Liputan6.com, Jakarta - Mantan Hakim Agung Gayus Lumbun mempertanyakan langkah judicial review atau peninjauan kembali terkait kewenangan Kejaksaan Agung dalam penyidikan perkara korupsi. Menurut Gayus, tidak seharusnya kewenangan Kejagung menangani perkara korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa dihapuskan.
“Apakah kemudian kewenangan (penyidikan) lembaga permanen yang kewenangannya ada pada konstitusi seperti Kejagung akan dialihkan kepada lembaga yang sifatnya komisi seperti KPK,” tanya Gayus, Senin (15/5/2023).
Baca Juga
Menurut Gayus, Kejaksaan adalah lembaga permanen yang keberadaannya diatur dengan undang-undang. Sehingga tidak seharusnya kewenangannya dikurangi.
Advertisement
Dikatakan Gayus, sesuai ketentuan UU, selama ini KPK juga sudah memiliki kewenangan melakukan supervisi atas perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan maupun kepolisian.
“Jadi untuk apa (kewenangan Kejaksaan melakukan penyidikan korupsi, Red) dihapuskan. KPK kan bisa melakukan supervisi gak usah dengan peraturan karena sudah ada UU-nya,” ungkap mantan hakim agung ini.
Jika dikomparasikan di luar negeri, penuntutan korupsi juga dilakukan oleh Jaksa. Sekalipun itu dilakukan lembaga sejenis KPK, penuntutan tetap dilakukan Jaksa.
“Mereka hanya mencegah dan menemukan, lalu diserahkan ke kejaksaan, dan kejaksaan yang menuntut ke pengadllan,” jelas Gayus.
Serangan Balik Koruptor
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana angkat bicara soal kewenangan penyidikan kasus korupsi oleh jaksa yang digugat ke Makhamah Konstitusi (MK). Ketut menyebut, gugatan terhadap Kejagung tersebut dilakukan oleh mereka yang pro dengan perilaku korupsi.
"Waspadai koruptor fight back (serangan balik koruptor dengan melemahkan kewenangan aparat penegak hukum," ujar Ketut dalam keterangannya, Minggu (14/5/2023).
Ketut mengatakan, dalam mengusut sebuah kasus korupsi, Kejagung selalu bersikap objektif, transparan, berkesinambungan, serta tak tebang pilih dan konsisten. Menurut Ketut, hal itu lah yang justru tak pernah disukai oleh para koruptor sehingga berusaha melemahkan kewenangan Korps Adhyaksa.
Meski demikian, kata Ketut, apa pun yang dilakukan Kejagung akan berdampak pada ketidaksukaan terhadap institusi, sehingga para koruptor akan memainkan perannya seperti memberikan godaan materiil dan immateriil, bahkan dengan ancaman fisik.
"Tak hanya itu, cara lain yang sedang gencar dilakukan oleh para koruptor adalah menggugat kewenangan aparat penegak hukum seperti uji materiil undang-undang Kejaksaan terkait kewenangan penyidikan termasuk kewenangan lain yang sangat substansial dari segi penegakan hukum," kata dia.
Dia menjelaskan, gugatan atas kewenangan penyidikan Kejaksaan Agung sudah berulang kali dilakukan. Salah satunya pasca-disahkannya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Ketut menyebut penggugat melupakan kapasitas Jaksa yang memiliki kewenangan dalam tindak pidana korupsi yang tidak hanya diatur dalam UU Kejaksaan, namun juga pada UU KPK, UU Tindak Pidana Korupsi, UU Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, serta UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Advertisement
Kewenangan Kejagung
Tak hanya itu, dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Kejaksaan memiliki kewenangan sebagai penyidik.
"Kejaksaan telah memiliki sejarah panjang dalam penyidikan perkara megakorupsi, salah satunya pernah menjadi Koordinator Penyidik Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) pada 1998 silam. Maka jika dikaitkan dengan diferensiasi fungsional, sangat tidak sesuai dan bahkan KPK sebagai lembaga yang memiliki penyelidik, penyidik, penuntut umum, dan eksekusi, berada dalam satu atap sebagai wujud reformasi penegakan hukum," kata Ketut.
Dia menyebut, ketika gugatan berbicara mengenai diferensiasi fungsional, maka sebagaimana diatur dalam KUHAP yaitu pemisahan kewenangan di masing-masing lembaga seperti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan, hal ini akan mengaburkan fungsi sebenarnya sebagai penegak hukum modern yang memiliki fungsi koordinasi, sinergitas, dan kolaboratif.
Adapun tugas dan kewenangan Kejaksaan yakni penanganan perkara mulai dari hulu sampai ke hilir, serta memastikan penyidikan dari berbagai institusi berjalan baik, sehingga menghasilkan penuntutan dan proses pembuktian yang baik pula.