Liputan6.com, Jakarta Di tengah sorotan publik terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, lembaga antirasuah kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) sejumlah pejabat Balai Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Penangkapan ini berkaitan dengan dugaan korupsi beberapa proyek pembangunan jalur kereta api di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Total ada 25 orang yang ditangkap dalam operasi yang dilakukan Selasa 11 April 2023.
Baca Juga
KPK menemukan adanya rekayasa proyek mulai dari pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak tertentu mulai dari proses administrasi hingga pemenangan lelang tender proyek.
Advertisement
"Sehingga atas dimenangkannya dalam pelaksanaan proyek-proyek tersebut, diduga telah terjadi penerimaan uang oleh penyelenggara negara di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dari para pihak swasta selaku pelaksana proyek dimaksud, yaitu sekitar 5 sampai dengan 10% dari nilai proyek," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam keterangannya kepada wartawan Kamis (13/4/2023) dini hari.
Penyidik KPK kemudian menemukan bukti permulaan yang cukup di mana terdapat dugaan korupsi dalam perkara tersebut. Penyidik kemudian menetapkan 10 dari 25 orang terperiksa sebagai tersangka.
"KPK menetapkan 10 orang tersangka," kata Johanis.
Adapun para tersangka tersebut adalah pihak swasta yang berperan menyuap para aparatur pemerintah, mereka adalah Dion Renato Sugiarto selaku Direktur PT Istana Putra Agung, Muchamad Hikmat selaku Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Yoseph Irahim selaku Direktur PT KA Manajemen Properti dan Parjono selaku VP PT KA Manajemen Properti.
Sementara enam tersangka penerima suap adalah Harno Trimadi selaku Direktur Prasarana Perkeretaapian, Bernard Hasibuan selaku PPK BTP Jabagteng, Putu Sumarjaya selaku Kepala BTP Jabagteng, Achmad Affandi selaku PPK BPKA Sulsel, Fadliansyah selaku PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian, dan Syntho Pirjani Hutabarat selaku PPK BTP Jabagbar.
KPK menahan sepuluh tersangka tersebut untuk 20 hari ke depan demi kepentingan penyidikan. Para tersangka ditahan di beberapa tempat berbeda, seperti di Polrestro Jakarta Pusat, Polrestro Jakarta Barat, Polrestro Jakarta Selatan, dan Rutan POMDAM Jaya di Jl Guntur.
Johanis menjelaskan, penerimaan uang yang diduga sebagai suap oleh para pihak dalam kegiatan proyek terkait pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, serta Jawa-Sumatera tahun anggaran 2018-2022, mencapai lebih dari Rp14,5 miliar.
Para tersangka penerima disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, para tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Johanis menambahkan, dalam operasi tangkap tangan KPK mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang sebesar Rp2,027 miliar, US$20.000, kartu debit senilai Rp346 juta, serta saldo pada rekening bank senilai Rp150 juta. Sehingga secara keseluruhan setara sekitar Rp2,823 miliar.
OTT di Tengah Prahara KPK
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, mengatakan memang tak ada hubungannya dengan OTT ini dengan Firli Bahuri. Justru apa yang terjadi pada pimpinan tertinggi KPK ini harus segera diusut dengan tuntas sehingga tidak ada kegaduhan lagi.
“Tentu saja perkara dugaan pelanggaran etik dan pidana Firli tetap perlu berjalan, disaat kerja penegakan hukum KPK. Namun publik tentu berharap dengan banyaknya kasus etik hingga dugaan pidana yang telah dilakukan Firli. kali ini Dewas bisa menjatuhkan sanksi yang berat terutama mengingat berulangnya pelanggaran itu dilakukan,” kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (12/9/2023).
Alvin menegaskan, jika tak ada masalah internal di tubuh KPK, OTT ataupun kerja lainnya akan menjadi lebih maksimal.
“Justru saya kira kalau tidak ada polemik internal, kerja KPK akan jauh lebih maksimal. Misalnya dalam konteks pengungkapan kasus kasus korupsi besar, dan mendorong perbaikan legislasi antikorupsi yang dibutuhkan. Artinya ini business as usual, padahal publik mengharapkan hal yang lebih besar,” ungkap dia.
Alvin menegaskan, dengan masih adanya banyak korupsi di pengadaan setiap proyek, artinya menjadi momentum untuk segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa Publik (RUU PBJ Publik).
"Saat ini ada kesempatan reform struktural melalui RUU PBJ. Salah satu yang saya kira penting adalah poin penguatan pengawasan berlapis, baik dari internal maupun eksternal. Poin kedua optimalisasi daftar hitam di SIKAP LKPP dengan mendorong transparansi BO para vendor pengadaan guna menghindari benturan kepentingan," jelas dia.
Kasus Firli Harus Tetap Berjalan
Senada, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter tak mempermasalahkan OTT yang dilakukan KPK, karena ini satu metode untuk mengungkap kasus.
"OTT adalah salah satu cara, kan ada metode lainnya kayak case building misalnya. Jadi dalam konteks penindakan biasanya dua itu yang dilakukan. Memang OTT itu jadi cukup signifikan karena terlihat ya. Beda kalau case building sifatnya lebih silent tapi tujuannya tetap sama. Cuma memang binggar-binggarnya ya tentu beda dengan OTT," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (12/9/2023).
Selain itu, Lalola mengingatkan, apapun kasus korupsinya, ICW akan selalu mendorong KPK juga menindak dengan pasal pencucian uang.
"Dari temuan ICW juga memang menjadi salah satu yang rentan dikorupsi (pengadaan barang/jasa). Sekarang itu, tentu sudah banyak perubahan dari sisi sistem, dengan mengubah data pengadaan elektronik, itu adalah salah satu cara meminimalisasi," jelas dia. Namun, dirinya mengingatkan, semarak OTT KPK ini, jangan menepikan apa yang terjadi di internal lembaga antirasuah itu sendiri.
"Jangan sampai kemudian karena ada hingga binggar sudah lama nggak OTT, kemudian OTT lagi jadi menutupi bahwa kasusnya juga masih harus dikawal lagi lebih jauh. Apalagi dalam kondisi sekarang ketika Ketua KPK-nya itu sedang, sebenarnya sudah bermasalah dari dulu," jelas Lalola.
“Dengan adanya OTT ini harusnya KPK bisa memperlakukannya dengan lebih strategis. Ini adalah salah satu poin juga untuk membangun kepercayaan publik,” sambungnya.
Dia menegaskan, keberadaan Firli di lembaga antirasuah itu harus disudahi. Tinggal bagaimana Dewas KPK ini menyikapinya. "Kalau Dewasa mau sebagai penegak etik di KPK, dan peduli dengan KPK tentu mereka harus serius menangani laporannya Firli, karena harus diingat ini bukan laporan pertama," ungkap Lalola.
DPR Masih Minta Percaya Dewas KPK
Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Pandjaitan mengatakan, tak ada kaitannya dengan Firli yang kini disorot dengan OTT yang dilakukan KPK.
“Saya rasa enggak. OTT itu kan enggak bisa dadakan. OTT itu kan harus lama direncanakan,” kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (12/4/2023).
Karena itu, Trimedya meminta lebih baik menunggu keputusan Dewas KPK. Yang di mana harus dihormati.
“Kita tunggu saja, apaapun keputusan Dewas ya kita hormati. Kalau dibilang Dewas tidak punya nyali buktinya Lili. Jadi sejak awal memang banyak orang enggak suka Firli, karena dianggap bagian upaya pelemahan KPK, tapi sampai sekarang kan KPK enggah lemah,” jelas dia.
Selain itu, lanjut Politikus PDIP ini, menegaskan ada yang mencoba menganggu wibawa Firli, mengingat masa jabatannya segera berakhir.
"Loh, kan 12 (Desember) dia habis. jadi dia mau di down grade dari sekarang," kata Trimedya.
Advertisement