Liputan6.com, Jakarta Menko Polhukam Mahfud Md berjanji menjelaskan sejelas-jelasnya soal misteri Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diduga melibatkan ratusan pegawainya. Menurut dia, penjelasan itu akan disampaikan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Senin saya standby, menunggu undangan. Saya siap dengan data otentik yang akan ditunjukkan kepada DPR,” tulis Mahfud seperti dikutip Sabtu (18/3/2023).
Baca Juga
Namun sebelum penjelasan disampaikan, Mahfud meminta publik lebih cermat menyikapi polemik transaksi mencurigakan hingga Rp 300 triliun di Kemenkeu dengan membaca dan mendengar kembali pernyataan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang hal terkati. Bahwa, tidak ada yang pernah menyebut angka Rp 300 triliun adalah tindakan korupsi tetapi transaksi mencurigakan.
Advertisement
“Saya sarankan, lihat lagi pernyataan terbuka Ketua PPATK di Kemenkeu Selasa kemarin. Beliau tidak bilang bahwa info itu bukan korupsi dan bukan pencucian uang, sama dengan yang saya katakan,” jelas Mahfud.
“Lah, uang apa?,” sambung Mahfud bertanya seperti kebingungan publik saat ini.
Mahfud mengatakan, transaksi mencurigakan itulah yang akan diselidiki.
“Ini laporan yang harus diselidiki. Nantilah, pokoknya jujur saja kalau mau memperbaiki,” Mahfud menandasi.
Sebelumnya, Mahfud mengatakan, kasus aparatur sipil negara (ASN) yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak hanya di Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Menurutnya, hal serupa yang belakangan menimpa Kemenkeu juga kerap terjadi di instansi negara lainnya.
"Saya peringatkan kepada K/L dari sekarang yang seperti ini (Rafael Alun) banyak, orang beli proyek seakan tidak ada apa-apa, tapi dia buat perusahaan cangkang di situ, istri bikin ini-itu yang tidak jelas juga siapa pelanggannya, (tapi) uang bertumpuk di situ," ujar Mahfud Md saat jumpa pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Dia menyatakan, tindakan transaksi yang mencurigakan dan diduga pencucian uang dilakukan oleh para ASN tidak semuanya mampu terjangkau oleh menteri atau kepala lembaga.
Oleh sebab itu, Mahfud meminta jika temuan itu ditemukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) maka aparat penegak hukum (APH) yang akan mengerjakan, seperti Kejaksaan, Polri, dan KPK.
"Menteri tidak sanggup menjangkau sampai situ makanya ada APH, nanti kita kerjakan. Itu bukti pencucian uang, menteri bisa tidak tahu bahwa ada uang seperti itu dan memang di luar kuasa menteri," kata Mahfud.
Dia menjelaskan, selama ini pelanggar pencucian uang belum terlalu dikonstruksi dengan kasus pencucian uang meski beleid yang mengaturnya ada yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang TPPU. Hanya segelintir dari mereka yang dijerat dengan aturan tersebut.
"Hanya 1,2,3 lah orang dihukum karena TPPU, padahal itu (angka) jauh lebih besar dari korupsi," jelas Mahfud.
Mahfud kemudian mengusulkan, saat ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki soal TPPU terhadap pegawainya, maka langsung saja diteruskan ke aparat penegak hukum (APH) seperti KPK, Kejaksaan, dan Polri.
Mahfud Md Minta Aparat Turun Tangan Saat Ada Laporan TPPU dari Kementerian
Mahfud Md merasa geram saat tahu dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo jumlahnya mencapai setengan triliun.
Mahfud Md lalu meminta PPATK melakukan penelisikan lebih jauh. Hasilnya, ditemukan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun dari 647 orang pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada medio 2009-2023.
Penelisikan Mahfud tidak sampai di situ. Dugaan terkait pidana pencucian uang ini makin diperkuat dengan sampling yang dilakukan terhadap 7 orang dari 197 kasus yang dilaporkan berunsur TPPU. Hasilnya, terdapat angka Rp60 triliun hanya dari 7 kasus.
“Dari 7 kasus itu TPPU-nya sudah dihitung Rp 60 T dari 7 kasus TPPU,” kata Mahfud Md saat jumpa pers di kantornya, Jumat (10/3/2023).
Mahfud menjelaskan, selama ini pelanggar money laundering belum terlalu dikonstruksi dengan kasus pencucian uang meski beleid yang mengaturnya ada yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Tentang TPPU. Hanya segelintir dari mereka yang dijerat dengan aturan tersebut.
“Hanya 1, 2, 3 lah orang dihukum karena TPPU, padahal itu (angka) jauh lebih besar dari korupsi,” ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Mahfud kemudian mengusulkan, saat ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki soal TPPU terhadap pegawainya, maka langsung saja diteruskan ke aparat penegak hukum (APH) seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri.
“Saya berpikir kalau sebulan tidak ada perkembangan, saya ambil saya pindah karena saling ngambil sendiri tidak bisa, begitu masuk satu diolah sendiri tidak jalan tidak boleh pindah ke aparat lain itu salah satu penyebab macet,” jelas dia.
Advertisement