Liputan6.com, Jakarta Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menduga ada kelompok terorganisir yang sengaja ingin membuat terjadinya penundaan Pemilu 2024. Hal itu menanggapi hasil putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024, yang akhirnya berdampak penundaan pemilu.
“Saya sulit untuk nggak melihat keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bagian dari, dengan segala hormat, kelompok-kelompok yang menginginkan pemilu ditunda. Kelompok-kelompok ini bisa teroragnisir secara rapih atau pun tidak, tapi tujuannya sama pemilu ditunda,” tutur Peneliti CSIS Noory Okhtariza dalam konferensi pers, Jumat (3/3/2023).
Baca Juga
Menurut Noory, kelompok yang menginginkan penundaan Pemilu 2024 kali ini masuk lewat pintu pengadilan. Dia pun mengulas banyaknya mobilisasi pihak tertentu dalam memainkan isu, yang tujuannya agar terjadi penundaan Pemilu 2024.
Advertisement
Melihat pihak penggugat misalnya, Partai Prima dinilai tidaklah dikenal luas, seperti tidak diketahui adanya massa pendukung, penyelenggaraan rapat nasional, bahkan keberadaan baligonya. Namun begitu, parpol yang didirikan pada 2021 itu bisa menimbulkan kegaduhan di tingkat nasional.
“Nggak hanya itu, ada presiden 3 periode, amandemen konstitusi, mengembalikan GBHN, mobilisasi menambah masa jabatan kepala desa, penghapusan jabatan gubernur supaya gubernur seluruh provinsi ditunjuk DPRD, dan hari ini keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda Pemilu 2024,” jelas dia.
Semakin mendekati tahun politik, lanjut Noory, isu penundaan pemilu pun malah dijadikan sebagai komoditas untuk political bargain, yakni menimbulkan dinamika tertentu dan akhirnya dijadikan komoditas.
“Jadi saya melihat ini digerakkan oleh kelompok yang terorganisir,” Noory menandaskan.Partai Prima menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), imbas tidak lolosnya parpol tersebut maju dalam Pemilu 2024. Hasilnya, majelis hakim memutus agar KPU menunda pelaksaan Pemilu 2024.
“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” tulis salinan Putusan Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (2/3/2023).
Secara rinci hasil dari putusan tersebut adalah sebagai berikut:
Tanggal Putusan: Kamis, 02 Maret 2023
Amar Putusan: Mengadili
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);
Dalam Pokok Perkara
1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp 410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).
KY Akan Panggil Hakim yang Putuskan Pemilu 2024 Ditunda
Komisi Yudisial (KY) akan mendalami putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima dengan memutuskan penundaan Pemilu 2024.
Juru Bicara KY, Miko Ginting mengatakan, pihaknya akan melihat apakah ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh hakim PN Jakarta Pusat.
“Salah satu bagian dari pendalaman itu bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintakan klarifikasi. Apabila ada dugaan kuat telah terjadi pelanggaran perilaku hakim,” jelas Miko di Jakarta, Jumat, (3/3/2023).
Bila terbukti ada dugaan pelanggaran, Miko menegaskan, KY akan melakukan pemeriksaan kepada hakim tersebut.
“KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan,” tegas dia.
Menurut Miko, putusan hakim yang memutuskan penundaan pemilu menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. Seharusnya, kata dia, putusan hakim tidak bekerja di ruang hampa karena ada aspirasi yang hidup di masyarakat secara sosiologis.
“Mencermati substansi putusan PN Jakarta Pusat dan reaksi yang muncul dari putusan tersebut. Putusan tersebut pada prinsipnya menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di tengah masyarakat,” kata Miko.
Miko menjelaskan, ada aspek yuridis soal kepatuhan terhadap UUD 1945 dan Undang-Undang sangat penting menjadi sebuah pertimbangan bagi putusan. Termasuk, nilai-nilai demokrasi yang ada di masyarakat.
“Kesemua itu menjadi bagian dari yang mesti digali oleh hakim dalam membuat putusan,” tutur Miko.
Putusan Bisa Diubah Lewat Jalur Hukum
Miko menyampaikan, vonis hakim adalah sebuah keputusan sah di mata hukum. Namun bukan berarti putusan itu tidak bisa dianulir. Kecuali melakukan upaya hukum lanjutan di tatanan pengadilan yang lebih tinggi bukan melalui KY.
“Perlu digarisbawahi, terkait dengan substansi putusan, forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan ini adalah melalui upaya hukum. Domain KY berfokus pada aspek dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim,” urai Miko.
“KY juga akan berkomunikasi dengan Mahkamah Agung terkait dengan putusan ini serta aspek perilaku hakim yang terkait,” Miko menutup.
Advertisement