke depan apabila saat itu kebijakan lockdown diberlakukan di Indonesia.
Pasalnya, kata Jokowi, masyarakat tidak bisa mencari nafkah apabila lockdown terapkan. Tak hanya itu, pemerintah juga tidak bisa memberikan bantuan kepada masyarakat karena akses jalan ditutup.
Advertisement
Baca Juga
"Coba saat itu, misalnya kita putuskan lockdown. Hitungan saya dalam 2 atau 3 minggu, rakyat sudah enggak bisa, enggak, memiliki peluang yang kecil untuk mencari nafkah, semuanya ditutup, negara tidak bisa memberikan bantuan kepada rakyat," jelas Jokowi saat membuka Rakornas Transisi Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Tahun 2023 di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
"Apa yang terjadi? Rakyat pasti rusuh. Itu yang kita hitung. Sehingga kita putuskan saat itu tidak lockdown," sambungnya.
Dia mengaku sempat mendapat tekanan agar menerapkan lockdown untuk menekan kasus Covid-19, seperti negara-negara lain. Jokowi menyebut 80 persen meminta agar menerapkan lockdown.
Â
Jokowi: Saya Semedi 3 Hari untuk Lockdown atau Tidak
Selain itu, para anggota DPR dan partai politik juga mendesak hal yang sama. Jokowi akhirnya melakukan semedi selama tiga hari untuk memutuskan apakah akan menerapkan strategi lockdown di Indonesia.
"Saya semedi 3 hari utk memutuskan apa ini, apakah kita harus lockdown atau tidak. Karena betul-betul sangat tidak memiliki pengalaman semuanya mengenai ini," ucap Jokowi.
Menurut dia, pengambilan kebijakan dimasa-masa krisis tidak boleh tergesa-gesa. Jokowi menyampaikan dirinya harus berpikiran jernih agar tak salah mengambil kebijakan untuk masyarakat.
"Tekanan-tekanan seperti itu pada saat mengalami krisis dan kita tidak jernih, kita tergesa-gesa, kita grusah-grusuh, kita bisa salah, kita bisa keliru," kata Jokowi.
Jokowi mengingatkan jajarannya untuk tetap berhati-hati memutuskan kebijakan, meski kebijakan PPKM sudah dicabut. Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi nasional saat ini berada pada posisi yang baik.
"Oleh sebab itu, setelah PPKM kita cabut di akhir tahun 2022, masa ini adalah masa transisi dan kita tetap harus waspada, hati-hati dalam memutuskan kebijakan. Utamanya ekonomi yang sekarang ini kita berada pada posisi yang sangat baik," tutur Jokowi.
Advertisement
Tangani Pandemi Covid-19, Jokowi Sempat Bingung soal Kebijakan Pemakaian Masker
Masih dalam kesempatan yang sama, Jokowi mengatakan bahwa semua negara tidak memiliki pengalaman saat awal-awal menangani pandemi Covid-19. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun sempat bingung soal kebijakan pemakaian masker.
Menurut dia, WHO sempat memberikan arahan bahwa kewajiban pemakaian masker hanya untuk masyarakat yang mengalami batuk. Namun, kebijakan itu diubah dan semua masyarakat diminta memakai masker.
"Kita ingat awal-awal dari WHO disampaikan saya kan bertanya kepada mereka, 'presiden enggak usah pakai masker, awal-awal. Yang pakai masker hanya yang batuk-batuk yang kena saja'," kata Jokowi saat membuka Rakornas Transisi Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Tahun 2023 di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
"Enggak ada seminggu semua harus pakai masker, ternyata mereka bingung, kita juga bingung," sambungnya.
Dia menuturkan semua negara mencari alat pelindung diri (APD) saat kasus Covid-19 mulai tinggi, termasuk Indonesia. Jokowi menyebut Indonesia ternyata bisa memproduksi APD sendiri.
"Begitu sampai pada puncaknya semua negara cari yang namanya APD, APD semuanya cari, kita juga cari ke mana-mana. Eee, ternyata kita sendiri bisa berproduksi dan dikirim ke negara-negara lain. Saking memang posisinya, posisi semua bingung," kata Jokowi.