Sukses

KPK Panggil Sekda Kabupaten Kepulauan Meranti

KPK menyebut Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima suap senilai Rp 1,4 miliar dari perusahaan travel umrah.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Bambang Suprianto. Dia akan diperiksa dalam kasus dugaan pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya, penerimaan fee jasa travel umroh, dan dugaan suap pengondisian pemeriksaan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Polres Kabupaten Kepulauan Meranti Jalan Perumbi Alai Kelurahan Insit, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (15/5/2023).

Selain Bambang Suprianto, tim penyidik juga turut memanggil Findi Handoko (karyawan swasta), Erry Yoserizal (PNS), Dita Anggoro (PNS), Mardiansyah (PNS), Syafrizal (Kabag Kesra Kepulauan Meranti) Fahar Triasmoko (Kadis PUPR), Tarmizi (Kabag Umum Setda Kepulauan Meranti), dan Dahlia Wati (PNS, Bendahara Gaji BPKAD Kepulauan Meranti).

"Mereka semua akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MA (Muhammad Adil-Bupati Kepulauan Meranti) dan kawan-kawan," kata Ali.

KPK menyebut Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil menerima suap senilai Rp 1,4 miliar dari perusahaan travel umrah. Uang suap itu diterima Adil setelah membantu memenangkan proyek pemberangkatan umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

"Sekitar bulan Desember 2022, MA (Adil) menerima uang sejumlah sekitar Rp 1,4 miliar dari PT TM (Tanur Muthmainnah) melalui FN (Fitria Ningsih) yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat malam 7 April 2023.

2 dari 3 halaman

Kasus Suap Umrah dan Pemotongan Anggaran

Alex menyebut Adil menerima suap lantaran turut membantu memenangkan PT Tanur Muthmainnah dalam memenangkan proyek pemberangkatan umrah para takmir masjid.

"Karena memenangkan PT TM untuk proyek pemberangkatan umroh bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti," kata Alex.

Alex mengatakan, selain dijerat sebagai penerima suap dari travel umrah, Adil juga dijerat dalam kasus dugaan korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022-2023 dan dugaan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Terkait dengan suap pengondisian pemeriksaan keuangan, Adil diduga memberi Rp 1,1 miliar kepada Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa (MFA) agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti ditahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh WTP.

"Bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan Adil yakni menerima uang sekitar Rp 26,1 miliar dari berbagai pihak dan tentunya hal ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh Tim Penyidik," ujar Alex.

3 dari 3 halaman

Tersangka Lainnya

Selain Bupati Adil, KPK juga menjerat dua tersangka lainnya yakni Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih (FN) dan Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa (MFA).

"KPK menetapkan tiga tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (7/4/2023).

Alex mengatakan, Adil sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu MA juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Kemudian Fitria sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan M Fahmi sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Â