Sukses

Warga Demo Tuntut Kampus UIII Ganti Rugi Lahan, Ini Penjelasan Kuasa Hukum Kemenag

Sejumlah warga kembali melakukan unjuk rasa atau demo ganti rugi atas lahan proyek pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok. apa kata Kemenag?

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah warga kembali melakukan unjuk rasa atau demo ganti rugi atas lahan proyek pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok. Aksi yang dikomandoi LSM dan warga sempat terjadi gesekan namun pihak kepolisian berhasil meredamnya.

Kuasa Hukum Kementerian Agama RI, Misrad mengatakan, tuntutan ganti rugi yang disuarakan LSM Keramat dan sejumlah warga Kampung Bojong Malaka, Kecamatan Sukmajaya, atas lahan UIII. Menurutnya, tuntutan yang dilakukan warga dan LSM tidak dapat diterima berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Depok.

“Telah melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Depok dan berdasarkan putusan PN Depok oleh gugatan mereka tidak dapat diterima,” ujar Misrad kepada Liputan6.com, Jumat (10/3/2023).

Kemungkinan para pendemo tidak terima atas keputusan pengadilan tersebut, para pendemo meminta menuntut ganti rugi. Padahal, peserta demo bukan penduduk setempat dan tidak menguasai fisik tanah UIII.

“Mereka itu di luar sini dan menurut ceritanya sejak tahun 1965 sudah tidak menempatkan ini,” ucap Misrad.

Misrad menjelaskan, diduga para pendemo tidak mengetahui batas-batas tanah sehingga terkesan mencari kesempatan. Pihaknya mengaku terbuka setiap ada aksi demo yang dilakukan LSM dan warga.

“Bahkan waktu demo ke Kementerian Agama itu langsung diterima oleh Kemenag, jadi artinya apa yang menjadi keinginan mereka sudah kita sampaikan dan sudah kita bahas secara hukum,” jelas Misrad.

2 dari 2 halaman

Tuntutan Pendemo

Terkait dengan tuntutan pendemo, Misrad mengungkapkan, pemerintah tidak dapat memenuhi sepanjang tidak ada dasar hukumnya. Namun sebagai kebijakan, Pemerintah memberikan uang santunan kepada para pendemo berdasarkan peraturan Presiden No. 62 2018.

“Bukan ganti rugi, tapi memberikan santunan kepada yang berhak,” ungkapnya.

Misrad menuturkan, alasan pemerintah hanya memberikan santunan kepada warga penggarap yang memenuhi syarat, dikarenakan tanah tersebut sudah bersertifikat sejak 1981 atas nama Departemen Penerangan. Selanjutnya, dialihkan sertifikat Kementerian Agama sehingga statusnya menjadi tanah atau aset Pemerintah Republik Indonesia.

“Jadi, tidak mungkin kita memberikan uang ganti rugi terhadap tanah yang sudah Sertifikat. Itu sama saja kita membeli tanahnya sendiri. Nah itu sudah tidak mungkin secara hukum. Yang mungkin itu hanya bisa memberi uang santunan. Itupun ada beberapa syarat, diantaranya harus menguasai fisik 10 tahun minimal,” tutur Mirsad.