Sukses

Sederet Fakta Hasil Penyelidikan Polisi soal Kasus Bripka Madih

Anggota Provos Polsek Jatinegara bernama Bripka Madih berkoar-koar terkait kasus penyerobotan lahan milik orangtuanya. Polisi pun ungkap fakta-fakta pada dugaan penyerobotan lahan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Provos Polsek Jatinegara bernama Bripka Madih berkoar-koar terkait kasus penyerobotan lahan milik orangtuanya. Kasus ini menjadi viral di media sosial.

Polisi pun ungkap fakta-fakta pada dugaan penyerobotan lahan tersebut.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi soroti inkonsistensi dalam memberikan keterangan perihal luas tanah yang dipersoalkan.

Hengki mengulang pernyataan Bripka Madih yang beredar di media sosial. Disebutkan, Bripka Madih menuntut tanah seluas 3.600 meter persegi.

Faktanya, lahan yang dipermasalahkan ialah tanah seluas 1.600 meter persegi. Hal ini merujuk pada laporan yang dibuat oleh orangtua Bripka Madih atas nama Halimah pada 2011. Laporan itu teregister dengan nomor: LP/ 3718/X/2011/PMJ/Ditreskrimum Polda Metro Jaya tertanggal 25 Oktober 2011.

Luas tanah itu juga sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaa (BAP) pelapor dalam hal ini adalah Halimah orangtua dan kakak-kakak dari Bripka Madih serta beberapa saksi-saksi yang diperiksa.

"Kami bicara fakta dan data, terjadi hal yang tidak konsisten ataupun berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Bripka Madih ini di media maupun dengan data yang ada di kami terkait LP pada tahun 2011. Jadi ini harus tadi udah kami klarifikasi, oleh beliau tidak diakui, padahal saksi-saksi mengatakan yang dipermasalahkan 1.600 meter persegi," ujar Hengki.

Selain itu, Hengki mempertanyakan pernyataan Bripka Madih yang menganggap tidak pernah menjual dari 3.600 meter persegi. Dalam hal ini, Hengki kembali merujuk pada laporan yang dibuat oleh orangtua Bripka Madih.

"Padahal dalam laporan 2011 itu saksi yang notabene berasal dari keluarga Bripka Madih itu sudah mengakui ada penjualan-penjualan itu," ujar dia.

Hengki menerangkan, keluarga dari Bripka Madih akui adanya penjualan-penjualan itu baik itu dari orangtua, kakak, dan lain sebagainya.

"Memang ada yang dijual-jual tapi sedang kita hitung kembali. Kemudian disini nanti yang berkompeten akan menjawab ini semua by data, bukan katanya-katanya, by data," ujar Hengki.

 

2 dari 3 halaman

Ada yang Dihibahkan

Hengki mengaku sedang mendalami kembali dugaan pelanggaran hak terhadap keluarga Bripka Madih yang terjadi sebelum laporan polisi (LP) terbit pada 2011.

Berdasarkan data yang diperoleh, 10 AJB dijual oleh langsung orangtuanya Bripka Madih atas nama Almarhum Tongek dicap jempol terhadap berbagai pihak.

"Sudah dijual sampai kurun waktu 79-92. Nanti dijelaskan oleh perangkat lurah dan sebagainya.

Hengki juga menerangkan satu surat menyatakan ada hibah tanah dari orangtua Bripka Madih ini atas nama Almarhum Tongek kepada Almarhum Boneng. Di sini, Bripka Madih menandatangi dan menyerahkan langsung.

Pada saat Berita Acara Pemeriksaan, Bripka Madih juga mengakui. Namun, belakangan disangkal katanya tidak pernah menyerahkan.

"Ya itu nanti kita buktikan lagi. Apakah tandatangannya pak Bripka Mahdi ini palsu yang ada di Polda, nanti kita pake laboratorium forensik. Jadi kesimpulannya ini ada beberapa ketidakkonsistenan daripada pernyataan pak Madih di media dengan fakta yang kami temukan," ujar Hengki.

 

3 dari 3 halaman

Bayar Pajak

Hengki menerangkan, turut menyinggung pernyataan Bripka Madih yang mengaku masih membayar pajak dari girik ini. Penyidik akan memvalidasi dengan bukti-bukti.

"Kita akan cek juga, kalau memang bayarnya pakai girik bukti pajaknya mana, karena sistemnya sekarang udah enggak pakai girik lagi, SPTPBB. Jadi supaya cover booth side," ujar dia.

Terakhir, Hengki menyampaikan sebenarnya permasalahan ini sudah lama pernah dimediasi oleh pihak kelurahan. Waktu itu, pihak kelurahan hendak memanggil semua yang membeli AJB dari orangtua Bripka Mahdi.

"Pak Mahdi ini tidak mau datang," ujar Hengki.

Hengki menerangkan, saat ini ada warga yang komplain karena tanah-tanah mereka dipatok oleh Bripka Madih dan beberapa kelompok masyarakat yang masih merasa itu tanahnya.

"Ada juga paguyuban yang jadi korban yang dipaktok. Jadi dari Bripka Madih masih merasa itu tanahnya dan dipasang pos jaga dari warga-warga yang menurut kesaksian itu bukan warga lingkungan sekitar," tandas Hengki.