Sukses

Respons Wamenkumham saat Sosialisasi KUHP di UIN Bandung Diwarnai Spanduk Penolakan

Acara sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang dihadiri Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, diwarnai penolakan. Aksi penolakan dilakukan sejumlah mahasiswa yang membentangkan spanduk (banner) penolakan di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Jawa Barat, Rabu (5/4/2023).

Liputan6.com, Jakarta - Acara sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang dihadiri Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, diwarnai penolakan. Aksi penolakan dilakukan sejumlah mahasiswa yang membentangkan spanduk (banner) penolakan di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Jawa Barat, Rabu (5/4/2023).

Berdasarkan pantauan di gedung auditorium Anwar Musaddad, aksi penolakan diawali saat Wamenkumham, Edward Omar alias Eddy Hiariej telah sampai di ujung pidatonya. Terlihat sejumlah mahasiswa membentangkan spanduk penolakan sebanyak lima lembar.

"Welcome to UIN, Demi Allah kami sudah muak melawan," tulis salah satu spanduk.

"Tolak UU KUHP Baru. Tolak KUHP Kontroversi semua bisa kena," tulis spanduk yang lain.

Melihat spanduk penolakan terpampang, Eddy tetap melanjutkan pidato sampai, akhirnya proses acara sosialisasi tetap berlangsung. Sementara spanduk tersebut akhirnya dicopot oleh sejumlah dosen usai berdialog dengan para mahasiswa. Mahasiswa yang menolak itu akhirnya turun langsung menyampaikan aspirasi mereka di dalam forum resmi sosialisasi.

"Pertama, mungkin banner yang dipasang itu betul saya dan kawan-kawan mahasiswa yang lainnya yang memasang. Karena kami mengira itu sama halnya banner yang dipasang itu sama halnya seperti panji-panji yang di luar sana," kata Risam, mahasiswa jurusan Hukum Tata Negara.

Risam atau akrab disapa Icang meluapkan alasan pemasangan spanduk adalah wujud ekspresi mahasiswa yang menolak KUHP Nasional dalam forum akademik. Ia pun menyindir pihak yang akhirnya mencopot spanduk tersebut.

"Atau jangan-jangan kita takut dengan simbol, kita takut sama banner, atau kita takut dengan aksara, jadi enggak tau kenapa itu dilepas begitu saja. Padahal bagi saya, bagi teman-teman yang lain, sejak mahasiswa 2019 kita melakukan aksi di Jabar, di DPRD, bahkan di Jakarta, bagi kita semua KUHP ini adalah satu bentuk UU yang penuh darah," ucap Risam.

"Karena apa, ketika mahasiswa melakukan aksi, berapa puluh mahasiswa yang meninggal, berapa ratus mahasiswa yang mengalami luka berat, dan saya tanya sikap negatif melihat korban yang berjatuhan," tambah Risam.

2 dari 2 halaman

Wamenkumham Paham Luapan Emosi Mahasiswa soal KUHP Baru

Usai mendengar kritik dan pertanyaannya dari Icang, dengan tenang Eddy Hiariej menyatakan di hadapan para mahasiswa dirinya tidak menyuruh spanduk tersebut dicopot. Karena, dia memahami aksi tersebut sebagai luapan ekspresi mahasiswa dalam berpendapat.

"Kenapa kok dilepas? (saat tanggapi spanduk). Malah saya suruh tetap digantung saja gitu," kata Eddy saat menjawab.

Eddy merasa senang dengan antusias mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati yang suportif. Ketika mengkritik, mereka tetap ada untuk berdiskusi atas kritik yang dilayangkan terhadap KUHP Nasional.

"Harus bertepuk tangan ini teman-teman mahasiswa sangat luar biasa. Saya pernah menghadiri sosialisasi di Jakarta, dihadiri oleh mahasiswa dia kritik, dia keluar, ini kan kurang ajar. Tapi saya senang sama anda semua, anda mengkritik menolak tapi anda tetap berada di dalam dan mau berdiskusi," jawab Eddy.

"Itu yang saya perlu akui, kita ini kan kalangan akademisi saya mengajar sudah 25 tahun. Artinya, kebiasaan berdialektika, kebiasaan mengemukakan pendapat apa pun harus dihargai. Saya menghargai betul apa yang disampaikan teman-teman," Eddy menambahkan.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

SUmber: Merdeka.com