Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan data yang dilaporkan terkait transaksi mencurigakan merupakan laporan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Bahkan nilai transaksi mencurigakan tersebut meningkat dari semula Rp 300 triliun menjadi Rp 349 triliun.
"Saya berkali-kali bilang bukan laporan korupsi. Laporan dugaan tindak pidana pencucian yang yang menyangkut transaksi mencurigakan, saya waktu itu sebut Rp 300 triliun, sesudah diteliti lagi transaksi mencurigakan lebih dari itu Rp 349 triliun, mencurigakan” ujar Mahfud MD saat konferensi pers dikutip dari Youtube salah satu stasiun televisi swasta, Senin (20/3/2023).
Baca Juga
Mahfud menambahkan, TPPU sering menjadi besar karena menyangkut kerja intelejen keuangan. Selain itu, uang berputar berpotensi hingga 10 kali tetapi dihitung hanya 2-3 kali.
Advertisement
"Uang yang sama mungkin berputar 10 kali secara aneh, mungkin dihitungnya 2-3 kali. Padahal pertukarannya 10 kali. Misalnya kirim uang, ke sekretaris, uang sama tetap dihitung perputaran aneh itu disebut tindak pidana pencucian uang,” kata dia.
Ia menyampaikan agar tidak berasumsi Kementerian Keuangan korupsi. Namun, hal itu transaksi mencurigakan.”Ini transaksi mencurigakan, dan banyak libatkan dunia luar, punya sentuhan-sentuhan dengan mungkin orang kementerian keuangan,” kata Mahfud.
Mahfud mencontohkan bentuk TPPU itu yakni meliputi kepemilikan saham di perusahaan atas nama keluarga, kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun tak bergerak atas nama pihak lainnya Selanjutnya membentuk perusahaan cangkang, mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan operasional perusahaan menjadi sah.
“Kemudian gunakan rekening atas nama orang lain, untuk simpan hasil kejahatan, menyembunyikan hasil kejahatan di safe deposit box,atau tempat lain, itu harus dilacak,” kata dia.
Mahfud MD: TPPU Lebih Berbahaya
Mahfud menegaskan kalau hal yang disampaikan pihaknya, Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai laporan pencucian uang.
“Laporan tindak pidana pencucian uang. Memang jumlahnya besar karena menyangkut orang luar, tindak pidana ada kaitan di dalam,” kata dia.
Oleh karena itu, pertama, pihaknya bersepakat dengan Kementerian Keuangan akan melanjutkan untuk selesaikan semua laporan hasil analis yang diduga TPPU dari PPATK, baik menyangkut Kementerian Keuangan dan pihak lain.
“Seperti dilakukan Ditjen Pajak berhasil untuk penerimaan negara dari sektor pajak sekitar Rp 7.08 triliun dan ditjen bea cukai Rp 1,1 triliun sehingga mencapai Rp 8,2 triliun.
"Kedua apabila laporan ditemukan tindak pidana, LHA itu akan ditindaklanjuti proses hukum oleh Kementerian Keuangan sebagai penyindik tindak pidana asal,” ujar dia.
“Korupsinya sudah selesai, sudah ada masuk penjara, uang sudah dirampas. Tapi TPPU akan ditindak yang mana ditemukan alat bukti, akan disidik Kementerian Keuangan sebagai penyidik di bidang pajak dan kepabeanan atau diserahkan kepada penegak hukum,” ia menambahkan.
Mahfud menuturkan, TPPU lebih berbahaya karena transaksi dilakukan dari lembaga pemasyarakatan. “Memberantas korupsi kalau mau, ukuran kelas merugikan negara, memperkaya diri sendiri, lawan hukum itu sudah korupsi. TPPU lebih berbahaya karena korupsi terima suap, dipenjara, bagaimana uang masuk ke istri itu mencurigakan, bagaimana tidak operasi tapi omzet Rp 100 miliar, itu disebut diduga pencucian uang dan ini bukan korupsi,” kata dia.
Advertisement
Mahfud MD Bahas Lagi Transaksi Rp 300 Triliun, Sahroni: Siap Bantu Bongkar di DPR
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamaan (Menko Polhukam) Mahfud Md kembali menyinggung mengenai transaksi janggal sebesar Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan. Jika hasil temuan PPATK itu bukan hasil korupsi ataupun pencucian uang, Mahfud bingung terkait aktivitas sebenarnya di balik traksaksi besar tersebut.
Bahkan, Mahfud juga bersedia dipanggil oleh DPR untuk dimintai keterangan terhadap isu yang telah menghebohkan publik ini.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni buka suara. Politikus NasDem ini menyebut isu 300 T ini tidak boleh berhenti tanpa jawaban seperti ini. Sebab dia menilai masih banyak sekali pertanyaan publik yang belum terjawab.
"Isu tentang temuan transaksi janggal dengan angka yang luar biasa fantastis ini harus terus dilakukan pendalaman kembali. Jangan selesai seperti ini, masih banyak kejanggalan-kejanggalan yang harus diungkap. Disebut bukan korupsi, bukan TPPU, lalu apa? Pak Mahfud saja bingung, apalagi kita yang hanya mendengar,” ujar Sahroni pada wartawan, Senin (20/3/23).
Permintaan Sahroni
Politikus NasDem ini juga meminta lembaga dan instansi terkait terus berkoordinasi untuk ungkap kebingungan ini. Sebab dirinya menilai harus ada klarifikasi jelas dari pihak berwenang soal temuan angka transaksi janggan sebesar Rp 300 T ini.
"Jangan sampai tiap lembaga punya versi yang berbeda-beda, makin repot lagi itu nanti. Fokus untuk beri publik klarifikasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai ini berakhir tanpa kejelasan sama sekali, publik akan terus bertanya-tanya nantinya. Tidak baik juga untuk citra lembaga dan instansi terkait,” katanya.
Menurut Sahroni, Komisi III DPR RI pekan ini berencana mengadakan rapat dengan PPATK dan Menkopolhukam di Senayan. Tujuannya untuk membawa isu 300 T ini perlahan menemui kejelasan.
"Jika tidak ada halangan, dijadwalkan kita akan gelar rapat bersama PPATK tanggal 21 Maret dan bersama Pak Menkopolhukam tanggal 24 Maret. Isunya terkait temuan janggal 300 T. Semoga kita akan temukan kejelasan” pungkas Sahroni.
Advertisement