Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden atau Wapres Ma'ruf Amin didampingi sang istri, Wury beserta rombongan terbatas melakukan kunjungan kerja ke Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).
Ma'ruf melakukan peninjauan langsung upaya percepatan penurunan stunting di Provinsi Sulawesi Barat, serta mengecek rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa di wilayah Mamuju yang menjadi kabupaten terdampak gempa berkekuatan magnitudo 6,2 pada 2021 serta magnitudo 5,8 pada 2022.
Baca Juga
Ma'ruf pun memimpin langsung Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting di Sulawesi Barat. Acara tersebut diikuti oleh Pj Gubernur dan seluruh jajaran Pemerintah Daerah Provinsi dan para Bupati se-Sulawesi Barat.
Advertisement
Dalam kesempatan itu, Wapres Ma’ruf Amin menyampaikan, Sulawesi Barat menjadi salah satu provinsi yang mendapatkan perhatian dari Pemerintah Pusat dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Dia menjabarkan, meski pun dalam 4 tahun terakhir prevalensi stunting di Sulawesi Barat cenderung mengalami penurunan, namun Sulawesi Barat menjadi salah satu provinsi dengan prevalensi tertinggi, yaitu mencapai 35 persen.
"Dalam 4 tahun terakhir sejak 2018 hingga 2022, secara umum angka stunting di Sulawesi Barat memang telah turun 6,6 persen. Namun, Sulawesi Barat masih termasuk salah satu provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting Sulawesi Barat masih sebesar 35 persen. Artinya, terjadi kenaikan sebesar 1,2 persen dari tahun 2021," ujar Ma’ruf di lokasi, Kamis 23 Februari 2023.
Selain itu, menurut Ma'ruf, salah satunya yang menjadi kendala dalam stunting adalah pernikahan anak di bawah umur yang disebutnya tidak bermaslahat.
Berikut sederet pernyataan Wakil Presiden atau Wapres Ma'ruf Amin terkait penanganan stunting di Indonesia dihimpun Liputan6.com:
Â
1. Beberkan Percepatan Penurunan Stunting di Sulawesi Barat
Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin memimpin langsung Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting di Sulawesi Barat. Acara tersebut diikuti oleh Pj Gubernur dan seluruh jajaran Pemerintah Daerah Provinsi dan para Bupati se-Sulawesi Barat.
Acara tersebut diawali dengan paparan langsung laporan dari Pejabat Gubernur serta para Bupati atau yang mewakili tentang kemajuan program yang sudah dilakukan, apa saja kendala yang dihadapi, dan rencana ke depan untuk menurunkan prevalensi stunting di Sulawesi Barat.
Wapres Ma'ruf Amin menyampaikan, Sulawesi Barat menjadi salah satu provinsi yang mendapatkan perhatian dari Pemerintah Pusat dalam upaya percepatan penurunan stunting.
Meskipun dalam 4 tahun terakhir prevalensi stunting di Sulawesi Barat cenderung mengalami penurunan, namun Sulawesi Barat menjadi salah satu provinsi dengan prevalensi tertinggi, yaitu mencapai 35 persen.
"Dalam 4 tahun terakhir sejak 2018 hingga 2022, secara umum angka stunting di Sulawesi Barat memang telah turun 6,6 persen. Namun, Sulawesi Barat masih termasuk salah satu provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting Sulawesi Barat masih sebesar 35 persen. Artinya, terjadi kenaikan sebesar 1,2 persen dari tahun 2021," tutur Ma’ruf di lokasi, Kamis 23 Februari 2023.
Ma'ruf menyebut, Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Sulawesi Barat masuk kategori Sangat Tahan. Dengan begitu, tidak ada masalah dengan ketersediaan, tinggal bagaimana sumber pangan yang berlimpah tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi asupan gizi ibu hamil dan anak balita.
Â
Advertisement
2. Paparkan Kendala Pelaksanaan Program
Selain memberikan apresiasi terhadap Pj Gubernur dan para Bupati atas komitmen, kinerja, dan upaya penurunan stunting yang dilakukan, Ma’ruf juga melihat adanya beberapa kendala dalam pelaksanaan program, serta cakupan intervensi yang masih belum baik.
Sebab itu, dia memberikan beberapa arahan pokok untuk tindak lanjut percepatan penurunan stunting di Sulawesi Barat. Ma’ruf meminta agar upaya percepatan penurunan dilanjutkan dengan mengingatkan bahwa penurunan stunting bukan hanya tugas kepemerintahan, namun juga tugas kemanusiaan.
"Perbaiki koordinasi antarpihak, baik dalam lingkup pemerintah daerah, TNI/Polri, maupun dengan lembaga non-pemerintah seperti universitas, dunia usaha, LSM, tokoh agama, dan tokoh masyarakat, karena penurunan stunting merupakan tugas bersama," ucap dia.
Tidak ketinggalan, lanjut Ma'ruf, agar dipetakan kantong-kantong wilayah stunting dan diidentifikasi layanan yang masih kurang dan harus diperbaiki. Diikuti dengan penyusunan program untuk mengintervensi masalah yang ada dengan mengajak semua pihak untuk ikut terlibat.
Â
3. Perdayakan Kader Posyandu hingga Karang Taruna
Selanjutnya yang keempat, Ma’ruf meminta agar jajaran tingkat desa diberdayakan dan dikoordinasikan, baik itu kader Posyandu, PKK, Penyuluh KB, Sanitasi, Tim Pendamping Keluarga, Pembangunan Manusia, Karang Taruna, dan lainnya.
Kelima, dia meminta tokoh agama, penyuluh agama, dan tokoh masyarakat juga dilibatkan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, terutama terkait dengan pola makan, pola asuh, dan pola sanitasi.
Keenam, lanjut Ma'ruf, perlu dikembangkan program untuk meningkatkan konsumsi protein hewani oleh ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita dengan memanfaatkan sumber daya lokal, seperti ikan dan telur.
"Hal ini bukan masalah bagi Sulawesi Barat sebagai salah satu sentra penghasil ikan. Selain ikan, juga ada telur. Dengan harga yang murah, kandungan gizi yang baik, mudah diperoleh dan diolah, konsumsi telur satu butir per hari adalah pilihan yang sangat baik untuk memenuhi kebutuhan protein hewani," ujar Ma'ruf.
Adapun yang terakhir, dia meminta agar dilakukan perbaikan proses pengumpulan data dan memanfaatkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) untuk mendukung percepatan penurunan stunting agar pelaksanaan program dapat terpantau dengan baik.
Â
Advertisement
4. Ingatkan Pernikahan Anak di Bawah Umur Tidak Maslahat
Wapres Ma'ruf tengah gencar mengentaskan stunting di masyarakat. Salah satunya yang menjadi kendala adalah pernikahan anak di bawah umur yang disebutnya tidak bermaslahat.
"Saya melihat ada beberapa kendala-kendala yang tadi disebutkan, perkawinan anak. Ya ini memang ini kan masalah lama, saya kira perlu melibatkan tokoh agama, harus pendekatan-pendekatan pertama UU ya, kan ada minimal (usia) jadi harus diedukasi terkait adanya Undang-Undang," ucap dia.
Selain itu, lanjutnya, perlu pendekatan keagamaan dalam rangka menekan angka pernikahan anak di bawah umur. Sebenarnya, banyak masyarakat yang berpegangan bahwa ulama tidak menyatakan adanya larangan pernikahan anak di bawah umur.
"Tetapi bukan soal boleh atau tidak boleh, tapi yang didekati itu maslahat apa tidak masalahat. Mengawinkan anak di bawah umur menurut penelitian tidak masalahat. Salah satunya melahirkan stunting, belum siap mental, banyak perceraian muda, dan sebagainya," kata Ma'ruf.
Ma’ruf menyatakan, upaya tersebut harus menjadi gerakan dalam mencegah perkawinan anak.
"Itu saya kira, begitu juga dengan persiapan perniakahan saya kira sudah ada. Supaya pra nikah, pendidikan, pelatihan pra nikah, orang itu sudah diberikan (pendidikan) supaya anaknya tidak stunting," tandas dia.
Â