Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta telah menggelar sidang putusan banding terhadap terdakwa Ferdy Sambo, Rabu 12 April 2023. Dalam putusannya, sidang yang diketuai Hakim Singgih Budi Prakoso dan beranggotakan empat orang ini menolak banding mantan Kadiv Propam Polri tersebut. Artinya Ferdy Sambo tetap dihukum mati atas kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Kini tinggal satu langkah lagi bagi Ferdy Sambo untuk menggunakan jalur hukum agar vonis mati yang diterima dapat berubah. Suami dari Putri Candrawathi itu bisa menempuhnya melalui pengajuan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Baca Juga
Pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis saat dikonfirmasi, tidak menanggapi terkait langkah-langkah yang akan diambil usai putusan banding kliennya ditolak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pesan yang dikirim Liputan6.com melalui WhatsApp hanya dibaca dan belum dibalas. Dan saat dihubungi pun tidak menjawab.
Advertisement
Meski demikian, menurut Pengamat Hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, pengacara biasanya akan menempuh segala upaya hukum maksimal untuk kebaikan kliennya. Karena itu, kasus Ferdy Sambo ini tidak tertutup kemungkinan akan sampai pada tingkat kasasi.
"Menurut saya, biasanya pengacara itu semua upaya itu ditempuh," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (13/4/2023).
Dia pun menyoroti putusan banding Ferdy Sambo yang ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Menurutnya, putusan yang dihasilkan tersebut itu sudah melalui pertimbangan dan kecermatan para hakim.
"Pangadilan Tinggi menganggap pertimbangan hukum yang diberikan oleh Pengadilan Negeri itu sudah cukup tepat, sehingga Pengadilan Tinggi menyetujui baik pertimbangan hukum maupun putusan yang dijatuhkan, sama dengan Pengadilan Negeri. Sehingga terdakwa Sambo tetap dihukum mati," kata dia.
Fickar menjelaskan, pada tingkat PN dan PT itu memeriksa terdakwa Ferdy Sambo, memeriksa fakta-faktanya apakah perbuatan yang dilakukan itu dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur dalam pasal 338 dan 340. Sementara pada level kasasi, hakim akan menilai dari sisi penerapan hukumnya.
"Di Mahkamah Agung nanti, tingkat kasasi, akan menilai apakah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi itu sudah benar menerapkan hukumnya. Itu yang akan diperiksa oleh MA," kata dia.
Jika tidak ada yang membatalkan, lanjut Fickar, Hakim tidak masuk dalam perkaranya. Mereka hanya menilai apakah penerapannya sudah sesuai dengan ketentuan atau belum.
"Tapi kalau dianggap tidak sesuai, maka dia bisa membuka kembali sidang. Baik hanya memeriksa faktanya saja yang sudah ada di BAP, maupun memanggil sidang para pihak secara live, dia punya kewenangan memanggil itu, membuka sidang seperti di PN. Tapi itu semua kalau dia rasa memang pertimbangan dan putusan PN dan PT itu ada yang salah, namun kalau dianggap benar, ya sama. MA akan memutuskan bahwa Pengadilan Negeri dan PT sudah melaksanakan dan menerapkan hukum dengan benar," jelasnya.
Dia memprediksi, jika Ferdy Sambo mengajukan kasasi ke MA, peluang untuk dikabulkan oleh hakim akan tipis. Hal ini lantaran dapat dilihat dari indikator proses hukum yang sudah berjalan, yaitu putusan Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan tingkat I di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Jadi Kemungkinannya (untuk menang) kecil lah menurut saya, untuk bisa mengubah (vonis mati). Karena sudah dua level seperti itu, tidak ada catatan sama sekali. (Putusan PT dan PN) Itu juga bisa menjadi indikator MA menyatakan bahwa sidangnya sudah dilaksanakan dengan baik, dan putusannya sudah dilakukan dengan tepat," kata dia.
Seandainya kasasi itu ditolak MA, vonis hukuman mati Ferdy Sambo akan dilaksanakan. Namun karena hukuman mati adalah hukuman paling maksimal, secara otomatis tahap Peninjauan Kembali (PK) akan ada di Mahkamah Agung.
"PK itu kan alasannya dua, ada novum, atau ada kekeliruan hakim. Nah yang dipakai oleh Mahkamah Agung itu yang kedua. Jadi diajukan atau tidak PK, maka hakim MA tingkat PK tetap akan memeriksa. Karena dikhawatirkan hakimnya keliru," jelas dia.
"Menurut KUHP begitu. Karena putusan itu paling maksimal. Kalau di bawah maksimal misalnya seumur hidup, 20 tahun, itu nggak akan diperiksa, tapi karena ini hukuman mati, hukumannya maksimal, maka dengan sendirinya tidak diajukan PK sekalipun MA akan memeriksa ulang," Fickar menegaskan.
Dia mengungkapkan, pengacara biasanya akan menempuh jalur tersebut sampai pada titik darah penghabisan. Mereka akan terus melakukan upaya hukum demi tercapainya putusan yang diharapkan.
"Kalau kasasi tidak diterima ya dia PK. Pasti itu, nggak ada (pengacara) yang pasrah. Semua upaya dilakukan sampai maksimal. Bahkan perkembangannya adalah PK itu bisa dilakukan berkali-kali, tidak ada batasnya. Sampai kemudian dua- tiga kali keputusannya sama, ya udah, biasanya langsung eksekusi," ujar dia.
"Biasanya kalau sudah dua tahun sudah tidak ada PK, itu dilaksanakan (putusannya). Eksekusi," Fickar menandaskan.
Sementara itu Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra menilai, Hakim Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan atas terdakwa Ferdy Sambo sudah tepat.
Ia mengatakan, dengan hakim menguatkan putusan hakim pengadilan Negeri Jakarta Selatan, artinya hakim pada tingkat banding tidak menemukan fakta baru, keadaan baru dalam keberatan nota memori banding dari pembanding yaitu Ferdy Sambo.
"Maka karena dengan tidak ditemukan hal tersebut, seyogyanya hakim harus menguatkan putusan hakim Pengadilan Negeri," ucap Azmi kepada Liputan6.com, Kamis (13/4/2023).
Dia menegaskan, putusan banding yang menolak permohonan Ferdy Sambo tersebut sebagai tolak ukur dalam kualitas penegakan hukum di Indonesia. Terlebih pihak pembanding merupakan aparat hukum yang seharusnya memberikan teladan bagi masyarakat.
"Ini demi kualitas penegakan huku, karenanya putusan banding ini menjadi barometer kualitas penegakan hukum khususnya terhadap pelaku yang berstatus penegak hukum berpangkat jenderal yang menyalahgunakan kewenangannya," kata dia.
Azmi menuturkan, ini sangat jelas terlihat dimana majelis hakim banding dalam musyawarahnya mengambil semua pertimbangan hukum dan fakta serta alat bukti yang telah diuji pada peradilan tingkat pertama, termasuk amar putusan. Artinya hakim Pengadilan Tinggi menilai bahwa tidak ada salah penerapan hukum atau kekeliruan yang nyata atas fakta termasuk bukti yang telah disisir dan diuji pada majelis hakim tingkat pengadilan negeri(judex factie).
"Sehingga hakim pengadilan Tinggi sepakat mengambil alih seluruh pertimbangan hukum karenanya wajib bagi hakim untuk menguatkan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut," kata dia.
Sedangkan untuk menempuh langkah kasasi, Azmi menambahkan, ada syarat normatif terkait muatan dan alasan kasasi tersebut. Antara lain jika ditemukan hakim banding melampaui batas wewenangnya, hakim salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku termasuk jika hakim lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Namun dengan melihat syarat tersebut, dia berpandangan bahwa harapan Ferdy Sambo agar hakim MA menerima kasasinya akan sulit terwujud.
"Jika diperhatikan dengan syarat atau alasan hukum kasasi, akan semakin sempit celahnya kasasi dikabulkan sepanjang tidak ada muatan alasan hukum untuk kasasi dimaksud, termasuk pemohon kasasi harus dapat memperlihatkan keadaan baru yang dapat dibuktikan kesesuaian fakta dan alat buktinya atas perkaranya yang dimaksud," ujar dia.
Ferdy Sambo Punya Segalanya, Bisa Lolos dari Hukuman Mati?
Pengamat Kepolisian Alfons Loemau menilai Ferdy Sambo akan menyusun serangan balik ketika bandingnya ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dia menjelaskan, maksud serangan balik tersebut ialah bahwa Ferdy Sambo akan membela mati-matian agar dirinya terbebas dari hukuman mati.
"Setiap orang yang diancam hukuman mati, dia itu akan berusaha mati-matian untuk membela diri. Kalau bela diri tidak optimal, dia akan seret (yang lain). Dia melakukan langkah-langkah di luar upaya hukum untuk bisa meringankan ancaman hukumannya," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (13/4/2023).
Alfons tidak menyanksikan kemampuan Ferdy Sambo dalam upaya meringankan hukuman bagi dirinya. Segala komponen dia miliki termasuk dalam hal finansial maupun koneksitas.
"Terhadap polisi yang seperti ini, menurut saya dia masih punya sesuatu, uang, dan sebagainya. Maksud serangan balik semua upaya akan ditempuh untuk bisa (meringankannya), entah mempengaruhi apa yang membuat keputusan di tingkat pengadilan lebih tinggi dan sebagainya. Untuk mendapatkan keringanan. Atau di dalam 'lu kok nggak bantu gue, lu kan berpenyakit sama kayak gue. Jadi gue bongkar nih," ujar dia.
Dia belum dapat memperkirakan apakah MA akan menolak kasasi jika Ferdy Sambo mengajukannya. Karena menurutnya, segala cara bisa ditempuh termasuk terkait putusan pengadilan. "Kondisinya di Indonesia ini kan seribu satu jalan menuju roma, mencari keadilan, iya kan," ujar Alfons.
Sementara itu, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial Joko Sasmito menanggapi putusan banding Ferdy Sambo yang ditolak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut. Menurutnya, KY tidak dapat melakukan intervensi maupun memberikan komentar terkait hal ini.
"Karena itu menyangkut teknis yudisial, kemandirian hakim," ujar Joko, Rabu (12/4/2023).
KY akan meminta salinan putusan banding Sambo dkk usai dibacakan Majelis Hakim PT DKI Jakarta pada hari ini. KY akan menelaah putusan tersebut guna memastikan ada atau tidaknya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Joko menegaskan, wewenang KY hanya pada dugaan pelanggaran KEPPH. KY tak bisa mengomentari vonis hakim karena termasuk bagian dari independensi hakim.
"Tetapi kalau ada hal-hal di luar itu, dugaan pelanggaran etik misalnya ada (hakim) bertemu dengan para pihak atau ada hubungannya dengan uang yang berhubungan dengan putusan itu, baru (KY telusuri)," ucap Joko.
Diketahui, upaya banding disampaikan Ferdy Sambo karena merasa tidak terima dengan vonis mati yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Begitu juga istrinya, Putri Candrawathi, yang divonis hukuman pidana selama 20 tahun penjara.
Sedangkan untuk ajudan Sambo, yaitu Ricky Rizal dihukum selama 13 tahun penjara dan terakhir untuk asisten rumah tangga Sambo, yaitu Kuat Ma'ruf divonis penjara selama 15 tahun. Mereka juga sama-sama mengajukan banding atas hukuman yang diterima.
Â
Advertisement
Kasasi Ferdy Sambo Ditolak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta resmi menghelat sidang banding terhadap vonis hukuman mati bagi mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. Sidang banding Ferdy Sambo berlangsung Rabu 12 April 2023, pukul 09.00 WIB.Â
Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Binsar Pakpahan Pamopo mengatakan, sidang putusan banding Ferdy Sambo digelar terbuka untuk umum dan bisa dilihat dari layar kaca
"Persidangan terbuka untuk umum pada hari yang akan datang dan untuk persiapan sidang yang terbuka untuk umum pada hari dan tanggal tersebut, kami akan mempersiapkan Poll TV yang sejalan dengan kehumasan Mahkamah Agung Republik Indonesia," jelas Binsar beberapa waktu lalu.
Sidang ini diketuai oleh Hakim Singgih Budi Prakoso dan beranggotakan empat orang. Mereka adalah Ewit Soetriadi, H Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi. Pada agenda tersebut diketahui Ferdy Sambo tidak dihadirkan ke dalam ruang sidang. Sehingga sidang berjalan dengan hanya mendengar putusan dari majelis hakim.
Dalam putusan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo. Artinya, mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo tetap dihukum mati atas kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 13 Februari 2023 yang dimintakan banding," kata Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso.
"Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan," sambung Singgih.
Singgih melanjutkan, putusan hari ini akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait, yaitu jaksa penuntut umum, Ferdy Sambo selaku terdakwa dan tim pengacaranya. Hal ini dilakukan sebagai dasar melakukan upaya hukum lanjutan yaitu kasasi di Mahkamah Agung (MA).
"Putusan ini akan kita sampaikan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk diberikan kesempatan kepada pihak-pihak untuk mengajukan upaya hukum berupa kasasi," kata Singgih.
Singgih juga memberi tanggapan terkait memori banding pengacara Ferdy Sambo yang menilai hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pengadilan tingkat pertama telah memutuskan perkara lebih dari yang dituntut oleh jaksa atau ultra petita.
"Tentang hal ini majelis hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa ultra petita tidak dikenal baik di hukum acara pidana maupun hukuman pidana. Istilah ultra petita berasal dari kata ultra yang berarti lebih/melampaui dan petita yang berarti permohonan sehingga ultra petita penjatuhan putusan oleh hakim atas suatu perkara yang melebihi tuntutan," kata Singgih.
Singgih menyatakan, ultra petita hanya dikenal dalam hukum perdata khususnya hukum acara perdata. Dia meyakini, di dalam proses peradilan pidana selain secara normatif tidak ada larangan ultra petita dan ultra petita banyak dilakukan melalui putusan hakim yang melebih tuntutan pidana.
"Dengan demikian secara mutandis ultra petita dibenarkan dalam hukum pidana," tegas Singgih.
Singgih memastikan, majelis hakim tinggi berpendapat bahwa selain secara normatif masih diatur pidana mati, pidana mati juga masih dibutuhkan sebagai shock terapi atau efek jera secara psikologis.
"Hukuman mati membawa dampak dalam penegakan hukum di Indonesia," Singgih menandasi.
Â