Sukses

Majelis Kehormatan Bacakan Putusan Pencopotan Eks Hakim MK Aswanto Hari Ini Senin 20 Maret 2023

Pembacaan putusan terkait pencopotan atau pemberhentian mantan Hakim MK Aswanto akan dilakukan melalui Sidang Pleno Pengucapan Putusan pada hari ini pukul 13.00 WIB di Ruang Sidang Panel Lantai 4, Gedung I Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Senin (20/3), besok bakal membacakan putusan terkait dengan pencopotan atau pemberhentian mantan Hakim MK Aswanto melalui Sidang Pleno Pengucapan Putusan pada Senin (20/3/2023) pukul 13.00 WIB di Ruang Sidang Panel Lantai 4, Gedung I Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

Dalam keterangan tertulis MK yang diterima di Jakarta, Minggu 19 Maret 2023, Sidang Pleno Pengucapan Putusan ini berdasarkan Pasal 39 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Pembacaan putusan ini dilaksanakan seiring telah selesainya pelaksanaan Sidang Pleno untuk Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan serta Rapat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap dugaan pelanggaran kode etik atau perilaku hakim konstitusi dugaan pengubahan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XX/2022 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).

Sidang Pleno Pengucapan Putusan MKMK tersebut akan diucapkan/dibacakan langsung oleh Ketua MKMK merangkap Anggota I Dewa Gede Palguna (Tokoh Masyarakat), Sekretaris merangkap Anggota MKMK Enny Nurbaningsih (Hakim Konstitusi), dan Anggota MKMK Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sudjito (Akademisi yang berlatar belakang di bidang hukum/Dewan Etik Hakim Konstitusi).

Pengucapan putusan MKMK merupakan tahap akhir dari proses pemeriksaan atas temuan dari MKMK mengenai adanya perbedaan antara Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 dan Risalah Persidangan yang diunggah ke laman mkri.id dengan putusan yang dibacakan/diucapkan secara langsung dalam sidang terbuka untuk umum pada tanggal 23 November 2022.

Perbedaan tersebut terletak pada paragraf terakhir halaman 51 Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 pada frasa “Dengan demikian,...” yang berubah menjadi frasa “Ke depan,...”.

Atas Temuan tersebut, MKMK telah menggelar serangkaian Sidang Pleno untuk Pemeriksaan Pendahuluan, Pemeriksaan Lanjutan, dan Rapat MKMK dengan mendengarkan keterangan dari sejumlah pihak, termasuk keterangan dari sembilan Hakim Konstitusi dan lima orang Ahli.

Sidang Pleno dan Rapat MKMK dimaksud berlangsung secara tertutup sejak 9 Februari 2023 hingga 14 Maret 2023.

Berdasarkan Pasal 40 PMK 1/2023, MKMK dapat menjatuhkan sanksi dengan mengedepankan prinsip menjaga keluhuran martabat dan perilaku hakim konstitusi.

Sidang Pleno Pengucapan Putusan MKMK akan dilakukan secara terbuka untuk umum serta disiarkan langsung dalam kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI.

Putusan 103/PUU-XX/2022 merupakan putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Pasal 23 ayat (1), dan (2), serta Pasal 27 A ayat (2) Undang-Undang tentang MK. Putusan itu dibacakan pada 23 November 2022.

Putusan itu merespon gugatan yang diajukan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Zico mengajukan gugatan itu sebagai respon atas keputusan DPR mengganti Aswanto sebagai hakim konstitusi.

Aswanto digantikan Guntur Hamzah yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI tanggal 29 September 2022. Sebelum menggantikan Aswanto, Guntur merupakan sekretaris jenderal di Mahkamah Konstitusi sejak tahun 2015.

Dalam putusan-nya, MK menolak gugatan yang diajukan Zico dan kawan-kawan. Zico lalu melaporkan kasus itu ke Polda Metro Jaya pada 1 Februari 2023 atas dugaan pemalsuan dokumen MK.

Alasannya, dalam Putusan 103/PUU-XX/2022, Zico menemukan perbedaan kalimat antara yang dibacakan oleh hakim saat sidang dengan salinan putusan yang diunggah di situs MK.

2 dari 2 halaman

DPR Tak Perpanjang Jabatan Hakim Konstitusi Aswanto

Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI menunjuk Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi menggantikan Aswanto.

Parlemen memutuskan tidak memperpanjang masa jabatan Aswanto sebagai hakim konstitusi usulan lembaga DPR.

Keputusan tersebut dibacakan dalam Rapat Paripurna Ke-7 Masa Sidang I Tahun 2022-2023.

"Adapun keputusan Komisi III DPR RI itu adalah sebagai berikut; tidak akan memperpanjang masa jabatan Hakim Konstitusi yang berasal dari usulan lembaga DPR atas nama Aswanto dan menunjuk Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi yang berasal dari DPR," ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/9/2022).

Komisi III DPR telah menggelar rapat internal pada 29 September 2022 untuk meminta kesediaan Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi dari DPR. Keputusan Komisi III menerima kesediaan Guntur sebagai Hakim Konstitusi.

Menanggapi putusan itu, Direktur Advokasi dan Bantuan Hukum DPP PSI, Rian Ernest, menilai, DPR layak mendapat “kartu merah”.

“DPR telah melakukan dua kesalahan, pertama proses pemecatan tersebut termasuk pengangkatan Sekjen MK Guntur Hamzah sebagai pengganti Aswanto. DPR sudah offside, karena tidak ada alasan dalam UU MK untuk memberhentikan Aswanto. Apalagi Sekjen MK sendiri tidak pernah menjalani proses fit and proper test di DPR. Jadi ini sudah dua kali salahnya,” kata Rian dalam keterangan tertulis diterima, Rabu (5/10/2022).

Rian menyarankan, Komisi III DPR tidak menunjukkan politik yang jorok. Sebab, seorang hakim MK, adalah negarawan yang memutuskan perkara berdasarkan konstitusi, bukan untuk membela DPR.

“Hakim MK yang diajukan DPR tidak dapat disamakan dengan pegawainya DPR, yang harus gelap mata selalu membela DPR. Itu cara berpolitik yang salah, transaksional dan tidak memberi contoh yang baik. Jangan lupa, DPR selalu menjadi lembaga yang terendah kepercayaannya,” tegas Rian.

Rian meyakini, publik bakal semakin tidak percaya kepada hukum jika diatur dan dikendalikan oleh kepentingan politik. Dia memastikan, jika rule of law ‘diobok-obok’ demi kepentingan politik, maka publik akan semakin apatis dengan hukum di negara ini.

“Bagaiamana mau semakin percaya dengan hukum kita? Baru saja kita lihat perkara Ferdy Sambo. Ada juga perkara Lukas Enembe. Belum lagi OTT Hakim Agung kemarin. Hari-hari ini kita lihat pemberhentian hakim MK secara sewenang-wenang,” kritik Rian.

Sumber: Antara.