Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki perhatian besar pada tata kelola Nikel di Tanah Air. Sebagai pemilik 52 persen dari total cadangan nikel dunia, Jokowi tegas mempertahankan kebijakan menyetop ekspor biji nikel meski digugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Menanggapi hal itu, Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Nikel Perjuangan (APNIPER) Achyar Al-Rasyid, menilai perkembangan industri nikel di Indonesia menunjukkan tren positif sejak diberlakukan kebijKan itu per 1 Januari 2020.
Baca Juga
“Terjadi butterfly effect yang positif terhadap sirkulasi hilirisasi hikel. Termasuk penyerapan tenaga kerja, pendapatan pajak, dan keberlangsungan investasi,” kata Achyar dalam keterangan diterima, Sabtu (13/5/2023).
Advertisement
Namun Achyar menilai, ada tantangan baru lain dari efek positif nikel yaitu permintaan stainless steel global yang ketika suplai lebih menjadi lebih banyak daripada permintaan.
“Melimpahnya cadangan ore nikel tidak diikuti dengan penyerapan daya beli smelter pemurnian nikel. Mengingat banyak smelter di Indonesia menggunakan teknologi Rotary Kiln electric Furnacae (RKEF) untuk mengolah ore nikel kadar tinggi (saprolite),” jelas Achyar.
Achyar melanjutkan, penurunan permintaan stainless steel global mempengaruhi daya beli smelter terhadap ore nickel dan berefek juga kepada para penambang. Beberapa smelter memilih untuk menghentikan pembelian ore nickel demi menjaga stabilitas cashflow.
“Jika boleh diuraikan permasalahan mendasar terdapat pada pertama, harga pokok produksi Nickel Pig Iron (NPI) sebagai salah satu kandungan di dalam stainless steel. Batu bara digunakan untuk memanaskan tungku pembakaran ore nickel. Ketersediaan batu bara nasional sangat krusial untuk menjaga sustainabilitas industri nickel tanah air,” ujar dia.
Achyar mencatat, pasca domestic market obligation (DMO) 25% ditetapkan, harga jual batubara untuk Penyediaan Tenaga Listrik demi Kepentingan Umum sebesar USD 70 per metrik ton Free On Board (FOB) Vessel, sementara untuk harga industri lainnya tidak mengalami “spesialisasi”. Hal ini memengaruhi harga pokok produksi Nickel Pig Iron (NPI) yang meningkat. Namun
“Namun bila terdapat penyetaraan harga antara untuk tenaga listrik dan industri pemurnian nikel (smelter), merupakan solusi untuk menekan harga pokok produksi,” yakin dia.
Achyar menambahkan jikaharga patokan mineral (HPM) diturunkan untuk menjaga stablitas cashflow industri pemurnian nickel (smelter), maka akan terjadi babak belur terhadap para penambang karena ore yang dihasilkan penambang di beli murah oleh smelter.
“Mengingat semangat sustainabilitas adalah bagaimana menawarkan win win solution kepada semua pihak yang terlibat di lingkaran industri nikel tanah air,” kata dia.
Achyar melihat, Surat Edaran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor : 2.E/MB.04/MEM.B/2023 Tentang Kewajiban Pelaksanaan Transaksi Penjualan dan Pembelian Bijih Nikel Dalam Basis Free On Board (FOB) menetapkan bahwa sistem pelaksanaan harga patokan mineral (HPM) adalah berbasis Free On Board (FOB) dengan penentuan tanggung jawab dan risiko pengiriman barang ditanggung oleh penjual sampai barang diterima kapal pengangkut di pelabuhan.
“Pemerintah harus memastikan betul betul berjalan dilapangan agar terciptanya kepastian dan keadilan harga ore nickel,” tegas Achyar.
Ongkos Pengiriman Turut Terdampak
Achyar meyakini, masalah belum usai. Sebab masih ada ongkos yang tinggi dalam proses distribusi ore nickel yang terjadi karena biaya sewa kapal tongkang yang naik pasca kenaikan harga minyak dunia pada bulan Oktober 2022.
“Harga rata-rata ICP bulan Oktober 2022 mencapai US$89,10 per barel, naik sebesar US$3,03 per barel dari US$86,07 per barel pada bulan September 2022. Sementara pada Februari 2023 ditetapkan rata-rata ICP sebesar USD79,48 per barel. Artinya minyak dunia mengalami penurunan tetapi shipping cost tetap tidak mengalami penyesuaian,” kritik dia.
Achyar mendorong, hal itu menjadi concern para stakeholder dan pemerintah untuk mengatur melaui regulasi terkait biaya sewa kapal tongkang, guna menjaga sustainabilitas industri nikel dalam negeri.
“Maka APNIPER for sustainability hadir bersama-sama dengan asosiasi industri/profesi di sektor minerba lainnya untuk memperjuangkan kemajuan industri pertambangan dengan menitikberatkan aspek keberlanjutan. APNIPER mendorong kekhawatiran terhadap keterbatasan cadangan nikel menjadi sebuah gerakan (movement) atau kepedulian bersama,” tegas Achyar.
Advertisement
Nilai Tambah Nikel Indikator Keberhasilan Negara
Achyar memastikan, nilai tambah nasional yang semakin berkembang merupakan indikator keberhasilan pengelolaan dan pemanfaatan nikel. Namum apa yang diikhtiarkan oleh semua pihak belum cukup, sebab terdapat tantangan dalam proses perjalanannya.
“Karena itu dirasa perlu agar pemanfaatan dan pengolahan nikel dapat menjadi perhatian, agar semua pihak dan pemangku kebijakan sinergis dalam hilirisasi nikel. Jadikan karunia ini national competency agar bangsa Indonesia berdaulat untuk menjadi bangsa yang besar, Indonesia adalah bangsa pemenang,” dia memungkasi.