Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau 2019-2022 M Syahrir tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kasus ini pengembangan dari suap dan gratifikasi terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.
"Saat proses penyidikan perkara awal untuk Tersangka MS (Syahrir) berjalan, tim penyidik kembali menemukan adanya dugaan perbuatan pidana lain yang dilakukan oleh tersangka dimaksud, yaitu pencucian uang (TPPU)," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/2/2023).
Baca Juga
Ali mengatakan, Syahrir diduga telah mengalihkan, membelanjakan, mengubah bentuk, hingga menyembunyikan maup un menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diduga dari hasil korupsi.Â
Advertisement
"Penerapan pasal dugaan TPPU dalam rangka untuk dilakukannya aset recovery. Pengumpulan alat bukti diantaranya pemeriksaan saksi-saksi saat ini sedang dilakukan," kata Ali.
Dalam penanganan kasus TPPU ini, Ali mengatakan, tim penyidik telah menyita berbagai aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi, antara lain berupa tanah dan bangunan serta uang tunai sekitar Rp1 miliar.
Ali mengatakan, penelusuran dan pelacakan aset-aset lainnya akan dilakukan dalam rangka memaksimalkan aset recovery.
"Sehingga peran masyarakat sangat kami butuhkan. Silakan dapat laporkan kepada KPK terkait adanya dugaan aset terkait perkara ini," kata Ali.
KPK menahan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Riau 2019-2022 M Syahrir. Dia dijerat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.
Â
Â
Syahrir diduga menerima uang hampir Rp 11 miliar.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut Syahrir diduga menerima uang Rp 1,2 miliar dari komitmen fee Rp 3,5 miliar yang diminta Syahrir. Uang Rp 1,2 miliar itu bersumber dari kas PT Adimulia Agrolestari (PT AA) atas persetujuan pemegang saham PT AA Frank Wijaya (FW). Uang tersebut diserahkan General Manager PT AA Sudarso (SDR) di rumah dinas Syahrir pada September 2021.Â
Ghufron menyebut, setelah menerima uang itu, Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra, selaku Bupati Kuantan Singingi.
Bupati Andi menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar. Frank Wijaya pun memenuhi rekomendasi tersebut.
Kemudian, Ghufron menyebut dalam kurun waktu September 2021 sampai dengan 27 Oktober 2021, Syahrir menerima sekitar Rp 791 juta dari Frank Wijaya. Penerimaan uang itu melalui rekening bank atas nama pribadi maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN.
Selain itu, Syahrir pada kurun waktu tahun 2017 sampai dengan tahun 2021 juga diduga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp 9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi. Atas dasar penerimaan-penerimaan yang mencapai hampir Rp 11 miliar itu, Ghufron menyatakan akan mendalaminya lebih jauh.
"Hal ini akan terus didalami dan dikembangkan tim penyidik," kata Ghufron.
Advertisement