Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumpulkan sejumlah menteri dan kepala lembaga negara ke Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (6/2/2023). Pertemuan untuk membahas soal anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang turun empat poin dari 34 dari sebelumnya 38.
Adapun pejabat yang dipanggil yakni, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, hingga Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Baca Juga
"Baru saja Presiden memimpin pertemuan intern tentang pemberantasan korupsi di mana yang tadi diundang Menko Polhukam, Jaksa Agung RI, kemudian Kapolri, dan Ketua KPK khusus untuk menanggapi turunnya skor indeks persepsi korupsi, CPI (Corruption Perception Index) yang agak mengejutkan karena dari 38 turun ke 4 (34)," jelas Mahfud Md usai pertemuan di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (6/2/2023).
Advertisement
Menurut dia, pemerintah akan melakukan perbaikan-perbaikan untuk memperbaiki IPK Indonesia. Mahfud menyebut Presiden Jokowi akan memberikan arahan khusus terkait penurunan Indeks Persepsi Korupsi.
"Kita akan melakukan langkah langkah yang nanti akan mungkin dalam dua atau tiga hari ke depan akan dipanggil lagi oleh Presiden. Kami berempat untuk Presiden menyampaikan arahan arahan apa yang akan kita lakukan," kata dia.
Mahfud menuturkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang diumumkan Transparency International Indonesia (TII) bukanlah sebuah fakta, melainkan hanya persepsi. Kendati begitu, dia menyebut pemerintah tetap menghargai hasil penilaian IPK dari TII.
"Jadi tidak apa-apa, kami hanya ingin menyatakan bahwa itu semua bukan fakta tapi persepsi dan baru terbatas pada hal-hal tertentu," ujar Mahfud.
Mahfud Sebut Penurunan IPK Tak Hanya Dialami Indonesia
Meski IPK Indonesia turun, dia menuturkan bahwa angka demokritasasi, penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kenaikan. Hanya saja, di sektor perizinan, kemudahan berinvestasi, dan kekhawatiran dari para investor tentang kepastian hukum menurun.
"Tapi kalau penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan demokrasi itu naik meskipun kecil," ucap dia.
Mahfud mengklaim, penurunan IPK tak hanya dialami oleh Indonesia, melainkan hampir semua negara. Termasuk, negara Asia Tenggara lainnya seperti, Malaysia, Singapura, hingga Brunei Darussalam.
Dia menjelaskan, setiap negara memiliki ukuran yang berbeda-beda dalam menghitung Indeks Persepsi Korupsi. Mahfud mencontohkan Timor Leste yang hanya mengukur dari empat lembaga survei, sedangkan Indonesia delapan.
"Tapi enggak apa-apa itu hak dari TII untuk membuat agregasi dan kami menghargai upaya TII sebagai persepsi. Itu bukan fakta sehingga kami perbaiki juga dari sudut persepsi. Berterima kasih kami kepada TII," pungkas Mahfud.
Advertisement
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2022 Turun 4 Poin, Skornya Jadi 34
Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2022 turun empat poin menjadi 34 dari sebelumnya 38. Dengan raihan tersebut, Indonesia berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.
Skor IPK mulai dari 0 hingga 100. 0 artinya sangat korup sementara 100 sangat bersih. Pada 2021, skor IPK Indonesia adalah 38 dengan peringkat 96.
"Corruption Perception Index Indonesia pada 2022 berada pada skor 34 dari skala 100 dan berada di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini turun empat poin dari tahun 2021 dan merupakan penurunan paling drastis sejak 1995," ujar Deputi Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko dalam keterangan pers, Selasa (31/1/2023)
TII merilis IPK Indonesia 2022 mengacu pada delapan sumber data dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik pada 180 negara dan teritori.
Di Asia Tenggara, Singapura menjadi negara yang dinilai paling tidak korup dengan skor 83, diikuti Malaysia dengan skor 47, Timor Leste 42, Vietnam 42, Thailand 36, Indonesia 34, Filipina 33, Laos 31, Kamboja 24, dan Myanmar 23.
Sedangkan di tingkat global, Denmark menduduki peringkat pertama dengan IPK 90, diikuti Finlandia dan Selandia Baru dengan skor 87, Norwegia 84, Singapura dan Swedia 83, serta Swiss 82. Sementara posisi terendah ada Somalia dengan skor 12, Suriah dan Sudan Selatan 13, serta Venezuela 14.
"Dalam indeks kami tampak negara dengan demokrasi yang baik rata-rata skor IPK 70 dibandingkan negara yang cenderung otoriter maka tingkat korupsinya rata-rata 26," kata Wawan.
Wawan menyebut ada tiga data yang mendorong penurunan skor IPK Indonesia tersebut, yaitu Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide (korupsi dalam sistem politik, pembayaran khusus dan suap ekspor impor dan hubungan mencurigakan antara politikus dan pebisnis) turun menjadi 35 dari 48 pada 2021.
Selanjutnya, IMD World Competitiveness Yearbook (suap dan korupsi dalam sistem politik) turun lima poin dari 44 menjadi 39, serta indeks Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Asia Risk Guide turun menjadi 29 dari 32.
Â