Sukses

HEADLINE: Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal Divonis Berat, Penuhi Rasa Keadilan?

Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara sementara Ricky Rizal 13 tahun penjara.

Liputan6.com, Jakarta - Kuat Ma'ruf terkejut mendengar vonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mevonisnya 15 tahun penjara atas kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriyansah Josua Hutabarat. Bak disambar petir di siang bolong, vonis berat itu nyaris dua kali lipat dari tuntutan jaksa. 

Kuat yang mendengar vonis sambil berdiri tegak, tidak bergeming. Bukan hanya Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal pun tak bergeming ketika hakim membacakan vonis 13 tahun penjara kepadanya, lebih ringan ketimbang Kuat Ma'ruf. Sepanjang persidangan, Ricky Rizal hanya menunjukkan wajah yang datar.

Dengan divonisnya 2 terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J yang hukumannya dua kali lipat dari tuntutan jaksa ini, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai bahwa hakim telah menyerap rasa keadilan dalam masyarakat. Diketahui bahwa masyarakat berharap hakim memberikan putusan yang adil untuk keluarga Brigadir J dengan memberikan vonis yang berat.

"Itulah rasa keadilan dalam masyarakat yang ditangkap oleh majelis hakim," kata Fickar kepada Liputan6.com.

Fickar mengatakan, dalam memutuskan sebuah perkara, hakim memiliki pertimbangan dan keyakinan sendiri yang tak terikat dengan tuntutan jaksa maupun pembelaan pengacara terdakwa. Sehingga, bukan hal yang mustahil jika putusan hakim jauh lebih berat ketimbang tuntutan jaksa.

Fickar mengatakan, bahwa hakim memiliki kewenangan dalam memutuskan vonis terhadap terdakwa sejauh tidak melebihi ancaman hukuman maksimal yang diatur dalam pasal yang didakwakan. Namun, para terdakwa juga dapat melakukan upaya hukum banding jika merasa bahwa vonis hakim terlalu berat.

Sementara Pakar Hukum Pidana Yenti Ganarsih menilai, vonis lebih berat yang dijatuhkan kepada para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat adalah langkah tepat dan sudah memenuhi rasa keadilan dari masyarakat.

“Iya sudah (penuhi rasa keadilan), saya apresiasi sekali ya. Dari awal sudah kelihatan ke arah putusan yang terberat,” kata Yenti saat dihubungi, Selasa (15/2/2023).

Yenti mengapresiasi majelis hakim PN Jakarta Selatan dan mengaku heran dengan pertimbangan para jaksa penuntut yang justru menuntut lebih ringan.

“Yang aneh adalah tuntutan jaksa, menggebu-gebu kok tiba-tiba kayak gitu. Tapi alhamdulillah hakimnya tegas. InsyaAllah hakimnya bisa dipercaya dan sesuatu yang memberi harapan bahwa hukum di Indonesia bisa dipercaya, bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah tapi juga ke atas. Mudah-mudahan ini titik balik hakim-hakim di pengadilan itu betul-betul sama di depan hukum,” kata Yenti.

Yenti menegaskan, justru karena Ferdy Sambo memiliki jabatan tinggi maka sudah seharusnya ia dihukum lebih berat, bukan jabatannya membuat hukumnya diringankan. 

“Kalau pelaku punya jabatan harusnya lebih berat, harus begini. Bukan yang selama ini didengung-dengungkan bahwa kondisi dia sudah bekerja baik, berprestasi kan aneh. Bahwa ia berpretasi yang karena memang jabatannya tugasnya, dan tapi memang ia melakukan kejahatan jadi jangan lagi jadi pertimbangan. Sesuai pasal 52 yunto pasal 592 KUHP, kalau keadaannya pejabat hatus lebih berat sepertiga,” tegasnya.

Sementara itu, menurut Pakar Hukum Pidana Mudzakir, alasan majelis hakim lebih berani memberi hukuman berat karena terdakwa memang terbukti secara sah bersalah.

“Karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Dan terdakwa telah bantah dan membuat alibi tetapi bantahan dan alibi terdakwa lemah dan tidak meyakinkan hakim,” kata dia.

Selain itu, Mudzakir menyebut kasus ini telah menjadi perhatian publik sehingga keputusan hakim sangat berpengaruh. 

“Kasus ini memperoleh perhatian publik yang sangat luas yang berarti pengaruh putusan sangat luas. Hakim akan mempertimbangkan dampak putusannya pada masyarakat yang greget agar terdakwa dijatuhkan pidana yang berat karena berbelit dalam sidang dan pernah rekayasa kasus,” pungkasnya.

Dianggap Menghendaki Kematian Yosua

Dalam amarnya, Hakim menyatakan Kuat Ma'ruf telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Kuat dinilai telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana," pungkas Wahyu.

Majelis Hakim membeberkan sejumlah pertimbangan-pertimbangan yang diyakini telah terbukti dari rangkaian jalannya persidangan. Salah satunya, hakim meyakini Kuat Ma'ruf telah menghendaki sekaligus telah menunjukkan unsur kesengajaan sebagai maksud menghilangkan nyawa Yosua Hutabarat di Rumah Dinas Duren Tiga nomor 46.

"Menimbang bahwa dari uraian pertimbangan di atas Majelis Hakim berpendapat unsur dengan sengaja telah terbukti secara hukum, unsur dengan rencana terlebih dahulu," kata hakim.

Kemudian, hakim juga membeberkan bagaimana soal meeting of mind atau persamaan kehendak antar pelaku, termasuk Kuat Ma'ruf dilakukan.

"Meeting of mind atau persamaan kehendakan antara pelaku satu dan yang lain sesuai perannya masing-masing bukan berarti harus ada pertemuan rapat bersama dan bersepakat menghilangkan nyawa korban akan tetapi para pelaku sesuai perannya masing-masing memiliki maksud dan tujuan yang sama dalam hal ini adalah meninggalnya korban dipandang sebagai adanya meeting of mind," kata hakim.

Hakim pun menimbang sebagaimana fakta persidangan di Rumah Saguling 3, saksi Ferdy Sambo, Putri, Richard, Ricky dan Kuat Ma'ruf sudah mengetahui korban Yosua Hutabarat akan dihilangkannya nyawanya di Rumah Duren Tiga.

Alhasil hal itu terbukti benar, akhirnya korban Yosua meninggal dunia akibat perbuatan para pelaku dengan perannya masing-masing.

"Menimbang bahwa Terdakwa perannya sudah dimulai dan diketahui sejak adanya pertemuan antara Ferdy Sambo ketika diajak ke lantai tiga oleh Putri, dihubungkan dengan kejadian di Magelang karena Terdakwa sudah tidak suka dengan Yosua dan Terdakwa ikut ke rumah dinas duren tiga dengan Putri, Richard," jelas hakim.

Dalam amar putusannya, Hakim menyampaikan hal-hal yang memberatkan dalam pertimbangan untuk menjatuhkan vonis terhadap Terdakwa Kuat Ma'ruf. 

Hakim menilai Kuat tidak sopan di muka majelis selama persidangan. Serta kerap berbelit saat menyampaikan pengakuannya kepada para hakim.

"Terdakwa tidak sopan dalam persidangan. Berbelit-belit dalam persidangan sehingga menyulitkan jalannya persidangan, terdakwa tidak mengakui salah dan memposisikan diri sebagai orang yang tidak tahu dalam perkara ini. Terdakwa tidak menyesali perbuatannya," urai hakim.

Sementara itu, hal yang meringankan pada diri terdakwa Kuat Ma'ruf. "Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga," lanjutnya.

Ricky Rizal Terlibat Sejak Awal

Sementara hakim menilai, perbuatan Ricky memenuhi unsur kesengajaan dalam ikut menghilangkan nyawa Brigadir J.

"Sikap terdakwa tidak lain dan tidak bukan bahwa terdakwa telah menghendaki serta mengetahui sekaligus menunjukkan adanya kesengajaan khususnya sebagai maksud menghilangkan nyawa korban Yosua di Rumah Dinas Duren Tiga," kata hakim.

"Menimbang bahwa dari uraian di atas majelis hakim berpendapat unsur kedua dengan sengaja telah terbukti secara hukum," lanjut dia.

Hakim menjelaskan, kesengajaan Ricky dalam upaya penghilangan nyawa Yosua berawal dari keterlibatannya di rumah Magelang. Saat itu, Ricky mengetahui adanya keributan antara Kuat Ma'ruf dan Yosua. Namun, menurut hakim, hanya senjata milik Yosua yang diamankannya, sedangkan pisau yang digunakan Kuat saat cekcok dengan Yosua tidak ikut diamankan.

"Terdakwa Ricky mengamankan senjata korban Yosua tetapi tidak ikut mengamankan pisau saksi Kuat," kata hakim.

Tidak hanya sampai di situ, kesengajaan terjadi saat rombongan Magelang tiba di Rumah Saguling. Saat itu, Ricky diberitahu Ferdy Sambo untuk menembak Yosua namun hal itu tidak berusaha ditahan justru menurut perintah Sambo untuk memanggil Richard usai perintah Sambo ditolaknya.

"Terdakwa tidak berani karena tidak kuat mental, karena itu terdakwa memanggil Richard atas suruhan Ferdy Sambo," urai hakim.

Kesengajaan terakhir adalah saat Ricky diminta menjaga gerak-gerik korban Yosua usai bergerak ke rumah dinas di Duren Tiga. Padahal, menurut hakim, Ricky tidak menjalani tes PCR oleh karena itu keberadaan dia di rumah tersebut tidak lain adalah untuk mendukung skenario penembakan terhadap Yosua.

"Terdakwa ikut ke Rumah Duren Tiga untuk isoman padahal tidak ikut PCR, di Duren Tiga Terdakwa mengawasi gerak gerik korban Yosua atas suruhan Ferdy Sambo. Terdakwa bersama Kuat ikut menghadapkan korban Yosua ke Ferdy Sambo. Posisi terdakwa berdiri di lapisan ke dua bersama Kuat untuk menutup jalan keluar korban Yosua," hakim menandasi.

Sementara hal yang memberatkan Ricky Rizal, yakni Ricky Rizal berbelit-belit selama memberikan keterangan dalam sidang kasus pembunuhan Brigadir J.

Majelis hakim juga menganggap Ricky Rizal telah mencoreng nama baik kepolisian dengan perbuatannya tersebut. Atas hal itulah, majelis hakim menjatuhkan vonis 13 tahun penjara.

Di sisi lain, ada dua hal yang meringankan Ricky Rizal yaitu ia masih muda serta masih memiliki tanggungan keluarga. Ricky Rizal sendiri tampak tak terlalu banyak berbicara usai vonis yang dijatuhkan pada dirinya.

 

2 dari 3 halaman

Tak Berniat Membunuh Yosua

Kuat Ma'ruf mengaku akan banding setelah mendengar vonis majelis hakim, "Banding, saya akan banding," singkat Kuat usai persidangan.

Kuat beralasan, banding perlu dilakukan karena dirinya bukanlah pembunuh apalagi ikut merencanakan pembunuhan berencana terhadap Yosua seperti apa yang disampaikan oleh keyakinan hakim.

"Karena saya tidak membunuh dan saya tidak berencana (membunuh)," Kuat memungkasi.

Pengacara Kuat Ma'ruf, Irwan Irawan merasa apa yang disampaikan hakim soal hal memberatkan itu mengada-ada. Dia pun tidak terima mengapa kliennya disebut tidak sopan padahal selama jalannya persidangan selalu menjalankan etika persidangan dengan baik.

"Ini adalah hal yang mengada-ada, klien kami dianggap tidak sopan sepanjang mengikuti persidangan," heran Irwan.

Karena alasan itu, Irwan mengaku siap melakukan upaya banding atas vonis 15 tahun penjara terhadap kliennya.

"Ya kami menyatakan kami akan banding atas putusan ini," Irwan menandasi.

Sementara Ricky Rizal mengaku tak pernah berniat membunuh Yosua dan tak pernah mengetahui tentang rencana pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo. 

"Saya tidak pernah mempunyai niat dan kehendak untuk membunuh Yosua dan saya juga tidak pernah mengetahui tentang pembunuhan berencana ini," kata Ricky di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/2/2023).

Soal proses hukum berikutnya, yakni upaya banding, Ricky menyerahkan hal tersebut ke tim penasehat hukumnya.

"Untuk proses berikutnya saya serahkan ke tim penasehat hukum," jelas dia sambil kembali ke ruang tahanan.

Secara terpisah tim penasehat hukum Ricky, Erman Umar menegaskan akan melakukan upaya banding terhadap vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap kliennya.

"Banding ya akan banding," jelas dia sambil mendampingi Ricky ke luar ruang sidang.

3 dari 3 halaman

Mukjizat Tuhan

Rosti Simanjuntak, ibunda Brigadir J mengaku sangat bersyukur atas vonis hakim terhadap Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal. Rosti pun berterimakasih kepada hakim, JPU dan masyarakat Indonesia yang memperjuangkan keadilan untuk putranya, Yosua.

"Kami percaya hakim perpanjangan tangan Tuhan jadi vonis yang diberikan hakim kami berterimakasih atas mukjizat Tuhan, dengan pasal 340 jadi hukuman yang diberikan hakim kami mendapat kelegaan," kata Rosti.

Rosti mengatakan bahwa hakim adalah utusan Tuhan yang dapat memberikan keadilan.

"Kami percaya dari awal bahwa hakim adalah utusan Tuhan di muka bumi ini untuk dapat memberikan keadilan dan hukuman seadil-adilnya untuk terdakwa," kata dia.

Sebelumnya, ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat berharap Ricky Rizal dan Kuat seyogyanya dijatuhi vonis sesuai dengan pasal 340. Artinya, pasal tersebut akan sama dengan apa yang dijatuhkan kepada dua terdakwa sebelumnya, yaitu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

“Kiranya majelis hakim dapat menjatuhkan Pasal 340 terhadap semua terdakwa dan atas perpanjangan tuhan dapat memberikan keadilan kepada kita,” kata Samuel.

Rosti menambahkan, bila nanti semua terdakwa sudah dijatuhi hukuman oleh hakim, maka sudah seharusnya nama baik dari almarhum sang anak dapat dipulihkan. Sebab, hal itu tidak semata menyangkut nama baik almarhum semasa hidup namun juga keluarga besar yang ditinggalkan.

“Kami sebagai keluarga, saya sebagai ibunda mengerti karakter dan anak saya, saya mengharapkan pemulihan harkat dan martabat anak saya, kami mengharapkan pemilihan nama baik almarhum dan keularga,” harap dia.