Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terus menyoroti kebijakan impor komoditas pangan. Pasalnya, kebijakan ini ironis dilakukan di tengah musim panen Raya dan akan menjadi awal dari penghentian terakhir Indonesia di tengah jalan mewujudkan kemandirian pangan.
Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin pun memperkirakan tren importasi beras Indonesia akan terus meningkat pasca disahkannya Perppu Cipta kerja menjadi Undang-undang oleh DPR. UU Cipta Kerja telah menghapus aturan larangan impor komoditas pertanian pada saat kebutuhan dan cadangan komoditas pertanian dalam negeri mencukupi.
Baca Juga
"Sangat jelas, UU Cipta kerja telah memposisikan kegiatan impor pangan sebagai upaya pemenuhan pangan dalam negeri yang bisa dilakukan tanpa syarat apapun dan kapanpun. Dengan demikian Bangsa ini secara resmi telah mengubur cita-cita kemandirian pangannya sendiri," ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Kamis (30/03).
Advertisement
Kebijakan impor pangan yang berjalan, menurut Sultan cenderung dilandasi oleh motif rent seeking politik ini. Sehingga akan berdampak sistemik pada masa depan pertanian Indonesia. Setidaknya akan terjadi kehilangan harapan dan semangat para petani untuk melakukan budidaya tanaman padi.
"Pada titik ini akan terjadi shifting profesi petani secara massal dan tentunya akan signifikan meningkatkan trend konversi lahan pertanian. Dominasi produksi pangan negara penghasil utama beras dengan pendekatan mekanisasi dan teknologi pertanian modern yang efisien akan terus mendorong Indonesia memenuhi kebutuhan pangan nasionalnya dengan produk pangan murah yang mereka hasilkan," urai mantan Ketua HIPMI Bengkulu itu.
Efek Domino Kebijakan Impor Pangan
Di sisi lain, hingga saat ini pemerintah masih belum mampu menetapkan titik keseimbangan harga eceran tertinggi gabah kering di tingkat petani dan harga beras di pasaran. Kecenderungan pada kepentingan korporasi masih terasa jika kita melihat ketimpangan kenaikan HET GKP dibandingkan kenaikan HET beras.
"Sangat panjang efek domino yang akan merugikan petani dan masa depan industri pertanian Indonesia, jika pemerintah hanya fokus pada menjaga stabilitas harga beras dengan terus menghapus berbagai subsidi yang membantu mengurangi biaya produksi petani," tegasnya.
Lebih lanjut, senator asal Bengkulu ini, meminta agar pemerintah segera mencari solusi jangka panjang dalam rangka memastikan dan menjamin cadangan Beras pemerintah (CBP) terjaga sesuai standar minimum Bulog. Saran kami Badan Pangan Nasional dan Bulog harus juga ditugaskan untuk melakukan produksi beras secara mandiri dengan melakukan kemitraan dengan seluruh Petani se-Indonesia.
"Bapanas dan Bulog jangan hanya menjadi off taker yang sudah pasti kalah bersaing dengan korporasi beras swasta. Institusi pangan ini harus turun ke lahan-lahan pertanian terutama dalam agenda food estate pemerintah," tutupnya Sultan.
Diketahui, Ketentuan impor komoditas pangan dimuat pada klaster pertanian Pasal 30 UU Cipta Kerja, yang mencabut UU sebelumnya yaitu UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
"Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan Pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor Komoditas Pertanian dengan tetap melindungi kepentingan Petani," bunyi Pasal 30 ayat (1) Perppu yang kini telah disahkan DPR menjadi UU Cipta Kerja.
Â
(*)
Â
Advertisement