Sukses

Jokowi Dukung KPU Banding Atas Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu

Jokowi menekankan komitmen pemerintah agar tahapan Pemilu 2024 tetap berjalan dengan baik.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendukung Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal penundaan Pemilu 2024. Dia mengakui bahwa putusan PN Jakpus sangat kontroversial dan menuai pro kontra masyarakat.

"Memang itu sebuah kontroversi yang menimbulkan pro dan kontra tetapi juga pemerintah mendukung KPU untuk naik banding," kata Jokowi kepada wartawan di Pondok Pesantren Al Ittifaq Kabupaten Bandung Jawa Barat, Senin (6/3/2023).

Dia menekankan komitmen pemerintah agar tahapan Pemilu 2024 tetap berjalan dengan baik. Terlebih, anggaran untuk penyelenggaraan Pemilu juga sudah disiapkan dengan baik.

"Sudah saya sampaikan berulang kali komitmen pemerintah untuk tahapan pemilu ini berjalan dengan baik, penyiapan anggaran juga sudah disiapkan dengan baik agar tahapan pemilu kita harapkan tetap berjalan," jelasnya.

Sementara itu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menegaskan, putusan majelis hakim terkait gugatan dari Partai Rakyat Adil dan Makmur atau Partai Prima terhadap tergugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) bukan sebagai putusan menunda Pemilu 2024.

Pejabat Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menjelaskan, perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang diadili ketua majelis hakim T Oyong dengan hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban berkaitan agar KPU mengulang dan tidak melanjutkan tahapan pemilu.

"Jadi pada prinsipnya putusan itu dikabulkan adalah bunyinya itu menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan diucapkan. Dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari," kata Zulkifli saat dikonfirmasi, Kamis 2 Maret 2023.

2 dari 3 halaman

Sebut Bukan Sengketa Parpol

"Tidak mengatakan menunda pemilu ya, tidak. Cuma itu bunyi putusannya seperti itu. Menurut saya, itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024," tambah dia.

Zulkifli menegaskan, soal pengunduran maupun penundaan masih belum final atau berkekuatan hukum tetap. Karena, gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan biasa yang nyatanya telah dibanding oleh pihak Tergugat KPU.

"Ini bukan sengketa Parpol ya. Jadi ini sengketa perbuatan melawan hukum. Jadi upayanya itu ada banding ada. Saya dengar dalam putusan ini KPU telah menyatakan banding. Tentu kita akan tunggu putusan apakah Pengadilan Tinggi, PT DKI sependapat dengan PN Jakarta Pusat," tutur dia.

3 dari 3 halaman

Hadapi Vonis PN Jakpus, Mahfud Md: KPU Harus Lawan Habis-habisan

Menko Polhukam Mahfud Md angkat bicara dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Menurut dia, vonis penundaan Pemilu 2024 atas gugatan Partai PRIMA yang merasa dirugikan dalam hal verifikasi kepesertaan Pemilu terasa tidak masuk akal karena dijatuhkan oleh tingkat peradilan umum.

Oleh karena itu, Mahfud meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan upaya hukum banding di tingkat pengadilan tinggi.

"Saya minta KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum," kata dia seperti dikutip Kamis malam 2 Maret 2023.

Mahfud menyampaikan, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan melalui vonis Pengadilan Negeri sebagai kasus perdata. Dia meyakini, tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh Pengadilan Negeri.

"Menurut Undang-Undang penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia," jelas Mahfud.

Mahfud merinci, hal yang bisa menjadi alasan penundaan Pemilu yakni adanya bencana di daerah yang tengah menyelenggarakan Pemilu sehingga prosesnya harus dihentikan karena pemungutan suara tidak bisa dilakukan.

"Namun penundaan itu pun bukan berdasar vonis pengadilan tetapi menjadi wewenang KPU dengan menentukannya sampai waktu tertentu," urai Mahfud.

Oleh karena itu, Mahfud memastikan, vonis pengadilan negeri tidak bisa dimintakan eksekusi dan harus dilawan secara hukum.

"Rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata," Mahfud menandasi.

Â