Sukses

Setitik Cahaya Harapan di Balik Puing-Puing Gempa Turki: Dua Saudara Selamat Usai Terperangkap Reruntuhan Apartemen

Merve (24) dan Irem (19) terjebak di bawah puing-puing apartelan lantai lima selama dua hari yang terasa lama. Tim penyelamat pun berupaya selamatkan di tengah gempa susulan di Turki.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah regu penyelamat berpacu dengan waktu menyelamatkan korban yang masih selamat di bawah reruntuhan bangunan akibat gempa Turki magnitudo 7,8 pada Senin, 6 Februari 2023, selalu ada harapan.

Hal ini juga terjadi saat tim penyelamat berupaya menyelamatkan dua saudara perempuan yang terperangkap hidup-hidup di bawah tumpukan puing. Saat itu tim penyelamat sedang mencari dua saudara perempuan yang menurut para penyintas lainnya terperangkap hidup-hidup di bawah tumpukan puing-puing apartemen. Demikian dikutip dari BBC, Senin, (13/2/2023).

Merve (24) dan Irem (19) terjebak di bawah reruntuhan apartemen lima lantai di Antakya, Turki Selatan yang rata dengan gempa. Sudah dua hari, tetapi bagi mereka hari-hari itu terasa seperti berminggu-minggu.

“Merve! Irem:Merve! Irem,” teriak relawan Mustafa Ozturk, dikutip dari BBC.

Dengan perangkat sensitif, mereka mendengarkan respons apa pun. Semua orang membeku untuk antisipasi.  Kemudian, menerobos, "Irem sayangku, aku dekat denganmu, kamu dengar aku,” ujar Mustafa.

Sekelompok anak perempuan juga turut menunggu saat penyelamatan tersebut. “Kamu hebat!Sekarang kami tetap tenang dan jawab aku. Ah ok, itu Merve. Merve sayang, jawab saja pertanyaanku,” ujar dia.

“Ini Rabu. Tidak!Kamu tidak terjebak selama 14 hari. Beri kami waktu lima menit, kamu akan keluar,” ujar Mustafa.

Mustafa tahu itu akan memakan waktu berjam-jam, tetapi memberitahukan kalau jika mereka kehilangan harapan, mereka mungkin tidak akan selamat.

Merve dan Irem mulai bercanda dan tertawa bersama. Koresponden BBC,Nafiseh Kohnavard bisa melihat senyum lebar di wajah Mustafa. “Jika mereka memiliki ruang, mereka mungkin akan menarik” ujar dia.

Menurut perhitungan tim penyelamat, jaraknya 2 meter untuk mencapai kedua bersaudara itu. Namun, Komandan Tim Penyelamat Hasan Binay menuturkan menggali terowongan ke dalam beton adalah operasi yang sangat rumit. “Satu langkah yang salah dapat menyebabkan bencana,” ujar dia.

Buldoser pun diminta untuk mengangkat dan menahan beton tebal untuk menghentikan runtuhnya bangunan saat mulai menggali. “Gadis-gadis, kami akan memberimu selimut,” ujar dia kepada dua saudara perempuan itu.

2 dari 4 halaman

Gempa Susulan Sempat Ganggu Penyelamatan

Ia juga mengatakan untuk tidak mengkhawatirkan tim penyelamat. Mustafa mengatakan tim penyelamat tidak lelah dan kedinginan. Mustafa menuturkan, hal itu lantaran Merve khawatir dengan situasi penyelamat. Saat itu, pukul 20.30 waktu setempat dan cuaca sangat dingin. Daerah ini memiliki salah satu musim dingin yang terdingin. Para tim penyelamat mulai menggali dan membuang puing-puing dengan tangan kosong.

Namun, setelah beberapa jam mereka merasakan tanah tiba-tiba bergetar. Ini adalah gempa susulan yang kuat. Operasi harus dihentikan dan meninggalkan gedung yang hancur.

“Ada kenyataan brutal di sini. Keselamatan  tim kami adalah yang utama,” ujar Hasan.

Setelah 30 menit, Mustafa dan tiga penyelamat lainnya kembali ke tempat mereka menggali. “Jangan takut. Percayalah, kami tidak akan meninggalkanmu di sini. Aku akan membawamu keluar dan kamu akan membawa kami makan siang yang enak,” ujar Mustafa.

Penyelamatan itu hingga mencapai tengah malam dan penggalian telah dilanjutkan. Tim hampir tidak tidur selama berhari-hari. Tim berkumpul di sekitar api kecil di samping gedung. Sesekali terdengar teriakan “sessizlik”, artinya hening. Lampu padam, gelap gulita sekarang. Mereka membuat lubang kecil di beton untuk melihat apakah gadis-gadis itu bisa melihat cahaya yang berasal dari obor Mustafa.

“Merve!Irem! apakah kamu melihat cahanya?oke, sempurna. Sekarang saya mengirim kamera kecil ke bawah. Begitu kamu melihatnya, beri tahu saya dan saya akan memberi tahu kamu apa yang harus dilakukan,” ujar dia.

3 dari 4 halaman

Dua Gadis Itu Berada Dekat dengan Tubuh Sang Ibu

Ini adalah momen kegembiraan bagi semua orang. Hasan bergabung dengan timnya untuk melihat gadis-gadis di layar kecil yang terhubung ke kamera night visionnya. Mereka melihat Irem dan Merve.

"Kamu sangat cantik. Jangan terlalu banyak bergerak. Irem menarik kameranya agar kita bisa melihat Merve dengan lebih baik,” ujar dia.

Di layar, tim melihat Irem sedang tersenyum. Untungnya ada cukup ruang bagi mereka di antara beton yang menjebak mereka. Kelegaan membanjiri wajah semua orang. Gadis-gadis itu terlihat sehat dan setidaknya Irem memiliki ruang untuk menarik dirinya keluar jika membuat lubang lebih besar. Namun, tim segera terlihat khawatir. Merve menberitahukan kalau mulai merasakan kedinginan dan ada sesuatu yang berat di kakinya.

Petugas medis khawatir, apakah kaki merve menderita gangrene?atau apakah ini gejala pertama hipotermia. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 05.00 waktu setempat. Terowongan itu cukup besar untuk dimasuki oleh anggota tim yang paling kurus. Tim penyelamat sempat meraih dan memegang tangan Irem beberapa saat.

“Tubuh ibu kami mulai bau, dan kami tidak bisa bernafas dengan benar,” ujar Irem kepada penyelamat.

Gadis-gadis itu telah berbaring di samping ibu mereka yang telah meninggal berhari-hari. Ini mengejutkan.

Hasan meminta salah satu teman Merve yang masih menunggu, stress, dan diam untuk menunjukkan kepada mereka foto gadis-gadis itu. Mereka mencoba memperkirakan lebar yang dibutuhkan untuk membuat lubang.

“Sempurna, kita bisa membawa mereka keluar,”

4 dari 4 halaman

Tim Penyelamat Berhasil Selamatkan Merve dan Irem

Tim medis bersiap dengan selimut termal dan tandu. Semua orang bersemangat. Saat itu pukul 06.30. Irem datang lebih dahulu. Dia tertawa dan menangis pada saat bersamaan. “Tuhan memberkatimu. Tolong bawa Merve keluar juga. Tolong,” ia memohon kepada penyelamat.

“Merve akan menyusul. Aku berjanji,” ujar Hasan kepada Irem.

Namun, mengeluarkan Merve membutuhkan waktu 30 menit lagi yang menegangkan. Mereka perlu membebaskan kakinya dari bawah beton tanpa menyakitinya. Operasi berhasil.

Begitu Merve keluar, semua orang mulai bertepuk tangan dan bersorak. Nafiseh mendengarkan Merve berteriak kesakitan tetapi lalu bertanya: “Apakah saya benar-benar hidup?”.

“Iya, kamu sayang,” jawab Mustafa sambil tersenyum.

Teman-teman yang berada saat penyelamatan sepanjang malam mulai teriak sambil menangis. “Merve!Irem! Kami di sini. Jangan takut,”

Dua saudara perempuan itu dimasukkan ke dalam ambulans dan dipindahkan ke rumah sakit lapangan.

Setelah momen menyenangkan ini, datanglah momen yang mengerikan. Ini panggilan terakhir. “Jika ada yang mendengarku, tanggapi. Jika kamu tidak menjawab, coba sentuh tanah,”

Hasan mengulangi, memohon dari sudut yang berbeda. Kemudian sayangnya, dengan semprotan merah dia tandai di atas beton, menulis kode agar tim penyelamat lain tidak menggeledah gedung.

“Menyelamatkan manusia adalah perasaan yang indah, tapi kami berharap tidak ada kematian,” ujar dia.

Saat ditanya, apakah Hasan akan makan siang dengan Merve dan Irem. Ia tersenyum. “Saya harap suatu hari kitab isa. Tapi yang paling penting adalah mereka masih hidup dan berada di tangan yang baik sekarang,” ujar dia.