Liputan6.com, Jakarta Humas Pengadilan Negeri Jakarta  Pusat (PN Jakpus) Zulfikli Atjo mengelak, saat putusan dari gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur atau Partai Prima disebut menunda proses Pemilu 2024. Menurut dia, tidak ada kata menunda dalam amar putusan hakim sehingga penafsiran menunda dianggapnya telah keliru.Â
"Dalam amar itu tidak spesifik menyatakan bahwa menghukum tergugat (KPU) untuk menunda pemilunya, coba baca," kata Zul kepada awak media, Jumat (3/3/2023).Â
Advertisement
Baca Juga
Zul lalu membacakan salah satu amar putusan yang berkait asumsi penundaan. Diketahui, amar itu berbunyi menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari.Â
"Jadi mengenai apakah itu menunda pemilu? Itu ya silahkan diartikan, tapi itulah amar putusan yang dikeluarkan oleh PN Jakpus," jelas Zul.Â
Zul kemudian mempersilakan pihak yang keberatan, dalam hal ini tergugat bisa melakukan upaya hukum banding.  Hal itu diperkenankan sejak putusan dibacakan dalam rentang waktu dua pekan.Â
"Tentunya berdasarkan undang-undang apabila ada pihak yang tidak menerima putusan ini dapat menyatakan banding, upaya hukum 14 hari setelah amar putusan dibacakan," dia menandasi.
Wamenkumham: Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu 2024 Belum Inkrah
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Omar Sharif Hiariej mengatakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal penundaan Pemilu 2024, belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Untuk itu, dia enggan berkomentar banyak soal putusan PN Jakpus tersebut.
"Putusan itu belum inkrah, maka kita tidak boleh berkomentar. Ya. Itu etikanya begitu ya. Dan saya tidak akan kasih komentar apa-apa karena putusan itu belum inkrah. Itu saja intinya," kata Eddy di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (3/3/2023).
Eddy menyampaikan sebagai pejabat negara dirinya harus berhati-hati dalam berkomentar dan menghormati sesama lembaga negara. Terlebih, putusan PN Jakarta Pusat itu belum berkekuatan hukum tetap.
"Bahwa pengadilan itu pada kekuasaan yudikatif perkara ini belum inkrah. Biarkanlah perkara itu berjalan sampai betul-betul dia sudah punya kekuatan hukum tetap, baru kita berkomentar," jelas dia.
Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy'ari memastikan tak ada penundaan pemilihan umum pasca putusan peradilan perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima terkait penundaan Pemilu 2024.
Kendati demikian, pihaknya bakal menunggu salinan resmi dari PN Jakpus ihwal perkara tersebut.
"Kami di internal KPU sudah rapat membahas substansi dari putusan dari Pengadilan Negeri Jakpus ini dan kami menyatakan nanti kalau sudah kita menerima salinan putusannya kita akan mengajukan upaya hukum berikutnya, yaitu banding ke pengadilan tinggi," kata Hasyim dalam konferensi pers secara daring, Kamis (2/3/2023).
"Dengan demikian, nanti kalau kami sudah bersikap secata resmi dalam arti mengajukan upaya hukum perlu kami tegaskan bahwa KPU tetap akan menjalankan tahapan-tahapan Pemilu 2024 ini," sambungnya.
Advertisement
Berawal dari Putusan PN Jakpus
Sebelumnya, Partai Prima menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), imbas tidak lolosnya parpol tersebut maju dalam Pemilu 2024. Hasilnya, majelis hakim memutus agar KPU menunda pelaksanaan Pemilu 2024.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis salinan Putusan Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (2/3/2023).
Secara rinci hasil dari putusan tersebut adalah sebagai berikut:
Tanggal Putusan: Kamis, 02 Maret 2023
Amar Putusan: Mengadili
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);
Dalam Pokok Perkara
1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp 410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).