Sukses

Kisah Tragis Lansia di Jakarta Timur, Terkurung di Rumah Anak hingga Dianiaya PRT

Lansia berusia 74 tahun ini akhirnya bisa keluar meninggalkan rumah anaknya di Utan Kayu, Jakarta Timur, setelah beralasan hendak memperbaiki gigi. Dia kemudian minta tolong ke adiknya.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang perempuan lanjut usia (Lansia) di Jakarta Timur dianiaya oleh pekerja rumah tangga (PRT). Kasus ini masih ditangani penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur.

Hedy L Syarifah Rachman (74) didampingi adik kandung, Edo Ardiyan AR, melaporkan kasus dugaan penganiayaan ini ke Polres Metro Jaktim pada 20 Januari 2023 lalu. Laporan tercatat dengan nomor: LP/B/183/I/2023/SPKT/Polres Metro Jakarta Timur/Polda Metro Jaya.

Kisahnya sungguh sangat menyayat hati. Di usia yang sudah senja dia harus mendapat perlakuan kasar dari orang yang tergolong lebih muda darinya. Nama pelaku diinisialkan M.

Nenek berusia 74 bersama adik kandungnya secara mendadak menemui awak media yang sedang duduk selonjoran di pelataran Balai Wartawan Polda Metro Jaya. Edo, kakak kandung, menyapa salah satu wartawan.

Awalnya mereka berdua bincang-bincang ringan saja. Bahkan, Edo berkali-kali menyunggingkan senyum. Namun, lama-lama agak serius. Edo memperlihatkan beberapa lembar kertas yang ditenteng sedari tadi.

Awak media tak tega melihat Edo berdiri. Usia juga terpaut jauh dengan awak media yang mendengarkan cerita. Serasa tak sopan. Apalagi, obrolan menyangkut suatu kasus.

Edo bersama Hedy duduk beralas ubin berkelir abu-abu. Ia, membaur bersama awak media. Hedy saat itu lebih banyak diam. Tak seperti kakak kandung yang tidak berhenti berbicara.

Cerita kelam Hedy L Syarifah bermula pada tahun 2020. Sejak ditinggal pergi suami, Hedy menumpang di rumah anaknya inisial AI di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur.

Selama itu, Hedy kerap menerima caci-maki dari anaknya. Hedy hanya bisa memendam dalam hati.

Namun, kali ini Hedy tak bisa lagi membendung kecewaan. Apalagi, perlakuan yang diterima sungguh sudah kelewatan.

Hedy saat itu sedang duduk bersimpuh di lantai. Di hadapannya, ada pekerja rumah tangga (PRT) yang juga duduk sambil menyetrika.

Tanpa diduga, PRT merenggut bahunya dan menghentakkan ke lantai hingga tersungkur ke depan. Pangkal bahu, lutut, dan pundaknya cedera. Bahkan, sakitnya masih terasa sampai sekarang.

"Bahu kakak saya direnggut langsung didorong ke depan ke lantai. Ini bagian wajah depan pada lebam. Bekas-bekas masih ada," kata Edo kepada wartawan, Senin (6/3/2023).

2 dari 3 halaman

Digembok dan Diawasi CCTV di Rumah Anak

Saban hari, Hedy meringis dan mengeluh kesakitan. Hedy sebenarnya sempat mengadukan ke anak dan menantunya. Namun, keluhannya tak pernah digubris dan sang anak terkesan acuh. Sejak saat itu, Hedy menjadi pendiam.

Hidupnya seperti terkekang. Pagar rumah digembok dan diawasi oleh CCTV serta Pekerja Rumah Tangga (PRT) termasuk yang malam itu menganiayanya. Hedy memikirkan cara untuk bisa lolos dari rumah. Tercetuslah sebuah ide.

Hedy beralasan akan memperbaiki gigi di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta. Kesempatan itu digunakan untuk minggat dari rumah anaknya.

Hedy menghubungi Edo untuk menjemputnya pada 18 Januari 2023. Edo menunggu di kantor pengadaian kawasan Utan Kayu.

Karena Hedy selalu mengeluh bahu kanannya sakit bak kesetrum, Edo membawanya ke Pukesmas Penggilingan untuk menjalani visum. Namun, pihak Pukesmas tak berkenan.

Edo memutar otak supaya kasus penganiayaan yang dialami kakak kandungnya jadi perhatian. Hari itu, Edo dan Hedy beranjak ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Perwakilan Komnas HAM menyambut baik dan menyarankan agar segera membuat laporan polisi.

"Alhamdulillah diterima baik sama Komnas HAM. Ini ada bukti dokumentasinya," kata Edo sambil menunjukkan foto.

Edo membawa Hedy mengungsi sementara di rumah miliknya. Edo bersama Hedy kemudian menyambangi Polres Metro Jaktim untuk membuat laporan.

 

3 dari 3 halaman

Polisi Sempat Ragu

Sambil mengoceh, Hedy meminta agar PRT yang menganiaya kakaknya ditangkap. Awalnya, penyidik ragu menerima laporan dari Hedy sebab penganiayaan sudah terjadi dua bulan lalu dan bekas luka pun hilang.

Namun, seorang Polwan iba melihat Hedy menangis kesakitan. Hedy dihampiri. Bahkan, si Polwan mengirimkan SMS ke nomor telepon si anak laki-laki yang dulu menampung Hedy. Tetapi, pesannya tak dibalas oleh si anak.

Beberapa menit kemudian, telepon berdering. Rupanya dari si anak. Polwan itu pun berbicara panjang lebar. Edo tak mendengar secara jelas. Namun, dari nada bicara si Polwan terlihat agak kesal dengan perlakuan si anak terhadap ibunya.

"Ibu Polwan berkata tegas dan tutup telepon, Ibu Polwan sebut Pasal 352 KUHP pada penyidik," ujar Edo.

Tak lama, anak dari Hedy datang ke Polres Metro Jaktim. Dua orang petugas meminta Hedy menemui anak dan menantunya. Sebab, si anak meminta persoalaan diselesaikan secara kekeluargaan.

Namun, Hedy tegas menolak. Bahkan, dia sesumbar lebih baik meninggal dunia ketimbang kembali tinggal bersama si anak.

"Dia bilang lebih baik ambil golok dan gorok leher saya, saya tidak akan menuntut," ujar Edo menirukan suara Hedy.

Tak muluk-muluk, Hedy hanya berharap kasusnya diusut tuntas. Pelaku penganiayaan mendapat ganjaran yang setimpal.

"Saya harap kasusnya selesai, pelakunya pun dihukum," kata Edo menandaskan.