Sukses

Kementan Tingkatkan Hilirisasi Kakao di Kolaka Demi Pengembangan Berkelanjutan

Selain penghasil devisa negara, kakao juga menjadi sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, mendorong agribisnis dan agroindustri serta pengembangan wilayah.

Liputan6.com, Kolaka Salah satu penghasil devisa negara dari perkebunan yang memengaruhi perekonomian di Indonesia adalah kakao. Hal itu dikatakan Menteri Pertanian (Mentan) yang kini fokus mendorong kakao sebagai komoditas unggulan perkebunan. 

Selain penghasil devisa negara, kakao juga menjadi sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, mendorong agribisnis dan agroindustri serta pengembangan wilayah. Namun adanya perubahan iklim yang drastis dan serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) utama kakao, menyebabkan produktivitas rata-rata nasional  terus menurun dan kualitas bijinya masih rendah.

Menyikapi kondisi tersebut Kementerian melalui Ditjen Perkebunan terus berupaya melakukan perbaikan mutu biji kakao diantaranya melalui, pembinaan kepada petani terkait Good Agriculture Practices dan Good Manufacturing Practices sehingga petani mampu menghasilkan biji kakao yang berkualitas baik sesuai standar SNI maupun persyaratan negara tujuan ekspor.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pun meninjau salah satu lokasi kebun kakao di Desa Konaweha, Kecamatan Samaturu. Kunjungan itu merupakan bagian dari program kerja Kementerian Pertanian TA 2023 dalam Subsektor perkebunan. Dalam kesempatan itu, Mentan SYL menyebutkan pentingnya pengembangan berkelanjutan yang mempengaruhi hilirisasi kakao yang lebih baik lagi. 

"Jadi fokuskan saja pada hilirisasi komoditas perkebunan. Hilirisasi dimulai setiap kabupaten sebesar 17-20% untuk setiap komoditas perkebunan seperti kelapa, kopi dan untuk Kolaka ini, komoditas kakao," ujar Mentan SYL dalam kunjungannya ke Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara (23/2). 

Luas areal kakao di Kabupaten Kolaka terdapat seluas 28.663 ha dengan produksi 8.022 ton dengan produktivitas sebesar 469 kg/ha. Dalam kesempatan yang sama Dirjen Perkebunan Andi Nur Alam Syah menyampaikan bahwa produktivitas dapat ditingkatkan melalui kelanjutan program pengembangan kakao berkelanjutan, peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi.

Syahrul menyampaikan, pada 2023 Kementan mengalokasikan kegiatan pengembangan kakao seluas 8.050 ha melalui kegiatan intensifikasi, peremajaan dan perluasan yang didukung operasional substation. Kementan juga akan melakukan pilot project fertigasi kakao.

Selain itu juga diluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus perkebunan yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh petani di Indonesia. Untuk diketahui, ekspor kakao Indonesia meningkat sebesar 0,85% dari 2021 yaitu dari 382.718 ton dengan nilai Rp17,22 triliun pada 2022 menjadi 385.981 ton dengan nilai Rp19,80 triliun. 

Lebih lanjut, Mentan SYL menegaskan, kondisi saat ini Indonesia bertransformasi dari negara penghasil biji kakao menjadi pengolah kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Belanda. 

"Sehingga perlu untuk mewujudkan kemandirian petani dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas dengan prinsip berkelanjutan produksi serta peningkatan kualitas produksi," katanya. 

 

(*)