Sukses

Pledoi Arif Rachman: Menolak Perintah Atasan di Polri Tak Semudah Peraturannya

Dalam pledoinya, Arif Rachman mengulas situasi saat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menangis sedih. Ada perasaan empati besar yang timbul dalam hatinya.

Liputan6.com, Jakarta Arif Rachman Arifin menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi sebagai terdakwa kasus obstruction of justice perkara kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Dalam kesempatan itu, dia mengingatkan bahwa sikap menolak perintah atasan di Polri tidaklah semudah peraturannya.

"Sungguh tidak semudah membaca kalimat dalam peraturan tentang menolak perintah atasan, tidak semudah melontarkan pendapat kalau saja begini, jika saja begitu, mengapa tidak melakukan ini, mengapa tidak bersikap begitu," tutur Arif Rachman di PN Jaksel, Jumat (3/2/2023).

Dalam pledoi yang diberi judul “Penyalahgunaan Keadaan oleh Atasan Terhadap Bawahan Sehingga Menyebabkan Dilema Moral”, Arif Rachman mengulas situasi saat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menangis sedih. Ada perasaan empati besar yang timbul dalam hatinya.

"Saya seperti terkondisikan oleh rasa empati sehingga tidak ada pemikiran janggal saat itu. Raut muka FS dan PC yang terlihat saat itu sangat menyedihkan, seperti terpukul oleh kejadian yang menimpa ibu," jelas dia.

“Selain itu tampak emosi FS yang tidak stabil dan rentan, perubahan kepribadian serta kata makian, sikap kasar dan ancaman yang kerap terlontar dalam perkataan FS pada saat itu, menciptakan keadaan yang tegang dan genting. Keadaan demikian yang muncul dalam setiap kontemplasi saya. Antara logika, nurani dan rasa takut dalam diri saya bercampur," sambung Arif Rachman.

Dia pun menerangkan bahwa ada suatu budaya organisasi di Polri yang berdampak pada mengakarnya Rantai Komando. Hubungan berjenjang yang biasa disebut sebagai relasi kuasa itu bukanlah sekedar ungkapan saja, namun suatu pola hubungan yang nyata dalam memberikan batasan-batasan tegas antara atasan dan bawahan.

2 dari 3 halaman

Pleidoi Arif Rachman: Saya Tak Habis Pikir, Mengapa Menuai Fitnah Kala Beritikad Baik Bekerja

Pada kesempatan yang sama, dia pun memohon maaf kepada orang tua dan mertuanya, seraya menyatakan, selama ini hanya bekerja menjalankan tugas dan ibadah.

"Percayalah, saya masih berusaha untuk menjadi anak yang bisa dibanggakan, saya janji di masa yang akan datang saya akan lebih berupaya lagi, semoga Tuhan masih memberi kesempatan bagi saya," tutur Arif Rachman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (3/2/2023).

Untuk ayah, ibu, serta mertuanya, Arif Rachman mendoakan agar selalu diberikan ketegaran dan kedamaian dalam hati. Terlebih ketika menyaksikan di televisi sosok anaknya yang duduk di kursi terdakwa menunggu vonis hakim atas perbuatan yang tidak dikehendakinya.

"Saya berserah diri, karena Allah tidak pernah salah menilai hambanya," jelas dia.

Sebagai manusia, lanjut Arif Rachman, ada kalanya dalam kondisi lemah dan salah. Namun, dia menyatakan tidak pernah sekalipun terbersit dalam pikiranmya akan terjadi momen seperti ini dalam hidupnya.

"Saya hanya bekerja. Bagi saya bekerja adalah ibadah, menjalankan ibadah dengan berkerja. Sebagai manusia biasa terkadang saya lemah, saya putus asa. Saya tidak habis pikir mengapa saya menuai fitnah, ketika saya dengan itikad baik bekerja. Saya hilang nalar, mengapa saya menuai kebencian, ketika saya selalu mengisi pikiran saya dengan hal baik," kata dia.

3 dari 3 halaman

Dituntut 1 Tahun Penjara

Sebelumnya, Arif Rachman Arifin dituntut satu tahun penjara atas kasus menghalangi penyidikan terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Tuntutan ini dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 27 Januari 2023.

"Menjatuhkan pidana terhadal Arif Rachman Arifin dengan pidana selama 1 tahun penjara dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah terdakwa jalani dan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," pinta JPU ke majelis hakim dalam persidangan.

Selain dituntut pidana penjara selama satu tahun, ia dikenakan denda sebanyak Rp 10 juta.

"Menjatuhkan pidana denda Rp10 juta, subsider 3 bulan kurungan," ujar jaksa.

Tuntutan terhadap Arif Rachman ini berdasarkan berbagai pertimbangan. Salah satunya seperti hal yang memberatkan terdakwa yaitu meminta rekaman Baiquni Wibowo untuk menghapus sejumlah rekaman.