Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan presiden (Pilpres) akan digelar dalam hitungan bulan ke depan. Pesta demokrasi lima tahunan ini harus jadi ajang adu gagasan para tokoh politik, terutama para calon kontestan, sehingga masyarakat mendapatkan pendidikan politik.
Anggota DPD Abdul Kholik melihat sejauh ini sosialisasi para bakal calon presiden masih dalam tataran positif. Hal itu bermanfaat sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat.
Advertisement
"Sejauh ini sosialisasi capres masih dalam tataran positif dan menjadi sarana pendidikan politik bagi masyarakat. Bersyukur para kandidat, figur-figur yang ada saat ini memiliki kapabilitas memimpin bangsa. Tampak dalam berinteraksi dengan masyarakat menawarkan gagasan gagasan untuk mengatasi persoalan bangsa dan tantangan ke depan," ujar Abdul Kholik, Senin(8/5/2023).
Abdul Kholik berharap sosialisasi para tokoh politik membuat masyarakat mulai bisa mengenali visi misi, dan yang paling penting kenegarawanan.
"Sebab presiden bukan hanya kepala pemerintahan tetapi juga kepala negara. Harus mengayomi semua. Tidak boleh memiliki kecenderungan pada pihak tertentu saja," ujar dia.
Pria asal Cilacap, Jawa Tengah, ini juga berharap KPU dan Bawaslu memberikan ruang secukupnya pada para kandidat capres untuk menyapa warga. "Rambu-rambu tetap diperlukan untuk menjaga agar tetap dalam koridor fairness," ujar Abdul Kholik.
Potensi Polarisasi Masyarakat di saat Pemilu
Beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan pengalaman mengajarkan momen pelaksanaan pemilu merupakan saat di mana persatuan bangsa diuji.
Masyarakat berpotensi terpolarisasi akibat panasnya tensi politik. Oleh karena itu, diperlukan penyatuan langkah agar pelaksanaan Pemilu 2024 tidak menimbulkan ketegangan dan potensi konflik di masyarakat.
"Tentunya kita tidak ingin mengulangi pengalaman buruk Pemilu yang lalu. Kita mesti bulatkan tekad dan satukan langkah agar Pemilu 2024 menjadi pemilu yang aman, damai dan berkualitas,” tegas Wapres.
Wapres menyampaikan, salah satu contoh polarisasi pada pemilu sebelumnya adalah sebagian pendukung saling menjatuhkan dengan isu politik identitas, alih-alih adu gagasan mengenai konsep berbangsa dan program untuk mengatasi tantangan strategis di tingkat lokal dan global. Hal tersebut, lanjut Wapres, tidak sesuai dengan asas demokrasi yang dianut Indonesia.
“Kondisi tersebut sungguh memprihatinkan dan menjadi ujian yang mengancam bangsa kita. Pemilu seolah menjadi kontraproduktif karena berpotensi memecah-belah bangsa. Hal ini sangat bertentangan dengan cita-cita negara dan demokrasi,” papar Wapres.
Advertisement