Sukses

Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20, Wapres Ma’ruf Amin: Harus Terima dengan Ikhlas

Ma’ruf menyebut batalnya RI jadi tuan rumah di laga Piala Dunia U-20 bukan berarti kiamat bagi Timnas Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Ma’ruf Amin, angkat bicara soal pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah FIFA World Cup U-20. Ma’ruf Amin meminta semua pihak untuk menerima putusan itu dengan lapang dada.

“Ini sudah menjadi keputusan. Apapun harus kita terima dengan ikhlas,” kata Ma’ruf dilihat dari Youtube Sekretariat Wapres, Kamis (30/3/2023).

Ma’ruf menyebut batalnya Timnas Indonesia bermain di laga U-20 bukan kiamat bagi Timnas Indonesia.

“Tapi tidak berarti itu kemudian kiamat ya bagi dunia persepakbolaan kita,” kata dia.

Ma’ruf mengajak semua pihak tetap optimis dan tetap semangat berlatih dan pembinaan harus tetap berjalan sebagaimana mestinya.

“Menurut saya keputusan batalnya penyelenggaraan u-20 ini tidak boleh membuat kita kemudian menjadi pesimis, menjadi kemudian patah semangat. desain besar Olahraga Nasional kita itu tidak boleh terganggu. dia harus berjalan dan pembinaan harus terus,” pungkasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf, menyesalkan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah FIFA World Cup U-20.

Dede memberikan catata ke depannya bahwa ketika Indonesia menyatakan siap menjadi tuan rumah kegiatan olahraga internasional, maka fokuslah pada persaingan dan pertarungan olahraga bukan pada pertarungan politik.

“Kita sangat menyesalkan sekali bahwa pembatalan Piala Dunia U-20 ini berlangsung di detik-detik terakhir ketika kita sudah siap menjadi tuan rumah. Dan pembatalan ini disebabkan karena statement dari Pemerintah Daerah Bali yang dalam hal ini sebagai tuan rumah drawing,” ujar Dede dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (30/03/2023).

 

2 dari 2 halaman

FIFA Singgung Tragedi Kanjuruhan

FIFA dalam rilisnya juga menyebutkan mengenai Tragedi Kanjuruhan sebagai salah satu alasan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah FIFA World Cup U-20. Peristiwa Kanjuruhan ini memang meninggalkan coretan merah pada dunia sepak bola Indonesia dan menjadi peristiwa sejarah sepak bola terkelam nomor 2 di dunia yang memakan korban.

Alasan tersebut menurut Dede juga diperparah dengan adanya dinamika politik di Indonesia atas polemik statement penolakan terhadap Timnas Israel.

“Artinya sudah ada coretan merah ni, nah coretan merah ini dilukai lagi dengan adanya statement-statement yang sebetulnya tidak perlu. Ya sudah, itu yang menyebabkan akhirnya FIFA mengambil kembali catatan, coretan merah itu sebagai alasan. Ini kalau misalnya tidak ada statement-statement yang menolak, ya kita tetep bisa bertanding,” tuturnya.