Sukses

3 Tanggapan Pengamat Jelang Vonis Ferdy Sambo di Kasus Pembunuhan Brigadir J

Terdakwa Ferdy Sambo pada hari ini, Senin (13/2/2023) menjalani sidang putusan kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Ferdy Sambo pada hari ini, Senin (13/2/2023) menjalani sidang putusan kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Tak hanya Ferdy Sambo, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) juga akan menggelar sidang vonis terhadap empat terdakwa lainnya dalam waktu yang berbeda-beda.

Sementara untuk hari ini, Senin (13/2/2023), sidang vonis kasus pembunuhan berencana Brigadir J digelar untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Kemudian sidang vonis terdakwa Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma'ruf digelar pada Selasa, 14 Februari 2023. Sedangkan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, sidang putusan digelar pada Rabu, 15 Februari 2023.

Jelang sidang vonis terdakwa Ferdy Sambo, sejumlah pengamat menyampaikan pendapatnya. Salah satunya pengamat hukum dari Universitas Nasional (Unas) Ismail Rumadan.

Menurut Ismail, meski Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya dengan hukuman seumur hidup, bisa saja Ferdy Sambo mendapat hukuman lebih berat. Salah satunya karena yang bersangkutan merupakan penegak hukum.

"Justru bagi seorang penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana, hukumannya malah harus diperberat dengan tambahan 1/3 hukuman lebih berat dari pidana pokoknya," ucap Ismail saat dihubungi di Jakarta, Minggu 12 Februari 2023.

Menurut dia, jika mempertimbangkan asas keadilan dari perspektif korban dan posisi terdakwa selaku pejabat penegak hukum yang diberikan kewenangan untuk menjaga dan melindungi serta mengawasi proses penegakan hukum oleh aparat kepolisian, hukuman lebih berat seperti vonis mati bisa setimpal.

Selain itu, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra menilai, putusan Ferdy Sambo akan menunjukkan kualitas hakim.

Berikut sederet tanggapan pengamat jelang sidang vonis terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dihimpun Liputan6.com:

2 dari 4 halaman

1. Pakar Psikologi Forensik

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyebut majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) harus menjatuhkan vonis yang berat terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo demi menjaga integritas Mahkamah Agung (MA) di mata masyarakat.

Menurut Reza, selama ini masyarakat sudah yakin Ferdy Sambo dan sang istri, Putri Candrawathi bersalah dalam pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Dunia sudah sangat yakin bahwa Sambo adalah biang kerok peristiwa ini. Banyak yang juga menempatkan Putri pada posisi itu. Khalayak bahkan lugas ingin Sambo dihukum mati. Bayangkan jika nantinya majelis hakim menghukum ringan Sambo. Lalu dilakukan survei untuk mengukur sikap publik. Bisa dipastikan Mahkamah Agung akan sangat negatif di mata masyarakat," ujar Reza kepada Liputan6.com, Minggu 12 Februari 2023.

Dia menuturkan, dunia peradilan kini tengah mendapat sorotan buruk dari masyarakat, apalagi pasca tertangkapnya dua hakim agung MA oleh KPK. Setidaknya, dengan vonis tinggi terhadap Sambo bisa memperbaiki sorotan dari masyarakat terhadal dunia peradilan.

"Karena itulah, putusan hakim harus memuat hukuman berat, bahkan terberat bagi Sambo. Di situlah nantinya putusan dihasilkan sebagai instrumen untuk mengamankan reputasi Mahkamah Agung," Reza menambahkan.

Selain itu, Lanjut dia, putusan terhadap Ferdy Sambo ini bisa menjadi modal bagi hakim PN Jaksel berkarier di Mahkamah Agung (MA). Reza berpandangan semua hakim menginginkan menjadi hakim agung.

"Hakim tentu ingin menjadi hakim agung. Termasuk Hakim Wahyu, Hakim Morgan, dan Hakim Alimin. Agar bisa mencapai posisi itu, mereka harus punya portofolio yang impresif berupa putusan emas. Nah, kalau majelis hakim nanti sanggup menjatuhkan hukuman maksimal terhadap Sambo, sekiranya dia divonis bersalah, maka naskah putusan mereka itu nanti akan menjadi aset untuk bersaing ke kursi hakim agung," jelas dia.

 

3 dari 4 halaman

2. Pengamat Hukum Universitas Nasional (Unas)

Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo akan menghadapi vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin 13 Februari 2023. Semua menanti akan keputusan majelis hakim.

Meski Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya dengan hukuman seumur hidup, bisa saja yang bersangkutan mendapat hukuman lebih berat. Salah satunya karena yang bersangkutan merupakan penegak hukum.

"Justru bagi seorang penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana, hukumannya malah harus diperberat dengan tambahan 1/3 hukuman lebih berat dari pidana pokoknya," ucap pengamat hukum dari Universitas Nasional (Unas), Ismail Rumadan, saat dihubungi di Jakarta, Minggu 12 Februari 2023.

Menurut dia, Jika mempertimbangkan asas keadilan dari perspektif korban dan posisi terdakwa selalu pejabat penegak hukum yang diberikan kewenangan untuk menjaga dan melindungi serta mengawasi proses penegakan hukum oleh aparat kepolisian, hukuman lebih berat seperti vonus mati bisa setimpal.

"Menjatuhkan vonis hukum mati kepada terdakwa adalah vonis yang sangat tepat dan setimpal dengan tingkat kejahatan yang dilakukan," jelas Ismail.

Selain itu, dia sepakat jika seseorang yang mendapatkan seumur hidup atau hukuman mati, tak ada hal yang meringankannya sebagaimana sesuai tuntutan jaksa. "Iya, benar (tak ada yang meringankan)," jelas dia.

 

4 dari 4 halaman

3. Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti

Menurut Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra, putusan Ferdy Sambo akan menunjukkan kualitas hakim. Selain itu, juga menjadi momentum bagi hakim untuk menunjukkan marwah peradilan.

"Hakim sebagai tiang utama penegakan hukum dan menjaga kewibawaan peradilan, harus berani menjatuhkan hukuman yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa, mengingat dalam hukum pidana bagi pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya yang melakukan kejahatan apalagi dalam hal ini berani merekayasa sebuah kejadian pidana , berupaya menghilangkan barang bukti jelas ini adalah kejahatan serius dan semestinya mendapat ancaman lebih berat," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Minggu 12 Februari 2023.

Dia menjelaskan, hakim dalam kasus ini dapat pula mempergunakan keterangan terdakwa di luar persidangan VidePasal 189 ayat 2 KUHAP, misal keterangan Ferdy Sambo yang tidak membantah pada sidang etik kepolisian termasuk fakta yang ditemukan oleh Tim Sus, dimana dia tidak membantah semua kesaksian puluhan anggota kepolisian ditingkat pemeriksaan Tim Sus, termasuk pula Kapolri yang dibohongi sejak awal olehnya dikarenakan fakta yang disembunyikan.

Padahal di lain sisi, Ferdy Sambo membuat surat permintaan maaf pada institusi atas perbuatannya.

"Ditambah dengan keterangan FS di persidangan yang berbelit belit sehingga menyulitkan dalam persidangan yang ini sangat bertentangan dengan nota pembelaan (pledoi) yang minta dibebaskan , seolah tidak ada perbuatannya. Jadi ini sangat bertentangan dengan hasil pemeriksaan Timsus Mabes Polri, semestinya pembelaannya haruslah ditolak dan dikesampingkan," ujar dia.

Karena itu, Azmi menegaskan, hakim jangan terbelenggu pada konsep keadilan prosedural. Hakim dalam perkara ini seharusnya berani bersikap progresif menemukan hukum, melihat lebih dominan faktor memberatkan atas perbuatan Ferdy Sambo bukan malah menyerah pada sifat prosedural hukum.

"Sehingga putusan hakim semestinya mencerminkan rasa keadilan rakyat terutama bagi keluarga korban bukan pula mengesampingkan rasa keadilan masyarakat," dia menandaskan.