Liputan6.com, Jakarta - Komisi III DPR RI menggelar rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud Md, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa 11 April 2023.
Ada pun, rapat membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp349 triliun. Mahfud dan Sri Mulyani hadir sebagai Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Keduanya duduk bersebelahan.
Terpantau, rapat dimulai sekitar 14.10 WIB, Mahfud Md dan Sri Mulyani, serta Ivan sudah hadir di lokasi.
Advertisement
"Penjelasan ketua anggota komite TPPU, penjelasan kepala PPATK atas rapat sebelumnya," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni yang memimpin rapat ketika membuka rapat.
Kemudian, dalam rapat tersebut, Mahfud Md yang juga merupakan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU akan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk melakukan supervisi terhadap transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun.
Dia menuturkan, Satgas bakal memprioritaskan laporan hasil pemeriksaan (LHP) paling besar.
"Komite TPPU akan bentuk satgas supervisi untuk tindak lanjuti nilai agregat Rp349 T dan case building prioritaskan LHP paling besar," kata Mahfud Md dalam rapat.
Dia menjelaskan, fokus pertama Satgas adalah temuan LHP paling besar yaitu senilai Rp189 triliun. Satgas yang dibentuk melihat PPATK, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Kejaksaan Agung, BIN, dan Kementrian Polhukam.
Namun sayangnya, sejumlah anggota Komisi III DPR RI menyampaikan keberatannya terhadap pembentukan Satgas. Misalnya Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman.
Benny lantas mempertanyakan keseriusan Menko Polhukam Mahfud Md dan Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani menelusuri transaksi mencurigakan tersebut lewat satgas khusus.
Berikut sederet pernyataan Menko Polhukam Mahfud hingga hingga DPR RI dalam rapat membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp349 triliun dihimpun Liputan6.com:
1. DPR Gelar Rapat Bahas Transaksi Mencurigakan, Mahfud Md dan Sri Mulyani Duduk Bersama
Komisi III DPR RI menggelar rapat dengan Menko Polhukam Mahfud Md, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 11 April 2023. Ada pun, rapat membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun.
Mahfud dan Sri Mulyani hadir sebagai Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Keduanya duduk bersebelahan.
Terpantau, rapat dimulai sekitar 14.10 WIB Mahfud dan Sri Mulyani, serta Ivan sudah hadir di lokasi.
"Penjelasan ketua anggota komite TPPU, penjelasan kepala PPATK atas rapat sebelumnya," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni yang memimpin rapat ketika membuka rapat.
Politikus NasDem itu menyebut, DPR meminta data yang dimiliki oleh Mahfud Md. Sampai hari ini pimpinan dan anggota belum mendapatkan informasi langsung darinya.
Maka itu Mahfud Md langsung diminta untuk memberikan penjelasan. "Kami meminta data kepada Pak menko belum dikasih pak," kata politikus NasDem ini.
Sementara itu, Mahfud sebelum memasuki ruang rapat Komisi III mengaku tidak ada persiapan khusus dalam menghadapi rapat dengan anggota dewan.
"Biasa saja," katanya singkat.
Advertisement
2. Mahfud Md Sebut Bakal Bentuk Satgas Transaksi Mencurigakan
Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang juga Menko Polhukam Mahfud Md akan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk melakukan supervisi terhadap transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun.
Dia menuturkan satgas bakal memprioritaskan laporan hasil pemeriksaan (LHP) paling besar.
"Komite TPPU akan bentuk satgas supervisi untuk tindak lanjuti nilai agregat Rp 349 T dan case building prioritaskan LHP paling besar," kata Mahfud Md dalam rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 11 April 2023.
Fokus pertama Satgas adalah temuan LHP paling besar yaitu senilai Rp189 triliun.
"Dimulai yang 189 T lebih," ujar Mahfud Md.
Satgas yang dibentuk melihat PPATK, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Kejaksaan Agung, BIN, dan Kementrian Polhukam.
"Tim satgas akan libatkan PPATK, dirjen pajak, bea cukai, Bareskrim, Kejagung, BIN, Kemenkopolhukam," ucap dia.
"Komite TPPU dan satgas akan kerja profesional, transparan, akuntabel," Sambung Mahfud Md.
Mahfud Md menjelaskan, LHP dengan agregat senilai lebih dari Rp189 triliun itu sudah dilakukan langkah hukum. Bahkan telah ada putusan pengadilan hingga Peninjauan Kembali (PK).
"Komite TPPU komitmen mengawal langkah hukum kemenkeu terhadap dugaan TPPU dan hal lain yang belum masuk dalam proses hukum," kata dia.
3. Mahfud Md Tegaskan Tak Ada Perbedaan Data Antara Kemenkeu dan Komite TPPU
Kemudian, Mahfud Md menegaskan bahwa tidak ada perbedaan data terkait transaksi mencurigakan Rp349 triliun yang disampaikannya dengan yang dipaparkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Rekapitulasi data LHA LHP dengan agregat lebih Rp349 T, data Komite TPPU (Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang), Kemenkeu, tidak terdapat perbedaan," kata Mahfud.
Mahfud menegaskan, perbedaan data antara paparan antara Kemenkeu dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) disebaban penyajian atau persentasi yang berbeda saja.
"Tidak ada perbedaan data karena berasal dari sumber yang sama. Terlihat beda karena penyajian datanya beda. Dengan total nilai transaksi agregat mencapai lebih Rp349 T itu sama Kemenkeu dan Kemenpolhukam," kata Mahfud.
Dia memastikan, pihaknya akan bekerja transparan dan profesional untuk menangani transaksi mencurigakan tersebut.
"Komite TPPU dan satgas akan kerja profesional, transparan, akuntabel," pungkas Mahfud.
Advertisement
4. Anggota Komisi III DPR Ramai Tolak Satgas Bentukan Mahfud Md
Mahfud Md membentuk satuan tugas (Satgas) untuk mensupervisi kasus transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun. Ada pun, satgas ini beranggotakan PPATK, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, Kejaksaan Agung, BIN, dan Kementerian Polhukam.
Sejumlah anggota Komisi III DPR RI menyampaikan keberatannya terhadap pembentukan Satgas. Hal itu diutarakan langsung saat rapat Komisi III DPR RI dengan Mahfud, Menkeu Sri Mulyani, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 11 April 2023.
Anggota Komisi III Fraksi Golkar Supriansa mengaku menyambut baik dengan Satgas yang dibentuk. Tetapi menurutnya seharusnya dengan bentuk lain.
Menurut Supriansa, seharusnya Mahfud melibatkan banyak penegak hukum. Seperti KPK, kepolisian dan Kejaksaan. Seharusnya tidak lagi melihat Direktorat Bea Cukai. Ia percaya melalui penegak hukum bisa langsung diproses.
"Kirim sebanyak-banyaknya yang bisa mendukung semua data-data sehingga aparat penegak hukum langsung melakukan penyidikan. Bukan lagi di bea cukai pak. Tetapi langsung apakah di KPK, apakah di kepolisian atau di kejaksaan. Kita langsung ke sana," ucap Supriasa.
Sementara anggota Komisi III Fraksi Demokrat Benny K Harman melihat Mahfud kurang serius membongkar kasus transaksi mencurigakan. Karena anggota Satgas masih melibatkan Direktorat Bea Cukai dan Pajak. Seharusnya dibentuk Satgas independen.
"Pak Mahfud masalah ini kan ada di kepabeanan ada di perpajakan itu ada di penegak hukum itu juga kalau mereka lagi jadi anggotanya ndak masuk di akal saya itu bagi saya ini bagian dari agenda untuk close kasus ini secara halus tapi ya adalah pertanyaan publik sungguh-sungguh enggak bapak Mahfud bu Menkeu kalau bisa Satgas independen," ujar Benny.
Anggota Komisi III Fraksi PDIP Johan Budi khawatir Satgas bakal gagal. Karena kurang melibatkan penegak hukum. Johan Budi menyarankan seharusnya data yang dimiliki Mahfud diserahkan kepada KPK.
"Kalau itu dibentuk satgas pak dan orangnya itu itu aja, nanti niat pak Mahfud membongkar ini secara menyeluruh, mungkin bisa juga gak berhasil pak," terang Johan Budi.
5. Ketua Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Bambang Wuryanto Menerima Satgas Bentukan Mahfud Md
Namun, Ketua Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul justru mendukung penuh pembentukan Satgas.
Ia percaya Satgas dapat menjalankan tugasnya untuk membongkar kasus transaksi mencurigakan.
"Komisi III mendukung penuh poin 6 untuk dibuatkan satgas dan karena kita di sini, Komisi III, dan setiap periode rapat, kita yang setahun 5 kali ini kita selalu minta Satgas bersama PPATK melaporkan progresnya sampai 300 laporannya selesai. Cocok to? Tuntas. Kita tuntaskan itu. Jadi satgas itu monggo silakan Pak Komite membentuk, dan itu akan melaporkan ke Komisi III ssetiap kali rapat di setiap masa sidang rapat," jelas Bambang Pacul.
Advertisement
6. Menkeu Juga Tegaskan Tak Ada Perbedaan Data Transaksi Janggal Rp 349 Triliun dengan Mahfud Md
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak ada perbedaan data antara pihaknya dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Mahfud MD terkait transaksi janggal di Kementerian Keuangan.
Sebab sumber data yang digunakan masing-masing pihak berasal dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Secara awal tadi telah ditegaskan Pak Menko (Mahfud MD) tidak ada perbedaan data antara Menko Polhukam dan Menteri Keuangan terkait transaksi agregat Rp349 triliun," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan nilai transaksi janggal Rp349 triliun merupakan penghitungan agregat. Artinya angka tersebut jumlah transaksi debit-kredit dan keluar-masuk.
Dalam ilmu akuntansi hal ini disebut sebagai double triple accounting. Sehingga jika dijumlahkan menjadi Rp349 triliun.
"Transaksi agregat ini ada transaksi yang debit kredit dan keluar masuk, di dalam melihat akuntansinya ini disebut double triple accounting jadi ini dijumlahkan menjadi Rp349 triliun," kata dia.
7. Sri Mulyani Akui Tindaklanjuti Temuan Mahfud Md dan PPATK soal Rp349 Triliun
Kemudian Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan, memang sempat ada perbedaan data disebabkan adanya penyajian atau cara melihat datanya saja.
"Transaksi agregat yang 349 ini artinya ada transaksi yang bersifat debit, kredit, keluar, masuk yang mungkin kalau di dalam proses untuk melihat akuntansinya disebut sebagai double triple counting. Tapi ini semuanya dijumlahkan menjadi Rp349 T," ungkap Sri Mulyani.
Dia pun mengklaim pihaknya telah menidaklanjuti temuan PPATK dan memberikan sanksi bagi pegawai Kemenkeu yang membandel.
"Kementerian Keuangan telah menindaklanjuti semua LHA-LHP terkait tindakan administratif terhadap pegawai ASN yang terbukti terlibat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014," kata Sri.
"Terutama di dalam menetapkan hukuman tindakan disiplin adminsitratif terhadap pegawai yang bersangkutan," kata wanita yang juga pernah menjadi menteri di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
Advertisement
8. Mahfud MD dan Sri Mulyani Sepakat Data Transaksi Janggal, Tapi Beda Cara Baca
Menkeu Sri Mulyani sepakat, perhitungan transaksi janggal Rp 349,8 triliun berasal dari data yang sama dari hasil rekapitulasi PPATK. Itu sejalan dengan pernyataan Menteri Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.
"Tidak ada perbedaan data antara Menkopolhukam dengan Menteri Keuangan terkait transaksi agregat sebesar Rp 349 triliun," ujar Sri Mulyani.
Namun, ada perbedaan jumlah soal nominal transaksi mencurigakan yang menjerat Kementerian Keuangan. Mahfud MD menyampaikan angkanya Rp 35 triliun. Sementara Sri Mulyani menghitung nilai transaksi janggal yang berada di lingkup Kemenkeu Rp 3,3 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, data hasil rekapitulasi PPATK terdiri dari 300 surat. Dari jumlah tersebut, sebanyak 200 surat diterima Kemenkeu, dan 100 lainnya dikirim ke aparat penegak hukum (APH).
Dari 200 surat dengan nilai cakupan Rp 253 triliun, terdapat 65 surat mengenai data perusahaan dan korporasi. Kemenkeu lantas membedakan antara data korporasi perusahaan yang berada dalam lingkup Kemenkeu.
"Jadi isinya debit, kredit dan seluruh transaksi operasional perusahaan korporasi. Termasuk dalam hal ini Rp 189 triliun yang disebutkan secara khusus," terang Sri Mulyani.
Kemudian, ada Rp 22 triliun dari 135 surat PPATK yang mencantumkan nama pegawai Kemenkeu. Sri Mulyani lalu mengklasifikasikan Rp 3,3 triliun di antaranya menyangkut pegawai Kemenkeu. Sisa Rp 18,7 triun merupakan data terkait korporasi.
"Pak Menko (Mahfud MD) menyampaikan Rp 35 triliun karena itu semua menyebut nama pegawai Kemenkeu, Rp 22 triliun yang ditujukan ke kita, Rp 13 triliun di APH," tutur Sri Mulyani.