Liputan6.com, Jakarta: Polemik anggota Keamanan Rakyat alias Kamra hampir tuntas. Pasalnya, pemerintah telah menyetujui pemberian santunan yang besarnya empat kali dari gaji yang biasa mereka [Kamra] terima. Namun, Menteri Pertahanan Mahfud M.D., baru-baru ini, di Jakarta, menilai masalah uang santunan itu adalah masalah biasa bagi pemerintah.
Menurut Mahfud, hal pokok yang tengah dipikirkan pemerintah adalah upaya menyalurkan mereka ke berbagai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Pemerintah, TNI, dan Polri. Ia juga tak mempersoalkan jika para Kamra itu berunjuk rasa agar pemerintah memperhatikan nasib mereka. Namun, ia menyayangkan tindakan destruktif yang dilakukan sejumlah anggota Kamra beberapa waktu silam dengan cara membakar pakaian seragamnya.
Sementara itu, di studio SCTV, dua anggota Kamra Paschal R.R. dan Fadilah mengaku tak mempersoalkan pemberhentian mereka. Menurut mereka, pemberhentian itu memang telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembubaran Kamra pada bulan Desember 2000.
Keduanya juga membantah telah melakukan tindakan destruktif dengan membakar seragam mereka. Mereka menjelaskan, pembakaran seragam itu adalah sekadar aksi mencari perhatian pemerintah yang ingkar janji. Saat ini, yang paling diharapkan adalah dapat ditampung di TNI maupun Polri. Namun, seandainya keinginan itu tak terpenuhi, keduanya tetap akan berusaha melalui uang santunan yang mereka dapatkan.
Tampak jujur, keduanya mengaku selama menjadi anggota Kamra telah menerima bayaran Rp 200 ribu per bulan. Namun, selain gaji pokok itu biasanya mereka menerima uang tambahan yang besarnya bervariasi antara Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu per hari. Dana itu biasa didapat saat membantu di Pelayanan Masyarakat di kantor polisi tempat mereka diperbantukan.
Menurut Mahfud, hal pokok yang tengah dipikirkan pemerintah adalah upaya menyalurkan mereka ke berbagai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Pemerintah, TNI, dan Polri. Ia juga tak mempersoalkan jika para Kamra itu berunjuk rasa agar pemerintah memperhatikan nasib mereka. Namun, ia menyayangkan tindakan destruktif yang dilakukan sejumlah anggota Kamra beberapa waktu silam dengan cara membakar pakaian seragamnya.
Sementara itu, di studio SCTV, dua anggota Kamra Paschal R.R. dan Fadilah mengaku tak mempersoalkan pemberhentian mereka. Menurut mereka, pemberhentian itu memang telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembubaran Kamra pada bulan Desember 2000.
Keduanya juga membantah telah melakukan tindakan destruktif dengan membakar seragam mereka. Mereka menjelaskan, pembakaran seragam itu adalah sekadar aksi mencari perhatian pemerintah yang ingkar janji. Saat ini, yang paling diharapkan adalah dapat ditampung di TNI maupun Polri. Namun, seandainya keinginan itu tak terpenuhi, keduanya tetap akan berusaha melalui uang santunan yang mereka dapatkan.
Tampak jujur, keduanya mengaku selama menjadi anggota Kamra telah menerima bayaran Rp 200 ribu per bulan. Namun, selain gaji pokok itu biasanya mereka menerima uang tambahan yang besarnya bervariasi antara Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu per hari. Dana itu biasa didapat saat membantu di Pelayanan Masyarakat di kantor polisi tempat mereka diperbantukan.