Liputan6.com, Jakarta - Kabar duka menyelimuti Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Fatah di Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Pemilik dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Fatah Shinta Ratri dikabarkan tutup usia pada Selasa, 1 Februari 2023.
Mengutip akun Twitter jaringan GUSDURian, Rabu (1/2/2023). @GUSDURians menyampaikan ucapan duka cita atas meninggalnya pengasuh Ponpes waria Al-Fattah, Yogyakarta, Shinta Ratri.
"Turut berduka cita atas meninggalnya Ibu Shinta Ratri. Pengasuh Ponpes Waria Al-Fattah, Yogyakarta. Al-Fatihah,” demikian mengutip akun twitter @jaringan GUSDURian.
Advertisement
Ucapan dukacita juga disampaikan LBH APIK Jakarta. Melalui akun twitternya @LBHAPIK menyampaikan ucapan dukacita atas meninggalnya Shinta Ratri.
“LBH APIK Jakarta turut berduka cita sedalam-dalamnya atas meninggalnya Shinta Ratri, aktivis transpuan dan salah seorang pendiri pondok pesantren Al-Fatah. Selamat jalan perempuan tangguh pejuang HAM,” tulis LBH APIK.
Adapun Shinta Ratri dikenal sebagai pemilik dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Fatah. Menarik untuk mengenal Pondok Pesantren Al-Fatah Yogyakarta yang dibangun Shinta Ratri.Apalagi Pondok Pesantren Al-Fatah bukan pesantren biasa. Pondok Pesantren Al-Fatah khusus menampung kaum waria.
Sekitar Mei 2021, jumlah santri waria di pesantren sekitar 40 orang. Di Pesantren Al-Fatah ini, para santri waria menerima pelajaran membaca Al-Qur’an, praktik ibadah, Asmau Husna, dan akhlak. Demikian mengutip dari ditpdpontren.kemenag.go.id, Rabu (1/2/2023).
Berikut sejumlah fakta-fakta Pondok Pesantren Al-Fatah Yogyakarta yang dihimpun dari berbagai sumber:
Awal Berdiri Pesantren Al Fatah
Mengutip digilib.uin-suka.ac.id, Pondok Pesantren Al-Fatah ini didirikan sekitar 8 September 2008. Pendirian pesantren ini untuk menjawab kebutuhan transpuan atau waria. Pendirian pesantren waria bermula dari rutinitas Maryani mengikuti pengajian KH Hamrolie Harun, ustad pengasuh pengajian Al Fatah di kawasan Pathuk, Yogyakarta.
K.H Hamrolie dan para transpuan berinisiasi untuk mendirikan sebuah wadah spiritual yang aman dan nyaman yang diberi nama Pondok Pesantren Waria Senin-Kamis. Kemudian pesantren tersebut berganti nama menjadi Pondok Pesantren Waria Al-Fatah.
Pesantren Al-Fatah ini terletak di kawasan Notoyudan dan berada di tengah perkampungan penduduk.
Pada awal berdiri, tak banyak waria yang bergabung. Waria tersebut berasal dari sejumlah daerah di Indonesia antara lain Surabaya, Jakarta, Makassar dan Semarang yang telah menetap di Yogyakarta.
Selain menggelar pengajian rutin, pesantren waria juga memiliki agenda tahunan. Saat Ramadan tiba, mereka rutin menggelar tawarih, tadarus Alquran, sahur dan berbuka bersama. Jelang Lebaran, mereka lantas berziarah bersama ke makam keluarga dan waria yang sudah meninggal.
Saat awal berdiri, pesantren ini mula hanya dihuni oleh beberapa orang waria saja. Akan tetapi, saat ini sudah ada 62 waria yang bergabung menjadi santri dari sekitar 300 lebih waria di Yogyakarta. Transpuan ini memiliki ragam latar belakang profesi. Ada yang jika siang hari mengamen, usaha sendiri, bekerja di LSM, bekerja di salon dan lainnya.
Advertisement
Pengasuh Pesantren Al Fatah Shinta Ratri, Pemimpin Pesantren Waria Satu-satunya di Dunia
Pengembangan pondok pesantren ini tak lepas dari tangan Shinta Ratri. Ia salah satu tokoh awal yang mengembangkan pondok pesantren tersebut. Shinta Ratri, kelahiran Yogyakarta pada 15 Oktober 1962. Ia merupakan pemimpin kedua pesantren yang mulai berperan dari sebelum pesantren didirikan.
Ia memiliki moto menjadi orang yang bermanfaat. Ia berasumsi setiap waria juga memiliki hak sama seperti manusia pada umumnya. Ia pun dikenal aktif membela waria untuk mendapatkan hak beribadah. Oleh karena itu, ia mendirikan Pondok Pesantren Waria Al-Fatah. Sosok Shinta dikenal ulet dan telah memiliki usaha sejak SMA.
Ia berprinsip untuk melakoni hidup tak sekadar menyenangkan orang lain. Mengutip Merdeka.com, Shinta Ratri menilai, waria terkadang merasa tak nyaman dan sering kali mendapatkan penolakan dari warga. Walau tak selalu berupa kata-kata yang terucap pedas tetapi juga tindakan.
"Ketika salat di masjid terkadang ada banyak penolakan. Tak selalu berupa kata-kata namun juga tindakan. Saat salat ternyata di sampingnya seorang waria, mereka kemudian pindah. Hal ini lah yang membuat waria cenderung lebih nyaman salat di rumah" ujar Shinta, waktu itu Agustus 2021.
Pondok Pesantren Mendapatkan Pelatihan dari Kementerian Agama
Di pondok pesantren tersebut juga menghadapi masalah yaitu kurangnya sumber daya manusia untuk membimbing pembelajaran baca Al-Quran, kurangnya pengayaan materi yang berbasis kemanusiaan. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang nilai-nilai kemanusiaan dan sulitnya akses waria untuk mendapatkan pendidikan agama.
Oleh karena itu, Kementerian Agama kemudian tergerak memberikan pelatiham membaca Al-Quran berbasis nilai-nilai humanis kepada santri waria di Pondok Pesantren Al-Fatah Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Hal ini bertujuan agar seluruh santri dapat meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran serta memahami nilai-nilai kemanusiaan.
Advertisement