Liputan6.com, Jakarta - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi alihfungsi lahan di Indragiri Hulu Riau dengan terdakwa bos Duta Palma Group Surya Darmadi kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Kamis (26/1/2023).
Dalam sidang tersebut, Akuntan Publik, Florus Daeli dan bagian CSR Duta Palma Group, Marshal Gibson memberikan kesaksiannya.
Saat ditanya oleh hakim dan jaksa penuntut umum, FLorus menyebut keuntungan perusahan sejak 2004 hingga 2021 hanya sekitar Rp1,8 triliun.
Advertisement
“Kalau dilihat dari totalnya Rp1,3 triliun keuntungannya plus dengan penambahan dari revaluisi dari Rp503 miliar itu. Berarti Rp1,8 triliun lebih, kemudian deviden yang dibagikan sebanyak Rp1,5 triliun. Ada saldo laba sekitar Rp300 miliar lagi di dalam pembukuannya,” ujar Florus dalam kesaksiannya.
Baca Juga
Ia menjelaskan, akumulasi keuntungan tersebut, yakni Rp1,3 triliun muncul dari sisi laporan laba rugi. Florus menyebut dari informasi laporan keuangan perusahaan pernah melakukan revaluasi atas aset tetap dan tanamannya pada 2016.
“Revaluasi itu ada keuntungan, dan jumlahnya cukup signifikan, keuntungan itu, itu dicatat dulu di namanya pendapatan komprehensif, kemudian keuntungan itu secara periodik itu ada metodenya secara periodik dipindahkan ke laba rugi tahun berjalan, laba rugi tahun berjalan itu menambah saldo laba-nya sehingga saldo labanya itu positif dan itu dimungkin membagi deviden,” jelasnya.
Sedangkan saksi Marshal Gibson menyebut pada lima kebun milik Duta Palma itu sudah terbangun sejumlah fasilitas-fasilitas seperti rumah ibadah, baik itu masjid, gereja, sekolah dan jalan. Kemudian juga ada plasma 2.950 hektare yang dikelola warga sudah terbangun.
"Ada pula tempat penitipan anak dan rumah karyawan," kata Marshal.
Terhadap kesaksian tersebut, Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menyebut kesaksian auditor sekaligus mematahkan dakwaan jaksa terkait kerugian negara.
"Ini juga terbantahkan opini yang selama ini menurut orang yang berkembang seakan-akan setiap bulan dapat Rp600 miliar dari 5 perusahaan itu adalah satu pernyataan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan ya. Karena, di dalam audit ini sudah terbaca yang setiap tahun diaudit dan kelihatan uang masuk dan keluar, penggunaanya, dan laba ruginya," katanya, di sela persidangan.
Jadi dengan demikian, kata Juniver, kalau dikatakan ada keuntungan sampai Rp78 triliun sampai Rp104 triliun, data tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kemudian dengan hadirnya auditor sebagai saksi juga terjawab juga bahwa dari hampir 31.000 hektare ada yang sudah bersertifikat HGU dan ada yang belum.
"Terbukti di persidangan ini yang mendatangkan deviden paling besar adalah yang telah mempunyai sertifikat, yaitu ini yang mendatangkan keuntungan, malahan keuntungan yang dari bersertifikat itu dijelaskan tadi 85% dari 5 perusahaan itu mendapat dividen adalah yang punya HGU, yang belum punya HGU itu memang belum maksimal, ya belum maksimal," kata dia.
Proses Bermasalah
Juniver menegaskan memang proses yang selama ini bermasalah seperti pengurusan belum mendapatkan sertifikat.
"Ternyata hambatannya di situ, tidak bisa dimaksimalkan karena sertifikat itu, belum diperoleh, tetapi yang sudah diperoleh, terbukti maksimal," katanya.
Dia juga mengakui laba yang diekspose masih di luar pajak. Namun, pajak yang telah dibayarkan oleh 5 perusahaan kepada negara hampir Rp750 miliar dan PBB-nya Rp256 miliar.
"Jadi hampir Rp1 triliun sebenarnya yang sudah dibayarkan PPH maupun PBB, di luar dari pada kontribusi lain ke daerah, di luar dari kontribusi lain yang sudah di berikan kepada daerah termasuk pembangunan fasilitas yang diberikan kepada lingkungan dan sekitar sana," tuturnya.
Jadi, lanjutnya, perusahaan-perusahaan tersebut sangat bermanfaat untuk masyarakat maupun pemerintah setempat yaitu dengan memberdayakan warga karena karyawannya itu hampir 21.000 yang bekerja.
"Bayangkan, kalau kali 3 satu keluarga kan hampir 78.000 yang harus ditanggulangi oleh perusahaan ini kepada masyarakat setempat," imbuhnya. Kemudian soal plasma, Juniver menegaskan yang sudah punya sertifikat dan terbangun 2,950 hektare atau 20 persen.
"Nah itu nanti tinggal manfaatkan ke masyarakat dan dibagi menjadi pemilik dari pada plasma-plasma itu, nah ini sedang berproses, tapi ada masalah itu," imbuhnya.
Advertisement
Didakwa Rugikan Keuangan Negara
Diberitakan, Pemilik PT Darmex Group atau Duta Palma Surya Darmadi didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp4.798.706.951.640 atau Rp4,79 triliun dan USD7.885.857,36 serta perekonomian negara sebesar Rp73.920.690.300.000 atau Rp73,92 triliun. Jika dihitung, totalnya adalah Rp86.547.386.723.891 atau Rp86,54 triliun.
Dia didakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia didakwa bersama-sama dengan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman.
Jaksa menyebut, Surya Darmadi memperkaya diri sendiri sebesar Rp7.593.068.204.327 atau Rp7,59 triliun dan USD7.885.857,36.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan Raja Thamsir Rachman secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2022).