Liputan6.com, Jakarta Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di permukiman Tanah Merah, Rawabadak, Jakarta Utara, oleh mantan Gubernur Anies Baswedan pada 2021 menjadi sorotan usai kebakaran yang melanda Depo Pertamina Plumpang. Peristiwa kebakaran itu memakan banyak korban jiwa.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Sarjoko memberikan penjelasan perihal IMB sementara yang diberikan Pemprov DKI kepada warga Tanah Merah itu.
"Untuk IMB yang pernah diberikan oleh Pelayanan Terpadu itu kan sebenernya hanya semata dukungan, supaya kebutuhan layanan dasar di sana itu bisa terpenuhi. Misalnya air bersih, air minum, kemudian aksesibilitas jalan, kan gitu, untuk mobilitas ekonomi," kata Sarjoko dalam keterangannya, Selasa (7/3/2023).
Advertisement
Namun, Sarjoko menyatakan tidak tahu detail terkait penerbitan IMB tersebut. Menurut Sarjoko, Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang mengurus hal tersebut.
"Saya kurang tahu persis yang lingkupnya ada di mana saja. Itu PTSP yang lebih tahu," kata Sarjoko.
Lebih lanjut, Sarjoko menjelaskan bahwa jajarannya belum mendapat arahan terkait upaya yang akan dilakukan usai kebakaran hebat di Depo Pertamina Plumpang. Maka dari itu, ia belum mengetahui apakah Depo Pertamina atau warga yang direlokasi.
"Ya ini kan lagi dicarikan opsi penyelesaian jangka panjangnya. Kita belum tahu apa yang mau dipilih. Tentunya baru akan dibicarakan antara Pemprov DKI dengan pihak Pertamina," ujar Sarjoko.
Luhut Sebut yang Beri Izin Tidak Benar
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan angkat bicara mengenai kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara.
Menko Luhut menilai, masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Depo di Jalan Tanah Merah, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara yang direlokasi.
"Jangan dibalik-balik. Plumpang dibuat sana ada daerah kosong, buffer zone untuk tidak ada kejadian, Jangan ini (depo-red) yang disuruh pindah. Orang yang tak berhak di situ yang harus disuruh pindah,” ujar Menko Luhut dikutip dari salah satu video siaran televisi swasta, Selasa (7/3/2023).
Ia menuturkan, pemerintah akan mengkaji kompensasi jika masyarakat yang akan direlokasi. "Setiap waktu akan begitu, tak boleh. Pemerintah akan kaji berikan kompensasi. Tak boleh terulang," kata Luhut.
Luhut menyebut pihak yang memberikan izin kepada warga di sekitar Depo Pertamina Plumpang itu tidak benar. "Yang berikan izin itu tidak benar, karena itu, tanggung jawab nyawa yang hilang itu," ujar Luhut.
Sebelumnya, Forum Komunikasi Tanah Merah Bersatu (FKTMB) menjelaskan perihal IMB kawasan tersebut. Adapun IMB kawasan diberikan per Rukun Tetangga (RT).
"IMB ini adalah jalan tengah yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta agar rakyat di Tanah Merah Plumpang bisa mendapatkan pelayanan publik seperti perbaikan jalan, air bersih dan lainnya," kata Bendahara FKTMB Muktar dalam keterangan tertulis, Senin (6/3/2023).
Menurut Muktar, pemberian IMB kawasan itu merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 tahun 2010 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 118 Tahun 2020 tentang Izin Pemanfaatan Ruang.
Di sisi lain, Lurah Rawa Badak Selatan Suhaena juga mengonfirmasi bahwa warga di Tanah Merah mengantongi IMB kawasan, bukan IMB perorangan.
"Kalau itu IMB kawasan. Jadi untuk mengakui bangunan saja, tapi bukan untuk lahan," kata Suhaena di lokasi, Minggu (5/3).
Suhaena menerangkan, terbitnya IMB kawasan berarti warga diizinkan mendirikan bangunan. Dia tegaskan, IMB kawasan tak ada sangkut-pautnya dengan lahan.
"Untuk bangunannya, bukan tanahnya. Bukan IMB-nya, IMB untuk bangunan saja, bukan untuk lahan. Pemiliknya ya bangunan saja," ujar dia.
Oleh karena itu, menurut Suhaena, warga sah secara hukum bermukim di Tanah Merah. "Iya seperti itulah (artinya masyarakat legal tinggal di sini)," kata dia.
Advertisement
Sebelum IMB Anies, Jokowi Sudah Bagi-bagi KTP
Jauh sebelum penerbitan IMB oleh Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Joko Widodo (Jokowi), rupanya telah menerbitkan KTP untuk 1.665 jiwa dan 715 Kartu Keluarga (KK) bagi warga yang berada di wilayah tersebut pada 13 Maret 2013.
Hal ini terungkap saat beredar potret dokumen kontrak politik Jokowi saat kampanye sebagai balon gubernur pada pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta periode 2012-2017 silam.
Namun, waktu sebelum KTP diserahkan, Jokowi pernah menyampaikan bahwa pemberian KTP di lokasi yang bersengketa dengan Pertamina itu ada syaratnya.
Mantan Wali Kota Solo itu menyatakan bahwa pemberian KTP tidak serta merta menjadi pegangan untuk mengklaim tanah itu menjadi milik warga. Kala itu, Jokowi juga mengakui bahwa dia belum memahami dan mengetahui status kepemilikan tanah yang ditempati warga.
"Pertamina juga belum punya pegangan. Jadi, tidak ada salahnya kami berikan KTP," kata Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta, 14 Januari 2023.
Jokowi menandatangani kontrak politik tersebut di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara pada Sabtu, 15 September 2012. Dokumen dibuat bersama Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Serikat Becak Jakarta (Sebaja), Komunitas Juang Perempuan (KJP), dan Urban Poor Consortium (UPC).
Bertajuk Jakarta Baru: Pro Rakyat Miskin, Berbasis Pelayanan, dan Partisipasi Warga, setidaknya ada tiga poin utama dalam kontrak politik Jokowi tersebut. Adapun isinya antara lain mengenai keterlibatan warga dalam penyusunan pembangunan, pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga, serta keterbukaan dan penyebarluasan informasi.
Pada poin pertama kontrak itu, warga meminta Jokowi untuk dilibatkan dalam penyusunan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), Penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah), perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program pembangunan kota.
Lalu, kontrak politik selanjutnya berisi tuntutan pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga kota yang meliputi dua hal, yakni Jokowi diminta melegalkan kepemilikan tanah yang telah ditempati selama 20 tahun lebih dan diminta untuk tidak melakukan penggusuran terhadap permukiman kumuh.
"Legalisasi kampung ilegal yang sudah ditempati warga selama 20 tahun dan tanahnya tidak dalam sengketa maka akan diakui haknya dalam bentuk sertifikat hak milik," demikian bunyi kontak politik Jokowi tersebut, dikutip Senin (6/3/2023).
"Permukiman kumuh tidak digusur tapi ditata. Permukiman kumuh yang berada di atas lahan milik swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan dilakukan negosiasi dengan pemilik lahan. Gubernur akan menjadi mediator supaya warga tidak kehilangan haknya. Pembangunan Jakarta akan dimulai dari kampung-kampung miskin," demikian isi kontrak politik Jokowi.
Poin terakhir, Jokowi diminta untuk melindungi dan menata ekonomi informasi terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL), becak, nelayan tradisional, pekerja rumah tangga, asongan, pedagang kecil, dan pasar tradisional.
Reporter: Lydia Fransisca
Merdeka.com