Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengingatkan bahwa bangsa Indonesia bercita-cita menjadi pusat produsen halal dunia pada 2024 nanti. Hal itu pun menjadi tantangan tersendiri, mengingat Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia harus bersaing dengan negara mayoritas nonmuslim.
"Sebagaimana kita ketahui, karakteristik ekonomi dan keuangan syariah adalah inklusif. Inklusif itu artinya tidak hanya untuk orang Islam, tetapi untuk semua pihak. Banyak nasabah-nasabah bank syariah juga non-muslim," kata Ma'ruf Amin dalam silaturahmi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Gorontalo, Sulawesi Utara, Jumat (14/4/2023).
Baca Juga
Aktivitas bisnis dan transaksi dalam ekonomi keuangan syariah, lanjut Ma'ruf, dapat dipraktikkan oleh siapa saja terlepas dari agama yang dianut. Tentunya, tujuan Indonesia memajukan ekonomi dan keuangan syariah nasional adalah untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
Advertisement
"Negara-negara yang jumlah penduduk muslimnya sedikit menjadikan ekonomi dan keuangan syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Tiongkok telah berhasil menjadi eksportir baju muslim tertinggi ke Timur Tengah. Ibu Kota Inggris menjadi pusat keuangan syariah di barat. Thailand telah memancangkan visi menjadi dapur halal dunia, dan Korea juga ingin merebut pasar pariwisata ramah muslim," jelasnya.
"Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sudah sewajarnya jika kita bercita-cita menjadi Pusat Produsen Halal Dunia pada tahun 2024. Insyaallah, dengan kerja keras dan dukungan semua pihak, termasuk FKUB, visi besar ini dapat kita realisasikan," sambung Ma’ruf.
Â
Dunia Berlomba-lomba Jadi Pusat Negara Halal
Wapres menegaskan, FKUB dapat memainkan perannya dengan memperdalam pemahaman masyarakat terkait inklusi dan potensi besar ekonomi syariah, yang dapat memperkokoh ketahanan ekonomi nasional. Salah satunya dengan meluruskan beberapa kesalahpahaman terkait tempat pariwisata muslim, halal, syariah.
"Sepertinya dimaknai wisatanya akan dihalalkan, akan disyariahkan, sehingga banyak yang menolak. Padahal yang dimaksud pariwisata ramah muslim adalah layanannya ada resto halal, tempat ibadah, ada hal-hal yang bisa mendukung sehingga wisatawan muslim bisa merasa nyaman di tempat itu," ujarnya.
Ma'ruf pun mencontohkan adanya sejumlah tempat di luar negeri, salah satunya Naminara Island Korea yang menyediakan tempat salat, restoran halal, bahkan makanan dan minuman halal kaki lima.
"Dunia sekarang sedang berlomba-lomba ingin jadi pusat negara halal, padahal dari minoritas negara muslim," Ma’ruf menandaskan.
Â
Advertisement