Sukses

Periksa Dua Saksi, KPK Duga Bambang Kayun Gunakan Uang Hasil Korupsi Untuk Investasi

KPK menjerat Bambang Kayun dijerat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM) yang ditangani Mabes Polri.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga AKBP Bambang Kayun Bagus Panji Sugiharto menggunakan uang hasil suap dan gratifikasi untuk investasi dan membeli aset.

Dugaan tersebut diketahui saat tim penyidik memeriksa Direktur PT Sentra Aktiva Indonesia Ricky Salim dan wiraswasta Herry Susanto.

Mereka diperiksa dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia yang menjerat Bambang Kayun.

Mereka diperiksa di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Senin, 20 Februari 2023.

AKBP

"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya. Antara lain terkait dengan dugaan aliran penggunaan uang oleh Tersangka BK untuk investasi maupun pembelian aset," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/2/2023).

KPK menetapkan Perwira Polisi AKBP Bambang Kayun Bagus PS (BK), mantan Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri sebagai tersangka.

Bambang Kayun dijerat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM) yang ditangani Mabes Polri. Dia diduga menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp56 miliar.

 

2 dari 3 halaman

BK Terima Suap dari Emilya Said dan Herwansyah

Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri menyebut Bambang Kayun menerima suap dari pasangan suami istri, Emilya Said dan Herwansyah.

"Tersangka BK diduga menyatakan siap membantu (Emilya dan Herwansyah) dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

Firli menyebut, mulanya Bambang Kayun menerima suap sekitar Rp5 miliar dari Emilya dan Herwansyah terkait pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM. Dalam kasus pemalsuan surat ahli waris itu, Emilya dan Herwansyah dijerat sebagai tersangka di Bareskrim Polri.

Uang Rp5 miliar tersebut merupakan upaya Bambang Kayun memberi saran agar Emilya dan Herwansyah mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas penetapan tersangkanya di Mabes Polri.

"Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp5 Miliar dari ES (Emilya Said) dan HW (Herwansyah) dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya," kata Firli.

 

3 dari 3 halaman

Bambang Kayun Diduga Bocorkan Isi Hasil Rapat

Selama proses pengajuan praperadilan, Bambang Kayun diduga membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum Mabes Polri untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan. Sehingga, hakim dalam putusannya mengabulkan dan menetapkan status tersangka terhadap Emilya dan Herwansyah tidak sah.

Selain uang, Bambang Kayun diduga juga menerima satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri. Bambang Kayun juga diduga menerima uang hingga berjumlah Rp1 miliar dari Emilya dan Herwansyah untuk membantu pengurusan perkaranya.

"Sehingga, keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO Penyidik Bareskrim Mabes Polri," kata Firli. 

Selain itu, Bambang Kayun diduga menerima gratifikasi lainnya dalam jabatannya sebagai Kassubag Pidana dan HAM bagian Penerapan Hukum Biro Bankum Divisi Hukum Polri. Ia diduga menerima gratifikasi senilai Rp50 miliar. Jadi total suap dan gratifikasi yang diduga diterima Bambang mencapai Rp56 miliar.

"Tersangka BK menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp50 Miliar," kata Firli.

Atas perbuatannya, Bambang Kayun disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.