Liputan6.com, Yogyakarta - Pemimpin Pesantren Waria Al-Fatah Shinta Ratri meninggal dunia lantaran serangan jantung pada Rabu (1/2) di Rumah Sakit Umum Daerah Wirosaban, Yogyakarta.
Al Fatah adalah pondok pesantren khusus waria yang terletak di kawasan Notoyudan dan berada di tengah perkampungan penduduk.
Pesantren ini berdiri pada 2008. Sejak berdiri hingga kini. Berbeda dengan kebanyakan pesantren, santri tinggal dan menetap di pesantren–waria yang menjadi santri tinggal di rumah masing-masing.
Advertisement
Mereka mengaji dua kali per minggu, Ahad dan Rabu malam. Lantaran jadwal mengaji itu pula, pesantren waria ini disebut juga dengan pesantren Senin dan Kamis. Berbagai pelajaran agama diberikan selama pengajian itu. Dari doa dan cara salat, membaca Alquran, mengaji fikih, hingga pemahaman beragama.
Di awal berdiri, tak banyak waria yang bergabung. Mereka merupakan waria asal sejumlah daerah di Indonesia, semisal Surabaya, Jakarta, Makasar, dan Semarang yang telah menetap di Yogyakarta.
Selain menggelar pengajian rutin, pesantren waria juga memiliki agenda tahunan. Saat Ramadan tiba, mereka rutin menggelar tarawih, tadarus Alquran, hingga sahur, dan berbuka bersama. Menjelang Idul Fitri, mereka lantas berziarah bersama ke makam keluarga dan waria yang sudah meninggal.
Untuk seluruh biaya operasional pesantren, keluar dari kantong pribadi pendiri. Sedikit demi sedikit, pendiri menyisihkan sebagian pendapatanya dari membuka salon kecantikan dan berdagang nasi untuk pesantren.
Pendirian pesantren waria ini bermula dari rutinitas Maryani mengikuti pengajian KH Hamrolie Harun, seorang ustad pengasuh pengajian Al Fatah di kawasan Pathuk, Yogyakarta.
Pernah Sabet Penghargaan HAM pada 2019
Pemimpin Pesantren Waria atau transpuan Al-Fatah Kotagede, Yogyakarta, Shinta Ratri meninggal karena serangan jantung pada Rabu pagi, 1 Februari 2023 di Rumah Sakit Umum Daerah Wirosaban, Kota Yogyakarta.
Sosok Shinta dikenal sebagai aktif membela para waria untuk mendapatkan haknya beribadah. Oleh karenanya dia mendirikan Pondok Pesantren Waria Al-Fatah. Dia dikenal ulet dan telah berwiraswasta sejak masih SMA. Shinta berprinsip untuk melakoni hidup tak sekedar menyenangkan orang lain.
Dikutip dari Merdeka.com, Shinta Ratri menilai, para waria terkadang merasa tidak nyaman dan seringkali mendapat penolakan dari warga. Meski tak selalu berupa kata-kata yang terucap pedas, namun juga tindakan.
"Ketika solat di masjid terkadang ada banyak penolakan. Tak selalu berupa kata-kata namun juga tindakan. Saat salat ternyata di sampingnya seorang waria, mereka kemudian pindah. Hal ini lah yang membuat waria cenderung lebih nyaman salat di rumah" ujar Shinta, waktu itu Agustus 2021.
Oleh karena itu, Pondok Pesantren Al Fatah ini pun hadir untuk membuka kesempatan para waria beribadah secara nyaman dan memperdalam agama.
Dulunya, lokasi pondok berada di Notoyudan, Kota Yogyakarta. Namun setelah sang pendiri, Maryani meninggal dunia. Ponpes ini vakum dan Shinta Ratri meneruskan pesantren ini dan memindah lokasi pesantren ke rumahnya saat ini.
Advertisement
Hapus Stigma Negatif
Hadirnya ponpes ini juga berusaha stigma negatif yang melekat pada masyarakat. Para santri terbukti mampu berbaur dan berhubungan baik dengan warga.
Berkat kerja kerasnya dan semangat mendampingi para waria, Shinta Ratri mendapat penghargaan pejuang hak asasi manusia dari Front Line Defenders pada tahun 2019.
Lembaga berbasis di Irlandia tersebut menilai Shinta sebagai tokoh inspiratif di lingkup Asia Pasifik atas jasanya memperjuangkan hak waria melalui pondok pesantren. Ya sejatinya, hak beragama adalah milik setiap manusia, termasuk waria.