Sukses

Periksa Plh Gubernur Papua, KPK Usut Pihak yang Pengaruhi Saksi Kasus Lukas Enembe

KPK menduga ada pihak yang mencoba memengaruhi saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Provinsi Papua yang menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada pihak yang mencoba memengaruhi saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Provinsi Papua yang menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe.

Dugaan itu diketahui saat tim penyidik memeriksa Plh Gubernur Papua yang juga Sekda Papua Ridwan Rumasukun. Ridwan diperiksa di Mapolda Papua pada Senin, 6 Februari 2023.

"Ridwan Rumasukun (Sekda Prov. Papua), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya pengaruh dari pihak tertentu sebelum maupun setelah memberikan keterangan di hadapan tim penyidik," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (7/2/2023).

Namun Ali enggan merinci identitas pihak yang diduga memengaruhi saksi dalam kasus ini.

Sementara saksi lainnya yang dijadwalkan diperiksa bersama Ridwan tak memenuhi panggilan alias mangkir. Mereka adalah Petugas ukur pada Kantor Pertanahan Jayapura Geraldo Da Rosario, Direktur PT Papua Karya Mandiri Frans Irwanto Sarasak.

Kemudian Justina Kmur dari PT Cahaya Rante Tondon, Septinus Mampor dari CV Skylander, Jan Erens Aninam dari CV Yehoya Jireh, Daniel RR Wambraum dari PT Papua Mekar Abadi, dan Moch Safroni pihak swasta.

"Para saksi tidak hadir dan masih dilakukan penjadwalan pemeriksaan kembali," kata Ali.

Diketahui, KPK menetapkan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar.

Selain itu, KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar. Bahkan, KPK menduga korupsi yang dilakukan Lukas Enembe mencapai Rp1 triliun.

2 dari 3 halaman

Awal Mula Kasus

Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.

Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.

3 dari 3 halaman

Jeratan Pasal

Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.