Sukses

Doa Halal Bihalal, Mengetahui Sejarah dan Maknanya yang Biasa Dilakukan saat Lebaran Idul Fitri

Saat lebaran Idul Fitri, biasanya orang-orang akan melakukan halal bihalal dengan mengunjungi sanak saudara. Halal bihalal dilakukan usai melakukan sholat Ied dan beberapa hari setelah lebaran.

Liputan6.com, Jakarta - Saat lebaran Idul Fitri, biasanya orang-orang akan melakukan halal bihalal dengan mengunjungi sanak saudara. Halal bihalal dilakukan usai melakukan sholat Ied dan beberapa hari setelah lebaran.

Halal bihalal memang menjadi salah satu tradisi di Indonesia yang tak pernal terlewat tiap tahunnya.

Halal bihalal dapat dilakukan dengan cara berkunjung ke rumah tetangga, saudara, dan kerabat untuk saling memaafkan dan bersalam-salaman saaat lebaran.

Meski mungkin sudah lazim terdengar, kebanyakan orang mungkin mengira istilah halal bihalal dari bahasa Arab, yakni al-halal-bil-halal. Benarkah?

Namun sebenarnya tahukah kamu? Halal bihalal sebenarnya berasal dari kata serapan halal dengan sisipan bi yang berarti dengan (bahasa Arab) di antara halal. Oleh karena itu, penambahan al pada bihalal tidak tepat.

Halal bihalal tidak dapat diartikan secara harfiah dan satu persatu antara halal, bi, dan halal. Istilah halal berasal dari kata halla dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna, yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali), halla al-maa (air keruh diendapkan), serta halla as-syai (halal sesuatu).

Dari ketiga makna tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan makna halal bihalal adalah kekusutan,kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali. Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.

Penggagas istilah halal bihalal adalah KH Abdul Wahab Chasbullah yang merupakan seorang Pendiri NU.

Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri pada 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul halal bihalal.

Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja. Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halal bihalal.

Halal bihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Hingga kini halal bihalal pun menjadi tradisi di Indonesia.

Berikut doa halal bihalal hingga makna di baliknya dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber::

 

2 dari 5 halaman

Doa Halal Bihalal

Bagi kamy yang hendak menghadiri acara Halalbihalal atau bahkan memimpin doa halal bihalal, berikut salah satu doa yang dikutip dari impunan Doa-doa Penting yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI tahun 2013:

"Ya Allah. Tuhan Yang Maha Esa. Perkenankan kami dalam pertemuan ini memanjatkan do’a, Semoga amal ibadah kami dalam Romadhan Engkau terima, segala dosa dan kekhilafan kami, sudi memaafkan agar masa mendatang kami lebih berprestasi dalam tugas danpembangunan. Golongan kami dalam hamba-Mu pandai mensyukuri nikmat, Jauhkan kami dari sifat malas, ambisi dan khianat. Bimbinglah kami agar selalu beramal dengan penuh kesadaran, mudahkan kami mengatasi hambatan dan tantangan.

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Tinggi. Dengan silaturrahmi, semoga kesatuan dan persatuan kami semakin erat. Berkat Halal bil Halal dapatlah dosa dan kekhilafan kami Engkau beri maaf. Dengan berjabattangan, sejahterakan hidup dan kehidupan kami. Karena saling mendoakan jauhkan kami dari fitnah dan dengki. Berilah kami sesempurna kesehatan jasmani dan rohani. Anugerahkan kepadakami kekuatan lahir batin yang hakiki, serta limpahkan kepada kami ilmu yang luas dan bermanfaat. Kiranya kami tak tertinggal disaat lepas landas.

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Esa Lapangkan dada kami mentaati segala perintah-Mu. Tabahkan hati kami untuk menjauhi semua larangan-Mu. Teguhkan pendirian kami untuk selalu taqwa dan beriman. Rahmat dan ampunan-Mu pasti yang kami damba dan kami harapkan."

 

3 dari 5 halaman

Doa Halal Bihalal Singkat

Berikut doa halal bihalal singkat yang bisa kamu baca:

"Rabbanaa taqabbal minnaa shalatanaa wa du’aanaa innaka antas samii’ul ‘aliim. Taqabbal minnaa taubatanaa innaka antat tawwabur rahiim."

Artinya, Ya Tuhan kami terimalah shalat kami dan terimalah permohonan kami. Sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Terimalah taubat kami sungguh Engkau Maha penerima taubat serta Maha Penyayang.

"Allahummaghfir lil mukminiina wal mukminaat wal muslimiinaa wal muslimaat al-ahyaa-i minhum wal amwaat. Innaka samii’un qariibun mujiibud da’wat yaa qadhiyal hajat."

Artinya, Ya Allah, muliakanlah agama-Mu jadikanlah Islam menjadi jalan keluar bagi bangsa kami. Jadikanlah para ulamanya bersatu, yaitu para ulama yang menjadi contoh bagi umat Rasul-Mu. Lindungilah umat Islam dari perpecahan, lindungi mereka dari kehinaan. Berkahilah hari ini dan berkahi pula bagi siapapun yang bermunajat mengiba pada-Mu.

 

4 dari 5 halaman

Sejarah Asal Usul Halal Bihalal

Meski lazim terdengar, kebanyakan orang mungkin mengira istilah halal bihalal dari bahasa Arab, yakni al-halal-bil-halal.

Namun, halal bihalal sebenarnya berasal dari kata serapan halal dengan sisipan bi yang berarti dengan (bahasa Arab) di antara halal. Oleh karena itu, penambahan 'al' pada 'bihalal' tidak tepat.

Penggagas istilah halal bihalal adalah KH Abdul Wahab Chasbullah yang merupakan seorang Pendiri NU.

Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri di tahun 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul halal bihalal.

Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja. Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halalbihalal.

Halalbihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Hingga kini Halalbihalal menjadi tradis di Indonesia.

 

5 dari 5 halaman

Makna Halal Bihalal

Halalbi halal tidak dapat diartikan secara harfiah dan satu persatu antara halal, bi, dan halal. Istilah 'halal' berasal dari kata 'halla' dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna, yaitu halal al-habi (benang kusut terurai kembali); halla al-maa (air keruh diendapkan); serta halla as-syai (halal sesuatu).

Dari ketiga makna tersebut dapat ditarik kesimpulan makna halalbihalal adalah kekusutan,kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali. Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.

Dilansir dari NU Online, Pakar Tafsir Al-Qur’an Prof Dr Muhammad Quraish Shihab dalam karyanya Membumikan Al-Qur’an (1999) menjelaskan sejumlah aspek untuk memahami istilah yang digagas Kiai Wahab Chasbullah tersebut:

1. Dari Segi Hukum Fiqih

Halal yang oleh para ulama dipertentangkan dengan kata haram, apabila diucapkan dalam konteks halal bihalal akan memberikan kesan bahwa mereka yang melakukannya akan terbebas dari dosa.

Dengan demikian, halal bihalal menurut tinjauan hukum fiqih menjadikan sikap yang tadinya haram atau yang tadinya berdosa menjadi halal atau tidak berdosa lagi. Ini tentu baru tercapai apabila persyaratan lain yang ditetapkan oleh hukum terpenuhi oleh pelaku halal bihalal, seperti secara lapang dada saling memaafkan.

2. Tinjauan Bahasa

Kata halal dari segi bahasa terambil dari kata halla atau halala yang mempunyai berbagai bentuk dan makna sesuai rangkaian kalimatnya. Makna-makna tersebut antara lain, menyelesaikan problem atau kesulitan atau meluruskan benang kusut atau mencairkan yang membeku atau melepaskan ikatan yang membelenggu.

Dengan demikian, jika memahami kata halalbihalal dari tinjauan kebahasaan ini, seorang akan memahami tujuan menyambung apa-apa yang tadinya putus menjadi tersambung kembali. Hal ini dimungkinkan jika para pelaku menginginkan halal bihalal sebagai instrumen silaturahmi untuk saling maaf-memaafkan sehingga seseorang menemukan hakikat Idul Fitri.

3. Tinjauan Qur’ani

Halal yang dituntut adalah halal yang thayyib, yang baik lagi menyenangkan. Dengan kata lain, Al-Qur’an menuntut agar setiap aktivitas yang dilakukan oleh setiap Muslim merupakan sesuatu yang baik dan menyenangkan bagi semua pihak.

Inilah yang menjadi sebab mengapa Al-Qur’an tidak hanya menuntut seseorang untuk memaafkan orang lain, tetapi juga lebih dari itu yakni berbuat baik terhadap orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya.