Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe hingga 12 Mei 2023. Lukas Enembe merupakan tersangka kasus dugaan suap, gratfikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Berdasarkan penetapan Pengadilan Tipikor, telah dilakukan perpanjangan masa penahanan untuk tersangka LE selama 30 hari ke depan, sampai dengan 12 Mei 2023 di Rutan KPK," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya dikutip Selasa (18/4/2023).
Baca Juga
Dia mengatakan, tim penyidik KPK masih membutuhkan waktu untuk mencari bukti lanjutan dengan memeriksa berbagai saksi yang dianggap mengetahui perbuataan pidana Lukas.
Advertisement
Ali menyebut, setelah berkas penyidikan Lukas lengkap, nantinya akan dilimpahkan ke tim penuntut umum untuk kemudian dituangkan dalam berkas dakwaan. Berkas dakwaan akan dikirim ke Pengadilan Tipikor.
"KPK tetap berkomitmen memaksimalkan pemenuhan alat bukti untuk melengkapi berkas perkara penyidikan tersangka dimaksud sehingga bisa segera di bawa ke persidangan dan di uji di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor," kata Ali.
Sebelumnya, KPK menyita tanah dengan luas sekitar 1.525 M2 yang di atasnya telah dibagun sebuah hotel di Jayapura, Papua.
Penyitaan berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe dan penyuapnya, Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka.
"Betul. Tim penyidik KPK (12/4) dalam perkara LE telah melakukan penyitaan aset sebidang tanah seluas kurang lebih 1.525 M2 yang di atasnya dibangun hotel yang berlokasi di Jayapura," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (14/4/2023).
Ali menyebut nilai tanah dan bangunan yang disita tim penyidik ini memiliki nilai sekira Rp 40 miliar."Perkiraan nilai aset ini sekitar Rp 40 miliar," kata Ali.
Â
KPK Juga Jerat Lukas Enembe dengan TPPU
KPK menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe dan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakksa sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Mereka dijerat TPPU setelah sebelumnya dijerat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur Pemprov Papua.
Kasus suap dan gratifikasi ini bermula saat Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.
Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.
Advertisement