Liputan6.com, Jakarta - Senyum semringah sontak terpancar dari wajah Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, dan Prabowo Subianto ketika Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut kata cocok. Ketiga ketua umum partai ini tampak saling melempar senyum. Mereka terlihat merasa puas dengan ucapan Jokowi tersebut.
Jokowi mengucapkan kata cocok saat menjawab pertanyaan awak media soal peluang Koalisi Indonesia Bersatu dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) melebur menjadi koalisi besar. Tetapi, Jokowi menyerahkan kepada para ketua umum partai yang hadir apakah akan mau bergabung menjadi koalisi besar.
Baca Juga
"Saya hanya bilang cocok. Terserah kepada ketua-ketua partai atau gabungan ketua partai. Untuk kebaikan negara untuk kebaikan bangsa untuk rakyat, hal yang berkaitan bisa dimusyawarahkan itu akan lebih baik," kata Jokowi di Kantor DPP PAN, Jakarta, Minggu 2 April 2023.
Advertisement
Presiden Jokowi hadir memenuhi undangan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dalam acara silaturahmi Ramadhan di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, terlihat lima ketua umum partai pendukung pemerintah. Mereka adalah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno memandang manuver Jokowi menghadiri pertemuan tersebut sebagai indikasi adanya penjajakan politik. Ia pun tak memungkiri bila koalisi besar akan terbentuk.
"Itu menjadi tanda-tanda adanya penjajakan politik akan bentuk poros besar ya, dimana partai-partai ini bisa dipastikan menyatukan konsolidasi dan menyatukan kepentingan menjadi koalisi besar untuk memastikan kemenangan mereka satu putaran. Makanya koalisi ini disebut koalisi besar karena terdiri dari banyak partai kekuatan politik yang sangat mungkin mereka itu (bergabung) menjadi satu karena partai-partai itu pendukung Jokowi," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (3/4/2023).
Adi mengungkapkan, Jokowi memiliki peran yang signifikan dalam merekatkan kelima partai pendukungnya yang berbeda poros untuk melebur ke dalam gerbong koalisi besar. Para petinggi partai itu pun mengakui bahwa gabungan partai ini akan berada di bawah instruksi Jokowi.
"Secara terang benderang pernyataan Ketum PAN (Zulkifli Hasan), Ketum Partai Gerindra (Prabowo Subianto) bahwa kelima partai ini adalah gabungan partai politik yang siap berada di bawah komando Jokowi menuju Pilpres 2024. Jelas peran Jokowi sangat signifikan yang merekatkan kelima partai ini dalam pertemuan di DPP PAN," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) ini.
Dia menilai koalisi besar akan bisa terwujud lantaran memiliki kesamaan dalam gagasan dan visi. Namun demikian koalisi itu akan mengalami kesulitan ketika menentukan sosok capres dan cawapres. Terlebih saat ini, masing-masing Ketua Umum Partai pendukung tersebut memiliki keinginan kuat untuk maju dalam kontestasi lima tahunan tersebut.
"Memang tingkat kerumitannya soal siapa capres cawapres yang akan diusung. Karena kalau kita lihat koalisi besar punya problem tersendiri ketika Ketua Umum Partai di dalamnya sampai saat ini masih ngotot maju Pilpres. Itu kesulitan pada Level praktik, karena pada Level wacana, level kesamaan visi dan gagasan, saya kira tidak ada persoalan apa pun, tapi secara tenis soal capres cawapres tentu akan menemukan kebuntuan-kebuntuan, agak sulit diuraikan," terang dia.
Adi pun menyoroti adanya hubungan kurang kondusif antara Presiden Jokowi dengan partai pengusungnya, PDIP. Kondisi itu dipantik setelah piala dunia U-20 batal digelar di Indonesia menyusul penolakan dari Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Kader PDIP tersebut menolak Timnas Israel berlaga di ajang internasional tersebut.
"Jokowi terlihat kecewa dengan sikap itu, sebagai tuan rumah gagal hanya karena penolakan dari sejumlah kepala daerah dari PDIP. Jadi pertemuan partai-pertai pendukung Jokowi di Kantor DPP PAN itu dan PDIP tidak hadir sekalipun diundang, itu kan menjadi penanda ada hubungan yang kurang oke," dia menandaskan.
Sedangkan Analis politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai kehadiran Jokowi pada kegiatan ini sebagai sinyal bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta ini serius terhadap calon penggantinya sebagai presiden. Untuk itu, menurutnya, potensi peleburan KIB dan KKIR bisa saja terjadi untuk menuju sebuah koalisi besar.
"Pertemuan ini bisa saja menjadi agenda penggabungan dua koalisi, yaitu KIB dan KKIR", ujar Arifki kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Dia menyoroti pertemuan ini yang dihadiri lima partai saja, yaitu Gerindra, PKB, PAN, Golkar dan, PPP. Yang menarik perhatian, menurutnya, pertemuan itu tanpa kehadiran PDIP dan anggota Koalisi Perubahan dan Persatuan. "Agenda pertemuan ini bisa saja ada koalisi yang terbentuk, di mana Jokowi yang menjadi King Makernya," ujar dia.
Dia memprediksi dalam Pemilu 2024 mendatang, akan ada tiga poros yang akan bertarung dalam Pilpres 2024. Hal ini lantaran tidak hadirnya petinggi PDIP dan parpol dari Koalisi Perubahan dan Persatuan.
"Jika PDI-P dan Koalisi Perubahan tidak hadir, maka kemungkinan tiga poros bakal terbentuk di Pilpres 2024. Koalisi perubahan yang juga renggang akhir-akhir ini bakal sulit berkoalisi dengan PDIP," ujar dia.
Selain itu, Arifki juga menilai bakal sulit bagi PDIP untuk merapat dengan koalisi besar gabungan KIB dan KKIR. Hal ini disebabkan adanya tarik menarik King Maker. "Tentunya adu pengaruh Jokowi dan Megawati. Lalu ditambah dengan sulitnya membangun komitmen dalam menentukan posisi capres dan cawapres," dia menjelaskan.
"Surya Paloh, Megawati, dan Jokowi bakal menjadi King Maker di Pilpres 2024 jika ketiga tokoh ini tidak menemukan kesepakatan. Sinyal ini mungkin saja didukung dengan adanya perbedaan capres Megawati dan Jokowi,", tutup Arifki.
Sementara Pengamat Politik Ujang Komarudin menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi King Maker dalam pertemuan 5 ketua umum partai pada Minggu (2/4/2023) di kantor DPP PAN. Menurutnya, Jokowi lah yang akan menentukan dalam pencarian calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2024.
"Jokowi sebagai king maker di situ, di mana dia sebagai pihak yang mengendorse koalisi tersebut untuk mencari capres dan cawapres," ujar Ujang kepada wartawan, Senin (3/4/2023).
Ujang melihat, Jokowi menginisiasi koalisi besar ini untuk menghadapi Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan. Serta PDI Perjuangan yang belum juga menentukan sikap terkait Pilpres 2024.
"Apa tujuannya? Ya bisa jadi untuk menghadang kekuatan Koalisi Perubahan dan sekaligus untuk mengalahkan PDIP karena PDIP kan tidak bergabung," ujarnya.
Sementara, soal calon presiden yang paling berpeluang diusung koalisi besar ini adalah Prabowo Subianto. Salah satu alasannya adalah memiliki elektabilitas tinggi.
Ganjar Pranowo dinilai bukan lagi pilihan Jokowi karena menolak timnas Israel hadir di Piala Dunia U-20.
"Kalau Ganjar kayaknya tidak ya. kelihatannya menurut Pak Jokowi sudah menghianati Jokowi dengan menolak Timnas Israel U-20, sehingga Jokowi merasa tertampar karena kepala daerah menolak," ujar Ujang.
"Pilihannya ya itu Prabowo dan Ganjar. Dan Prabowo pilihannya tidak ada yang lain, kelihatannya ke sana arahnya," sambungnya.
Ketua DPP Demokrat Herman Khaeron melihat tidak mudah untuk menggabungkan partai politik menjadi koalisi besar. Perlu ada kesamaan visi agar koalisi bisa terbentuk.
"Tidak mudah menyatukan partai-partai seperti halnya koalisi perubahan ini kan menyatukan visi," ujar Herman di kantor DPP Demokrat, Jakarta, Senin (3/4/2023).
Demokrat tidak melihat apa yang menjadi platform menyatukan koalisi besar ini. Tetapi, Herman menghormati niatan tersebut sebagai hak politik masing-masing partai.
"Nah dengan koalisi besar kami belum mengerti apa yang kemudian mendasari terhadap terjadinya koalisi besar, tapi kan itu menjadi hak partai-partai untuk bisa menggabungkan diri dalam koalisi," ujarnya.
Herman yakin dengan lahirnya koalisi besar tidak pasti akan terjadi benturan dan polarisasi saat Pemilu 2024. Asalkan, Pemilu 2024 dijalani dengan kompetisi secara sehat.
"Yang penting bahwa sekali lagi jangan berkompetisi tidak sehat, marilah kita berkompetisi, berkontestasi secara sehat dan tampilkan bahwa pemilu adalah ajang pesta demokrasinya rakyat, sehingga betul-betul akan memberikan proses demokrasi, pembelajaran demokrasi yang baik dan kedepannya akan semakin baik," ujarnya.
Sedangkan Ketua DPP PDIP, Said Abdullah menyatakan pihaknya menyambut hangat wacana koalisi besar parpol untuk Pilpres 2024. Terlebih jika langkah itu diniatkan untuk kemajuan bangsa.
“Apakah gagasan pikiran itu dikemudian dijadikan sebuah konsep besar, untuk menjadi sebuah koalisi besar, bagi kepentingan bangsa dan negara itu sah dan bagus sekali,” kata Said di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (3/4/2023).
PDIP, manurut Said, memang mendorong terbentuk koalisi besar atau kerja sama politik dengan banyak parpol, termasuk dengan KIB dan KKIR. Selama ini, pihaknya terus menjalin komunikasi dengan partai-partai.
“PDIP sejak awal memang akan bergotong royong bersama sama dengan kekuatan lain, bekerja sama baik dengan Golkar, baik dengan PPP maupun PAN maupun Gerindra dan PKB, PAN, semua partai,” kata dia.
Menurut Ketua Banggar ini, semakin gemuk koalisi Parpol, maka semakin mudah atau ringan untuk menang.
“Ya, (semakin besar) semakin baik dan semakin ringan beban kalau dipikul bersama, karena tantangannya ke depan juga tidak semakin ringan, kan setiap periode setiap pemimpin punya tantangan yang berbeda, bahwa akan melanjutkan kepemimpinan Presiden Jokowi, pasti. Akan tetapi tantangannya pasti berbeda,” pungkasnya.
Meski akan ringan dalam meraih kemenangan, dia menegaskan bahwa koalisi gemuk juga tidak menjamin kemenangan lantaran tergantung oleh sosok calon presiden.
“Soal kemenangan atau tidak, tidak menjamin kemenangan. Yang menentukan kemenangan itu yang pertama tentu figur, kemudian soliditas partai,” kata Said.
Said menyebut, meski mendukung adanya koalisi besar, ia memastikan PDIP tetap akan mengusung kader internal sendiri. “PDI Perjuangan sampai hari ini tetap mengusung kader sendiri, confirm. Tidak akan noleh kanan-kiri, walaupun tetap akan bekerja sama dengan kekuatan parpol lain,” kata Said.
Dia juga menyatakan, absennya PDIP pada acara buka bersama ketuam umum parpol di Kantor PAN bukan lantaran pihaknya tidak mendapat undangan.
Said menegaskan PDIP selalu diajak dan tak pernah ditinggalkan parpol dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). “Tidak ada yang meninggalkan PDIP, karena faktanya PDIP diundang kok,” kata Said.
Ia menyebut alasan Ketua DPP PDIP Puan Maharani tidak bisa hadir karena sedang tidak berada di Jakarta.“Kami tidak hadir karena memang tidak di tempat dan itu diumumkan oleh ketua umum. Kenapa kami harus bersikap minor? Hal positif itu,” kata dia.
Selang 3 hari setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi mewanti-wanti jajaran menterinya untuk bekerja fokus lantaran akan segera mulai Pemilu 2024, dua menterinya Airlangga Hartarto dan Suharso Monoarfa bertemu dengan Zulkifli Hasan membahas politik....
Koalisi Besar Sulit Terwujud
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid menyebut wacana koalisi besar atau penggabungan Koalisi Indonesia Bersatu dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya sulit untuk terlaksana.
“Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, KIB, Perubahan, jadi kerumitannya ada di situ. Nah, jika nanti berkoalisi atau Koalisi Besar itu bukannya lebih rumit lagi? Ini yang kami pikirkan,” kata Jazilul pada wartawan, Senin (3/4/2023).
Apalagi, kata Jazilul, semua koalisi tersebut belum menentukan capres-cawapres.
“Dari realitas yang ada, faktanya tiap-tiap koalisi yang ada ini, belum mampu untuk memutuskan siapa calon presiden dan wakil presidennya,” kata dia.
Ia mencontohkan bagaimana koalisi yang berisi dua parpol saja kesulitan menentukan capres, apalagi bila ada lima parpol.
“Pengambilan keputusan terkait capres dan cawapres, dengan koalisi yang besar itu pakai ukuran dan standar apa memutuskannya? Orang kami berdua saja kesulitan memutuskan apalagi berlima,” kata dia.
Jazilul menilai wacana Koalisi besar baru pada tingkat elit, belum pada akar rumput.
“Karena, kami juga belum mengonfirmasi kepada cabang kami, DPW kami, dan juga para kiai dan ulama, apakah setuju dengan format seperti itu gitu,” pungkasnya.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berharap PDIP bergabung dengan koalisi besar yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin.
Juru Bicara PPP Usman Tokan mengatakan, dalam pertemuan kemarin dibicarakan juga soal PDIP. Menurut politikus yang akrab disapa Doni ini, PDIP diharapkan bakal segera bergabung dengan koalisi besar sebagai pendukung pemerintah.
"Itu juga dibahas karena PDIP bagian dari koalisi kan. Jadi berharap PDIP bergabung dengan koalisi besar itu," ujar Doni di Jakarta, Senin, (3/4/2023).
Doni mengatakan, ketidak hadiran PDIP pada pertemuan kemarin karena Ketua Umumnya, Megawati Soekarnoputri tengah berada di luar negeri. "Hanya soal timing saja," ujar Doni.
Doni mengatakan, ke depannya diharapkan akan ada kesepakatan dengan PDIP untuk bergabung dengan koalisi besar.
"Sekarang terus membangun komunikasi mudah-mudahan ke depan bisa ada kesepakatan untuk masuk kepada koalisi besar," pungkas Ketua DPP PPP ini.
Sementara itu Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali menyinggung absennya PDI Perjuangan (PDIP) dalam pertemuan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan lima ketua umum partai politik pemerintah.
Adapun, pertemuan di kantor DPP PAN pada Minggu (2/4/2023) itu membuka peluang koalisi besar penggabungan antara Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).
Dengan tidak hadirnya perwakilan dari PDIP, menurut Ali, seperti partai berlambang banteng itu ditinggalkan oleh Jokowi dan ketua umum partai lainnya.
"Kalau memang terbentuk koalisi besar lima partai ini bergabung kan berarti meninggalkan PDIP. Walaupun memang kita tahu PDIP memenuhi syarat untuk maju sendiri," ujar Ali kepada wartawan, dikutip Senin (3/4/2023).
Dia meyakini koalisi besar meninggalkan PDIP. Sebab jelas sekali tidak hadirnya Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam Silaturahmi Ramadan bersama Jokowi itu.
"PDIP juga enggak hadir kan? Artinya koalisi besar ini meninggalkan PDIP," kata Ali.
Advertisement
Pertemuan 5 Petinggi Parpol dan Jokowi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkap isi pertemuan dengan lima ketua umum partai politik pendukung pemerintah di Kantor DPP PAN, Jakarta, Minggu (2/4/2023). Jokowi mengatakan, bersama lima ketua umum membahas komitmen melanjutkan pembangunan ke depan.
Lima ketua umum parpol koalisi pemerintah adalah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.
"Dalam rangka membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan komitmen kebersamaan dan juga keberlanjutan pembangunan ke depan. Arahnya ke sana," kata Jokowi usai pertemuan.
Jokowi enggan bicara menyangkut pertemuan ini akan menghasilkan Koalisi Besar yakni gabungan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digagas Golkar, PAN, dan PPP dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya antara Gerindra dan PKB.
"Nanti ditanyakan urusan itu ditanyakan kepada ketua partai atau gabungan partai yang sudah ada. Jangan ditanyakan kepada saya," ujar Jokowi.
Namun, Jokowi mengakui pembicaraan soal koalisi itu ada. Tetapi ia tidak ikut campur, hanya mendengarkan saja.
"Yang berbicara itu ketua-ketua partai. Saya bagian mendengarkan saja," ujar Jokowi.
Sementara itu Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa wacana bergabungnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) tidak hanya menjadi angin lalu.
Pasalnya, dalam pertemuan bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), serta Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PPP Muhammad Mardiono, dan Ketum PAN Zulkifli Hasan.
"Ada. Ternyata ada (kesepakatan). Jadi kita merasa ada frekuensi yang sama ya, ada kecocokan dan kalau dilihat, pimpinan partai kita sudah masuk, Pak Cak Imin ya, kita sudah masuk timnya Pak Jokowi sebetulhya sekarang. Ya kan?," tutur Prabowo di Kantor DPP PAN, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2023).
Menurut Prabowo, kelima Ketum Parpol tersebut merasakan kecocokan satu sama lain meski berbeda koalisi.
"Tadi sebetulnya sudah disampaikan Pak Presiden kan sudah sangat jelas. Kita tadi banyak membahas ke arahnya adalah komitmen kebangsaan dan bagaimana menjamin kelangsungan pembangunan, jadi itu yang kita bicarakan sebetulnya," jelas dia.
Prabowo menyebut, para ketum parpol memahami sulitnya pembangunan dan berbagai tantangan ke depan. Terlebih, ada kondisi geopolitik yang sangat membahayakan di Eropa, Taiwan, Laut Cina Selatan, yang seluruhnya harus ditangani dengan baik.
Tidak ketinggalan, masalah pangan yang harus lebih fokus diperhatikan, sehingga memerlukan kerja sama yang solid dan suatu frekuensi.
"Alhamdulillah hari ini, terimakasih Ketum PAN yang berinisiatif dan inisiatif beliau, saya kira rakyat bisa lihat ya betapa kita kompak, kita harmonis, tadi Presiden juga bilang beberapa kali harmonis. Kunci rakyat, rakyat ingin lihat pimpinannya semua kerjasama untuk rakyat intinya itu," ujar dia.
Terkait upaya terbentuknya koalisi antara KIB dan KIR, sambung Prabowo, seluruhnya masih butuh proses panjang. Termasuk pembahasan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
"Ya nanti kita lihat prosesnya, tapi yang pasti akan intens," Prabowo Subianto menandaskan.
Sedangkan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengakui nama-nama calon presiden (capres) yang akan diusung Koalisi Besar antara KIB dan KIR sedang dibahas. Nama capres itu sudah dibahas bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Kita dalam pembicaraan semua," ujar Airlangga Hartarto usai Silaturahmi Ramadhan, di Kantor DPP PAN, Minggu (2/4/2023).
Airlangga bicara pentingnya Koalisi Besar untuk melanjutkan pembangunan era Presiden Jokowi. Beragam tantangan mulai dari geopolitik, perubahan iklim, sampai politik identitas.
"Bagi KIB dalam pertemuan dengan Bapak Presiden, keberlanjutan pembangunan dan juga Koalisi Besar itu penting karena Indonesia adalah negara besar. Tantangan ke depan juga beragam, baik itu climate change, geopolitik indo-pasifik, kemudian juga politisasi identitas masih ada," ujar Airlangga.
Maka itu butuh koalisi besar untuk menghadapi tantangan tersebut. Airlangga yakin, bersama Gerindra, PKB, PAN dan PPP bisa menjadi satu gerbong yang akan melanjutkan kepemimpinan Jokowi.
"Ini butuh kebersamaan. Kebersamaan itu Koalisi Besar. Koalisi Besar itu mempunyai ideologi yang sama. Kami ini semuanya ada di pemerintahan, baik Pak Prabowo, Pak Zulkifli Hasan, Pak Mardiono, Cak Imin, itu DPR nya kan juga berada dalam gerbongnya pemerintah. Oleh karena itu, gerbong inilah yang siap untuk melanjutkan program secara lebih cepat," pungkas Airlangga.