Liputan6.com, Jakarta - Sidang dugaan kasus pembunuhan terhadap Yosua Hutabarat alias Brigadir J akan akan memasuki babak akhir. Pelaku utama, Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo akan menghadapi sidang vonis yang dilangsungkan pada 13 Februari 2023.
Menarik mundur ke belakang, Tim Liputan6.com mencatat sejumlah hal yang menjadi perhatian publik selama persidangan. Berikut catatannya:
Baca Juga
1. Ferdy Sambo Mendapat Dua Dakwaan Sekaligus dari JPU
Advertisement
JPU telah mendakwa Ferdy Sambo, dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP yang menjerat para tersangka dimana hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," kata JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 17 Oktober 2022.
Sementara dalam dakwaan kedua yaitu obstruction of justice, Ferdy Sambo juga didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa.
2. Beda Perintah Sambo dan Eliezer Soal Ihwal Menembak
Hingga ujung persidangan, saat Sambo membacakan nota pembelaan atau pledoi, eks Kadiv Humas Polri ini tetap berpegang teguh pada keyakinannya dengan tidak pernah memberikan perintah menembak kepada bawahannya, Bharadara Richard Eliezer. Menurut Sambo, perintah yang disampaikan adalah hajar.
"Namun seketika itu juga terlontar dari mulut saya 'hajar Chad, kamu hajar Chad.' Richard lantas mengokang senjatanya dan menembak beberapa kali kearah Yosua, peluru Richard menembus tubuhnya, kemudian menyebabkan Yosua jatuh dan meninggal dunia," terang Sambo saat sidang pledoinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 24 Januari 2023.
"Kejadian tersebut begitu cepat, 'stop berhenti' saya sempat mengucapkannya berupaya menghentikan tembakan Richard dan sontak menyadarkan saya bahwa telah terjadi penembakan oleh Richard Eliezer yang dapat mengakibatkan matinya Yosua," sambung Sambo.
Berbeda dengan penyampaian Eliezer. Menurut dia, apa yang disampaikan Sambo adalah menembak.
"Terus melirik ke saya 'woy kau tembak, kau tembak cepat, cepat kau tembak', saya langsung keluarkan senjata, langsung saya tembak yang mulia," ucap Eliezer saat menceritakan momen tersebut di muka persidangan.
Advertisement
3. Poligraf Ferdy Sambo Terindikasi Berbohong
Hasil uji lie detector atau alat pengetes kebohongan Ferdy Sambo terungkap di pengadilan. Terungkap, mantan Kepala Divisi Propam Polri itu berbohong ketika ditanya penyidik Tim Khusus Polri, apakah dia menembak Brigadir J atau tidak.
Hasil lie detector itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada awalnya menanyakan soal hasil pemeriksaan Poligraf tersebut."Saudara saksi, pernah saudara diperiksa dengan alat poligraf?" tanya JPU.
"Pernah," jawab Sambo.
"Di dalam pertanyaan di poligraf, sodara ditanyakan apakah saudara melakukan penembakan terhadap Yosua, jawaban saudara apa?" tanya JPU kembali.
"Tidak," ujar Sambo.
Kemudian dari jawaban Sambo yang mengaku tidak pernah, JPU lalu memancing Sambo untuk membeberkan hasil lie detector tersebut dengan hasil tidak jujur atau berbohong.
"Sudahkah hasilnya saudara ketahui?" tanya JU.
"Sudah," singkat Sambo.
"Apa?" tanya JPU kembali.
"Tidak jujur," timpal Sambo.
4. Ferdy Sambo Ceritakan Istrinya Diperkosa Brigadir J
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo duduk sebagai saksi terhadap Terdakwa Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal dan Richard Eliezer alias Bharada E dalam kasus pembunuhan Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
Kepada Majelis Hakim, Sambo menyampaikan, bagaimana detik-detik Putri Candrawathi, istri dari Sambo menceritakan kejadian dugaan kekerasan seksual yang menimpanya di Magelang.
“Kamu mau cerita apa? Lalu kami bertemu di lantai 3 dan istri saya mulai menangis,” kata Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).
Sambo lalu menyampaikan, bahwa istrinya telah diperkosa. Insiden tersebut terjadi usai dirinya pulang dari Magelang pada 7 Juli 2022. Putri yang tengah beristirahat kemudian dikejutkan dengan kehadiran Yoshua yang sudah berada di dalam kamar.
“Waktu itu istri saya tidur dan tiba-tiba Yoshua sudah ada di kamar. Yoshua melakukan perkosaan kepada istri saya dan melakukan pengancaman terhadap istri saya, saya tidak kuat mendengar istri saya, saya emosi dan saya tidak bisa berkata-kata, dia terus menangis, dia juga kaget kenapa Yoshua bisa begitu ke istri saya,” urai Sambo.
Sambo menyatakan, insiden tersebut menjadi pukulan berat sebagai pejabat Polri. Dia pun lalu mengonfirmasi hal tersebut kepada sejumlah ajudannya yang mendampingi sang istri di Magelang. Namun tidak ada satu pun ajudan yang mengetahui insiden tersebut. Sayangnya, tidak ada satu pun ajudan yang mengaku tahu soal peristiwa tersebut. Kecuali pengakuan sepihak dari Putri sendiri.
Advertisement
5. Ferdy Sambo Mengganti Judul Pledoi
Saat itu Ferdy Sambo mengaku hanya bisa pasrah atas kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang membuat dirinya menjadi pesakitan.
Kepasrahannya itu dituangkan dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan hukuman pidana seumur hidup yang awalnya akan diberikan judul 'Pembelaan yang Sia-Sia'.
"Majelis hakim yang mulia, jaksa penuntut umum, dan penasihat hukum yang terhormat, nota pembelaan ini awalnya hendak saya beri judul 'Pembelaan yang Sia-Sia', karena di tengah hinaan, caci-maki, olok-olok serta tekanan luar biasa dari semua pihak," kata Sambo membacakan pleidoinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 24 Januari 2023.
Hal itu bukan tanpa sebab, menurut Sambo, judul itu diberikan karena sejak awal kasus kematian Brigadir J bergulir, mantan Kadiv Propam Polri ini merasa dia dan keluarga telah mendapatkan berbagai cacian dan makian hingga membuatnya putus asa dan frustasi.
"Sejak awal saya ditempatkan sebagai terperiksa dalam perkara ini, beragam tuduhan telah disebarluaskan di media dan masyarakat. Seolah saya adalah penjahat terbesar sepanjang sejarah manusia," ujar Sambo.
Namun Sambo percaya, dirinya masih memiliki harapan dalam memperjuangkan keadilan atas nama keluarga. Oleh karena itu, judulnya pledoinya pun berubah menjadi ‘Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan"