Liputan6.com, Jakarta - Polisi kembali menetapkan bos Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Henry Surya sebagai tersangka. Penetapan kembali Henry Surya dalam kasus Indosurya ini dibenerkan Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan.
“Iya sudah (ditetapkan tersangka),” tutur Whisnu saat dikonfirmasi, Kamis (16/3/2023).
Meski begitu, Whisnu enggan merinci duduk perkara atas kasus KSP Indosurya yang menjadikan Henry Surya kembali menjadi tersangka.
Advertisement
Kuasa Hukum Henry Surya, Soesilo Aribowo mengaku telah menerima informasi penetapan tersangka lagi terhadap kliennya.
“Saya masih meyakini ini ne bis in idem karena terkait dugaan pemalsuan ini, materinya sudah pernah diperiksa dan diadili dan terdapat dalam pertimbangan putusan (PN) Jakarta Barat. Tentang langkah hukum sedang kita pertimbangkan,” kata Soesilo.
Sebelumnya, Bareskrim Polri memastikan, melakukan penyelidikan baru terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Hal itu menyusul vonis lepas yang dijatuhkan terhadap terdakwa di PN Jakbar.
"Dengan Pak Kemenpolhukam dan stakeholder yang ada, seperti Bareskrim dan Kejaksaan diputuskan Pak Jampidum untuk mengajukan Kasasi, dan Pak Kabareskrim untuk mengajukan penyelidikan dan penyidikan kembali terhadap kasus Indosurya dengan tempus, locus, dan moudus yang baru," tutur Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dihubungi, Rabu (1/2/2023).
Menurut Whisnu, Bareskrim Polri telah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya yang melibatkan Henry Surya dan kawan-kawan. "Hari ini kami lagi lakukan proses penyelidikan dan dalam waktu dekat akan kita lengkapi untuk masuk ke penyidikan. Hari ini sudah naik lidik sesuai keputusan Polhukam, Kaba dan Jampidum," jelas dia.
Kejagung Ajukan Kasasi Vonis Bebas Henry Surya Cs
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mengajukan langkah hukum Kasasi atas vonis bebas terdakwa Henry Surya di kasus korupsi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya. Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, hal tersebut akan dilakukan dalam kurun waktu 14 hari ke depan.
"Vonis lepas Henry Surya pada kasus KSP Indosurya kekeliruan hakim dalam menerapkan hukum," tutur Ketut kepada Liputan6.com, Senin (30/1/2023).
Menurut Ketut, kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana KSP Indosurya yang dikatakan sebagai perbuatan keperdataan adalah hal yang sangat keliru, sebagaimana dalam Pasal 253 huruf a KUHAP yang berbunyi "Majelis Hakim dalam memutus perkara tersebut tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya."
"Putusan Majelis Hakim tidak sejalan dengan tuntutan dari Penuntut Umum. Oleh karenanya, Penuntut Umum mengajukan upaya hukum Kasasi dalam waktu 14 hari ke depan sebagaimana diatur dalam Pasal 245 KUHAP," jelas dia.
Adapun pertimbangan langkah hukum Kasasi tersebut, sambung Ketut, bahwa KSP Indosurya telah memiliki 23 ribu nasabah dengan mengumpulkan dana nasabah seluruhnya sebanyak Rp106 triliun. Berdasarkan hasil audit, nasabah yang tidak terbayarkan lebih dari 6 ribu orang, yang jumlah kerugiannya sebesar kurang lebih Rp16 triliun.
"Perbuatan para pelaku sangat melukai hati masyarakat yang menjadi korban dari kegiatan KSP Indosurya, dan pengumpulan dana dilakukan secara ilegal dengan memanfaatkan kelemahan hukum perkoperasian dijadikan alasan untuk mengeruk keuntungan masyarakat," katanya.
Ketut mengatakan, KSP Indosurya tidak memiliki legal standing sebagai koperasi dengan alasan tidak pernah dilakukan rapat anggota yang memiliki kewenangan tertinggi minimal 1 tahun sekali sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Kemudian, anggota koperasi yang direkrut juga tidak memiliki kartu keanggotaan dan tidak pernah dilibatkan dalam mengambil keputusan penting, seperti pembagian dividen atau Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap tahunnya, dan perubahan nama koperasi menjadi KOSPIN Indosurya Cipta.
"Produk yang dijual tidak masuk akal seperti simpanan berjangka yang nilai simpanannya mulai Rp50 juta sampai jumlah tidak terbatas dengan iming-iming bunga 8,5 persen sampai 11,5 persen yang tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia," ujar Ketut.
Advertisement