Liputan6.com, Jakarta Seorang pria paruh baya menggegerkan kantor Majelis Ulama Indonesia Pusat yang terletak di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat pada Selasa 2 Mei 2023. Mustofa NR (60) mencoba masuk ke dalam gedung dan hendak naik ke lantai empat untuk menemui Ketua MUI. Namun niatnya itu urung dilkaukan.
Di dalam gedung MUI sedang ada acara halal bihalal dan rapat pimpinan. Mustofa sempat dihadang oleh petugas keamanan. Tak terima mendapat perlakuan tersebut, dia lantas mengeluarkan pistol dan melepaskan peluru. Satu orang mengalami luka tembak pada bagian punggung.
Baca Juga
Pelaku mencoba kabur usai melakukan penembakan. Karyawan berusaha mengejar dan berhasil ditangkap. Oleh kepolisian, Mustofa disebut sempat pingsan dan sempat dilarikan ke Puskemas Menteng. Namun, pada saat diperiksa oleh dokter yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia.
Advertisement
Kasus ini pun langsung diambil alih oleh Polda Metro Jaya. Setelah berkoordinasi, terlebih ke Polda Lampung, ternyata pelaku merupakan residivis kasus pengerusakan pada 2016 dan divonis tiga bulan. Pelaku diduga memiliki riwayat sakit asma dan jantung. Hal itu diperkuat dengan ditemukan obat-obatan di tas pelaku.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menyebut Mustopa sudah memiliki niat jahat sejak 2018.
"Ada niat jahat daripada tersangka dimulai dari tahun 2018," ujar Hengki dalam keterangannya, Rabu (3/5/2023).
Hengki mengatakan demikian berdasarkan dari surat-surat ancaman yang ditulis Mustopa. Dalam surat tersebut, Mustopa menyatakan akan menyerang pejabat di Tanah Air dan petinggi MUI kalau dirinya tidak diakui sebagai wakil tuhan.
"Yang mana menyatakan yang bersangkutan apabila tidak diakui maka akan lakukan tindakan kekerasan terhadap pejabat-pejabat negeri dan juga MUI dengan mencari senjata api berdasarkan surat-surat itu," kata dia.
Sementara, Wasekjen MUI Bidang Hukum dan Ham, Ikhsan Abdullah menyebut untuk hari ini terjadwal lima orang akan dimintai keterangan penyidik.
"Tadi malam ada 2 dan hari ini ada 5, jadi 7. Kemarin satu sekuriti, satu staf, daan hari ini pemeriksaan korban, dan apa yang diinginkan polisi lah. Kita akan sajikan ke polisi," kata Ikhsan di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (3/5/2023).
Menurut Ikhsan, pihaknya juga telah memberikan rekaman CCTV ke penyidik. Sejauh ini garis polisi atau police line masih terpasang, khususnya di lokasi pecahnya pintu kaca tempat terjadinya penembakan.
"Ini kan masih di police line, jadi masih kewenangannya penegak hukum ya. Masih dalam investigasi," jelas dia.
Berdasarkan informasi dari kepolisian, lanjut Ikhsan, pelaku juga pernah melakukan hal yang sama dengan menyerang Kantor MUI di Lampung. Saat itu, insiden terjadi pada sore hari dan tidak ada korban, sementara pelaku divonis bersalah sehingga menjalani masa kurungan penjara selama tiga bulan.
"Penyerangannya kacanya dipecahkan. Kalau ini dari belakang, mungkin karena dari depan banyak orang. Ya itu tadi karena tidak ada yang tahu, karena pada saat itu pada pulang dan sekuriti rupanya tidak hadir di sana, sehingga tahunya kaca sudah berantakan tetapi juga dugaan kuat tetap dan sudah divonis bahwa pelakunya adalah juga yang bersangkutan," kata Ikhsan.
Namun, ada yang berbeda. Ikhsan menyebut pelaku dalam kondisi baik, alias tidak pingsan saat diamankan usai menembak kantor MUI.
Ikhsan memastikan, saat diamankan petugas keamanan MUI, Mustofa, yang merupakan warga Kabupaten Pesawaran, Lampung, itu dalam kondisi sadar. Dalam video yang beredar, pelaku juga tampak masih hidup saat diamankan.
Pelaku penembakan disebut sempat berusaha melarikan diri usai melakukan aksinya, tapi berhasil diamankan pamdal yang kemudian menghubungi kepolisian.
"Soal kematiannya nunggu visum ya. Tapi dipastikan bahwa saat yang bersangkutan dibawa dari kantor MUI ke depan sana oleh para petugas kepolisian masih dalam keadaan baik (tidak pingsan)," ujar Ikhsan.
Dia juga menuturkan, pelaku penembakan gedung MUI Pusat sudah tiga kali mendatangi kantornya. Namun menurut Ikhsan tak ada kecurigaan dari para pegawai MUI terhadap Mustopa.
"Tiga kali. Kami tidak pernah mencurigai orang, karena kantor ini melayani kepentingan umat, masyarakat yang mengadu, yang melakukan dakwah dan lain-lain, jadi semua seperti kalian tidak ada yang dicurigai, insyaAllah tidak ada apa-apa selama ini," ujar Ikhsan.
Ikhsan menyebut, Mustopa kerap bolak balik dari Kabupaten Pesawaran, Lampung menuju Jakarta untuk menyampaikan surat kepada MUI Pusat.
"Tahun ini kalau suratnya sudah banyak sekali bertaburan dari orang yang sama, dan diantar juga, jadi dia pulang pergi Lampung-Jakarta itu ke MUI hanya untuk menyampaikan surat," kata dia.
Ikhsan mengatakan, surat yang disampaikan Mustopa ke MUI berisi soal keinginan bertemu dengan Ketua MUI Pusat. Hanya saja, menurut Ikhsan, di dalam surat tersebut Mustopa tidak mencantumkan alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
"Hanya ingin bertemu dengan Ketua MUI, secara spesifik tidak ada. Nah itu yang membuat kami sulit, kemudian kami setelah baca suratnya tidak ada meninggalkan identitas, di mana alamatnya, nomor handphonenya, sehingga kami sulit untuk mengonfirmasi, 'yuk kita ketemu', biasanya seperti itu meninggalkan nomor handphone dan alamat sehingga kami bisa mengonfirmasi," ucap Ikhsan.
Autopsi Jenazah Pelaku Penembakan Kantor MUI Rampung
Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Polri Brigjen Hariyanto mengatakan autopsi jasad Mustopa NR (60), pelaku penembakan kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), rampung dilakukan. Namun Hariyanto belum bisa menjelaskan hasilnya.
"Iya, sudah selesai (autopsi). Hasilnya kita baru bahas nanti ke penyidik," ujar Hariyanto dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (3/5/2023).
Hariyanto menyatakan bahwa pihaknya tidak bisa membeberkan secara langsung hasil autopsi pelaku penembakan kantor MUI itu kepada masyarakat. Dia menyebut hasil autopsi akan dikomunikasikan terlebih dahulu dengan penyidik yang menangani kasus ini.
"Nanti yang menyampaikan penyidik dalam konferensi pers atau apa. Nanti, misalnya kita diundang ke konferensi pers, itu kemudian penyidik mungkin minta tolong kepada kita menjelaskan," kata Hariyanto.
Brigjen Hariyanto sebelumnya mengatakan tidak ada luka pada jasad Mustopa NR. Dalam jasad Mustopa juga tidak ada luka tembak.
"Tidak ada (luka-luka pada tubuh Mustopa)," kata dia.
Bukan Kriminal Biasa, Penembakan MUI Bentok Teror
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto memandang ada peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dianggap tidak maksimal, terlebih pelaku mempunyai sepak terjang sebagai residivis.
"Kasus tersebut bukan kriminalitas biasa yang terjadi insidentil, tetapi lebih pada upaya melakukan teror, yang sudah terencanakan. Artinya, program deradikalisasi belum menyentuh orang-orang seperti pelaku ini atau salah sasaran," kata dia kepada Liputan6.com, Rabu (3/5/2023).
Menurut Bambang, tindakan seperti ini sudah bagian dari kejahatan terorisme. Sehingga, BNPT harus mulai jeli melihatnya.
"Kejahatan Terorisme muncul karena banalitas (kedangkalan atau ketidak mampuan berpikir) bukan radikalitas," ungkap Bambang.
Karena itu, dia meminta agar ini tak ada yang mengaitkan dengan agama apapun. Karena tindakan penembakan di MUI jelas, tak ada kaitannya, hanya berupa tindakan terorisme.
"Mengaitkan aksi kejahatan dengan agama itu juga bentuk banalitas. Selalu harus dipisahkan antara kejahatan dengan agama, karena ajaran agama tak pernah mengajarkan kejahatan. Harus tegas, bahwa pelaku adalah penjahat ekstrim banal bukan radikal," tegas Bambang.
Senada, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kejadian ini.
Meskipun demikian, dia memuji tindakan kepolisian yang bergerak cepat menangani kasus ini, khususnya Polda Metro Jaya.
"Meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini," kata Edi kepada Liputan6.com, Rabu (3/5/2023).
Selain itu, dia juga meminta agar tak ada pihak saling mengaitkan ini dengan isu yang lain, terlebih sekarang sudah memasuki tahun politik.
Karena itu, Edi meminta semua satuan polisi tak hanya di tingkatan Polda, tapi Polres dan Polsek juga harus bersiap.
"Semua polisi harus bersiap. Terlebih isu seperti ini jelang Pemilu. Sehingga, semua harus diwaspadai dan tidak terprovokasi," pungkasnya.
Advertisement
Minta Masyarakat Hindari Spekulasi
Ketua DPP Partai NasDem Suyoto menyayangkan terjadinya peristiwa penembakan di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat (Jakpus).
"Kita sangat menyesalkan adanya penembakan dan main hukum sendiri di Kantor MUI," ungkap Suyoto dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/5/2023).
Menurut Suyoto, para penegak hukum harus bergerak menuntaskan kasus tersebut dengan cepat.
"Percayakan kepada penegak hukum untuk menuntaskan kasus ini," ucap dia.
Sambil kepolisian menemukan motif pelaku penembakan, Suyoto berharap kepada masyarakat untuk menghindari semua spekulasi, supaya situasi dan kondisi tetap jernih.
"Jangan ada spekulasi apapun, sebelum penegak hukum mengungkapnya. Semua pihak jangan berspekulasi. Kita percayakan kepada penegak hukum," pintanya.
Mengenai adanya korban luka-luka, Suyoto berharap agar para korban untuk segera mendapatkan pengobatan yang maksimal.
"Kalau ada korban, diurus sebaik-baiknya supaya diselamatkan," desak Ketua DPP Partai NasDem Suyoto.
Senada, Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi pun menilai, pelaku penembakan Kantor MUI itu diduga mengalami masalah kejiwaan.
"Yang pasti, berdasarkan surat yang dikirimkan oleh pelaku penembakan Kantor MUI pusat, dapat diduga ada masalah kejiwaan, karena menjadikan dirinya sebagai wakil nabi. Jangan sampai digoreng sana-sini, akhirnya kita malah jadi dipermainkan oleh orang yang memiliki masalah kejiwaan," ujar Teddy yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Rabu (3/5/2023).
Menurut dia, pastinya akan sulit diterima akal sehat, di mana mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam dan ada yang mengatasnamakan wakil nabi. Sehingga, kata dia, tak perlu membawa unsur Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan atau SARA.
"Kita sudah berpengalaman akan hal seperti ini, sudah ada lebih dari 10 orang di Indonesia yang mengaku Nabi dan semuanya hanya jadi bahan lelucon masyarakat. Kali ini bukan mengaku Nabi tapi mengaku wakil Nabi, bedanya kalau yang ini menggunakan kekerasan dalam menjalankan perannya," ucap Teddy.
"Karena sudah masuk ranah pidana maka ini menjadi urusan polisi, jangan sampai dibawa dengan berbagai teori konspirasi yang akhirnya melebar ke urusan sara, karena tindakan aneh ini bukan hal baru di Indonesia," jelas Teddy.