Liputan6.com, Jakarta Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri membenarkan, tim penyidik KPK telah menggeledah sejumlah lokasi terkait suap proyek jalur kereta api. Penggeledahan itu dilakukan pada 13-14 April 2023 di wilayah Jakarta.
"Benar, KPK telah menggeledah sejumlah tempat ini sebagai tindak lanjut atau update dari kasus terkait," kata Ali dalam keterangan pers diterima, Senin (17/4/2023).
Sejumlah tempat yang digeledah penyidik yakni, kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), kantor Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, rumah para tersangka, dan kantor pihak swasta yang menjadi rekanan.
Advertisement
Menurut Ali, dari penggeledahan itu ditemukan dan diamankan berbagai barang bukti seperti, dokumen terkait proyek di Dirjen Perkeretaapian dan uang senilai miliaran rupiah.
"KPK turut mengamankan bukti uang tunai dengan jumlah Rp1,8 miliar dan USD274.000 atau seluruhnya setara Rp5,6 miliar," ujar Ali.
Ali menyatakan bukti dari hasil tindakan penggeledahan dan penyitaan akan melengkapi berkas perkara penyidikan. Dia juga memastikan KPK akan terus mengumpulkan bukti lain yang berkait.
"Kami masih terus kumpulkan alat bukti di beberapa tempat lainnya yang perkembangannya akan disampaikan," kata Ali.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, OTT KPK kali ini berkaitan dengan dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Tahun Anggaran 2018-2022.
Selain pada proyek jalur kereta di Sulawesi, tercatat ada delapan proyek lain yang juga terindikasi suap.
Johanis kemudian merinci proyek itu yakni, 1 proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso (Jawa Tengah); 4 proyek konstruksi jalur kereta api dan 2 proyek supervisi di Lampegan Cianjur (Jawa Barat); 1 proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa-Sumatera.
Johanis mengungkap, dari hasil pemeriksaan uang suap dalam kasus itu ditaksir mencapai lebih dari Rp14,5 miliar.
"Penerimaan uang yang diduga sebagai suap oleh para pihak dalam kegiatan proyek pengadaan dan pemeliharaan jalan kereta api dimaksud sejauh ini diduga mencapai lebih dari Rp14,5 miliar," ujar Johanis dalam keterangannya, Kamis (13/4/2023) dini hari.
Uang senilai lebih dari Rp14,5 miliar itu bersumber dari suap sembilan proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia.
"Suap terjadi di sejumlah jalur kereta api berbagai daerah yang tersebar di Sumatera, Jawa, hingga Sulawesi," tambah Johanis.
Johanis melanjutkan, modus dari kasus suap pembangunan dan pemeliharaan proyek kereta api ini adalah rekayasa pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh para pihak terlibat. Selain itu, diduga rekayasa sudah dilakukan sejak mulai proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.
KPK Tetapkan 10 Tersangka Suap Proyek Jalur Kereta Api
Dalam kasus ini, KPK mengantongi total ada empat tersangka dengan peran sebagai pemberi suap, yaitu Dion Renato Sugiarto selaku Direktur PT Istana Putra Agung; Muchamad Hikmat selaku Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma; Yoseph Ibrahim selaku Direktur PT KA Manajemen Properti (sampai dengan Februari 2023); Parjono selaku VP PT KA Manajemen Properti.
Sedangkan penerima suap, total ada enam orang. Mereka adalah Harno Trimadi selaku Direktur Prasarana Perkeretaapian DJKA Kemenhub; Bernard Hasibuan selaku PPK BTP Jabagteng; Putu Sumarjaya selaku Kepala BTP Jabagteng; Achmad Affandi selaku PPK BPKA Sulsel; Fadliansyah selaku PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian; Syntho Pirjani Hutabarat selaku PPK BTP Jabagbar.
Kepada pemberi dan penerima, KPK menyangka dengan pasal berbeda. Terhadap tersangka penerima, mereka dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku tersangka pemberi dikenakan Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Â
Advertisement