Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto berkeyakinan kuat, mengapa PDIP terus mendorong soal proporsional tertutup untuk Pemilu di Indonesia.
Menurut dia, pada sistem Pemilu proporsional terbuka maka yang dikejar adalah elektoral populisme dibanding membangun kepemimpinan bagi masa depan bangsa kedepan.
Baca Juga
"Sistem proporsional terbuka, populisme itu kan digerakkan pada personifikasi, sehingga pada kebijakan-kebijakan yang sifatnya populis dengan memperbesar belanja sosial untuk mendapatkan efek elektoral. Dibandingkan dalam membangun suatu daya tahan kepemimpinan bangsa kita bagi masa depan," ujar Hasto usai acara simposium di Universitas Paramadina Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Advertisement
Hasto menambahkan, dampak negatifnya dari sistem pemilu proporsional terbuka adalah mengedepankan demokrasi elektoral yang individualis dan berbasis kekuatan modal.
Hal itu jelas berbeda dengan sistem proporsional tertutup yang disebut lebih mengedepankan kualitas kepemimpinan, fungsi representasi yang didasarkan pada kemampuan.
"Maka sistem proporsional tertutup menjadi suatu keyakinan dan match (sesuai) dengan sistem politik kita yang berdasarkan pada strategi culture kita. Karena kita adalah bangsa maritim bukan bangsa kontinental," ujar Hasto.
Hasto mewanti, Indonesia memiliki pulau dan luas negara yang begitu besar, sehingga memerlukan adanya kepakaran dalam setiap aspek kehidupan.
"Termasuk dalam jabatan anggota legislatif," Hasto menandasi.
Bicara soal Duet Prabowo-Ganjar
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tidak ambil pusing soal wacana duet Prabowo-Ganjar di Pilpres 2024. Termasuk ketika Hashim Djojohadikusumo, sebagai wakil ketua dewan pembina Partai Gerindra mengatakan bahwa bila diduetkan maka Prabowo yang lebih pantas sebagai capres dan Ganjar cawapres karena lebih senior.
"Itu kan satu wacana. Boleh dong wacana muncul. Ketika Pak Hashim ditanya, itu (Prabowo-Ganjar) prinsip senioritas," ujar Hasto saat ditanya awak media usai diskusi mengenai geopolitik Soekarno di Universitas Paramadina, Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Hasto lalu mengembalikan singgungan soal senioritas. Jika wacana yang muncul berbeda muncul yakni Megawati-Prabowo maka tentu keduanya lebih senior bila dipasangkan ketimbang dengan Ganjar.
"Lalu ada temen saya bilang, kalau prinsipnya senioritas ada juga misalnya Megawati-Prabowo. Itu kalau prinsip senioritas. Tapi sebagai sebuah analisis ya itu sah-sah saja," ungkap Hasto.
Advertisement