Sukses

Pendatang Jadi Beban APBD DKI, Heru Budi Minta Pemerintah Pusat Perketat Izin Masuk Jakarta

Heru berujar, jika hal ini terus terjadi maka Jakarta akan sulit menjadi kota global guna mendukung perpindahan Ibu Kota Negara ke Nusantara, Kalimantan Timur.

Liputan6.com, Jakarta Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono mengaku pusing karena banyak warga daerah penyangga seperti Tangerang dan Bekasi yang ingin pindah ke Jakarta. Menurut Heru, kedatangan mereka ini akan menjadi beban APBD DKI.

"Jadi kadang-kadang saya pusing. Pusingnya Pemerintah Kabupaten Bekasi, Tangerang, perlu bantuan dari Pemerintah Daerah DKI yang kami berikan tetapi melihat potensi. Pemindahan penduduk memang mudah, tetapi jadi beban DKI," kata Heru saat membuka acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2024 di Balai Kota, Senin (10/4/2023).

Heru mengatakan, warga pendatang biasanya tak memiliki tempat tinggal yang layak dan pekerjaan tetap. Hal itu menjadi beban karena Pemprov DKI Jakarta harus memberi jaminan kepada mereka.

"Hari ini perpindahan hanya satu, dua, menit Pak. Ketika di DKI tidak memiliki tempat tinggal, tidak memiliki pekerjaan yang layak maka beban kami itu Rp17,1 triliun, jaminan kami terhadap masyarakat berpenghasilan rendah," jelas Heru.

Lebih lanjut, Heru berujar, jika hal ini terus terjadi maka Jakarta akan sulit menjadi kota global guna mendukung perpindahan Ibu Kota Negara ke Nusantara, Kalimantan Timur.

"Nah ini tidak bisa menjadi global city. Apalagi nanti sudah di IKN, DKI dilupakan tapi peraturan kependudukannya seperti ini," ucap Heru.

Maka dari itu, Heru meminta dukungan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memperketat izin masuk ke Jakarta.

"Intinya mohon dukungan Pak Bappenas, Pak Dirjen (Kemendagri), inilah beban Pemda DKI yang mungkin pejabat DKI sungkan untuk menyampaikan, tapi nyatanya ini," kata Heru Budi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Urbanisasi Motor Pertumbuhan Ekonomi

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyebut pengelolaan urbanisasi yang optimal dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"Urbanisasi akan meningkatkan kebutuhan infrastruktur dasar (pangan, energi, perumahan, air minum, sanitasi), " kata Tito dalam acara 'pembukaan resmi Integrated Technology Event (ITE) 2022' di Jakarta, Rabu (5/10/2022).

Namun, peningkatan pembangunan dan kesejahteraan perkotaan Indonesia lebih lambat dan lebih sulit daripada laju urbanisasi.

Negara-negara lain menikmati pertumbuhan ekonomi lebih tinggi akibat perkembangan kota, berkat bertambahnya pekerjaan formal dan meningkatnya produktivitas.

"Tiap 1 persen pertumbuhan urbanisasi berkorelasi dengan peningkatkan PDB per kapita 3 persen untuk Tiongkok, dan 2,7 persen untuk kawasan Asia Timur & Pasifik," jelas Tito.

Mengingat sumber pertumbuhan berada di perkotaan, maka konsentrasi penduduk ini perlu dikelola dengan strategi pengelolaan perkotaan yang lebih berkelanjutan dan berketahanan.

Tentunya beriringan dengan menyeimbangkan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan melalui inovasi dan solusi yang tetap mempertahankan konteks lokal dan karakter budaya.

"salah satunya melalui konsep perkotaan cerdas," ujar Tito.

Dalam proses pengelolaan perkotaan yang cerdas, Kementerian Dalam Negeri berperan sebagai poros pemerintahan Nasional-Daerah dalam kebijakan pengembangan kota cerdas.

Sesuai pasal 12 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah di mana prioritas pengembangan perkotaan cerdas diarahkan untuk memenuhi pelaksanaan urusan wajib pelayanan dasar terlebih dahulu.

Meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum-penataan ruang, perumahan rakyat-kawasan permukiman, ketentraman-ketertiban umum-perlindungan masyarakat/trantibumlinmas dan sosial serta tambahan urusan sesuai daya saing pemda.

Namun. terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi bersama dalam penerapan kota cerdas di Indonesia. Di antaranya adalah penerapan TIK dalam pengelolaan perkotaan belum seluruhnya mendorong perubahan dalam budaya kerja yang masih belum komprehensif.

"Saat ini, dari 27.400 aplikasi yang dimiliki instansi pusat dan daerah ternyata sebagian besar merupakan duplikasi," kata Tito.

Reporter: Lydia Fransisca/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.