Liputan6.com, Jakarta - Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie menilai, hakim PN Jakarta Pusat yang memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda tahapan Pemilu layak dipecat. Sebab, hakim tersebut tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu.
"Hakimnya layak untuk dipecat karena tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu serta tidak mampu membedakan urusan private (perdata) dengan urusan urusan publik," ujar Jimly kepada wartawan, dikutip Jumat (3/3/2023).
Urusan pengadilan perdata harusnya membatasi untuk masalah perdata saja. Sanksinya cukup dengan mengganti rugi, bukan sampai menunda jalannya pemilu.
Advertisement
"Sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda pemilu yang tegas merupakan kewenangan konstitusional KPU," jelas Jimly.
Jimly mengatakan, sengketa terkait proses pemilu harusnya diadili Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sementara sengketa hasil pemilu diadili oleh Mahkamah Konstitusi. Pengadilan negeri tidak punya kewenangan untuk memutuskan masalah pemilu.
"Hakim PN tidak berwenang memerintahkan penundaan pemilu," ujarnya.
Jimly menyarankan sebaiknya putusan tersebut dilakukan banding sampai kasai bila perlu. "Kita tunggu sampai inkracht," imbuhnya.
Penjelasan PN Jakpus
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memberi penjelasan perihal putusan majelis hakim terkait gugatan dari Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) terhadap tergugat Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakarta Pusat menegaskan, amar putusan hakim bukan menunda Pemilu 2024.
Dalam amar putusannya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah memutuskan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melanjutkan tahapan pemilu 2024 dan kembali melaksanakan tahapan pemilu awal. Sebagaimana gugatan yang telah dikabulkan seluruhnya dari Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA).
"Mengadili, menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini dibacakan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," demikian poin ke lima dari amar putusan tersebut.
Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban. Putusan dibacakan pada hari ini, Kamis (2/3).
"Amar putusan tidak mengatakan menunda pemilu ya, tidak. Itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024," ujar Pejabat Humas PN Jakarta Pusat, Zulkifli Atjo kepada merdeka.com, Kamis (2/3/2023).
Â
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement